Orang bilang, senja adalah cara waktu mengembalikan cinta kembali ke rumahmu.
Cinta boleh pergi kemana pun, sejauh apapun.
Tapi selama hatinya terikat padamu, dia akan kembali lagi.
Apa kabarmu sore ini?
Katanya, gerimis melunturkan penat dan lelah.
Mungkin begitu.
Sepanjang aku duduk di bingkai jendela menatap hujan,
aku tak pernah berhenti berharap akan menemukan wajahmu muncul dari ujung jalan.
Berlari menutup kepala dengan tas kulit yang kau bawa untuk bekerja.
Kuhitung menit dan detik, menanti wajahmu itu.
Mari bicarakan cerita kemarin lalu.
Katamu, senja adalah waktu untuk menjemput mimpi yang sebenarnya.
Katamu, gelap adalah warna langit yang sempurna.
Bukankah langit memang selalu begitu?
Matahari cuma mampir setengah hari untuk menyalakan terang.
Itu pun kalau ia belum lelah mengulang hal yang sama setiap hari.
Kalau tidak?
Jadi, kenapa harus takut gelap?
Katamu, terang bukan berasal dari cahaya di langit sana, tapi dari keberanian di hati.
Coba bayangkan esok.
Akan ada nama yang tak terhitung yang membarukan hari-harimu.
Tapi pada akhirnya cuma satu nama yang akan tinggal.
Katamu, hari boleh hujan, badai, atau terik menyengat.
Tapi cuma senja yang mampu menenggelamkan semuanya.
Hanya ada satu cinta yang menghuni hati untuk selama-lamanya.
Kapan kau datang?
Aku menunggu ceritamu tentang hari ini.
Ada cerita tentang pohon, udara, angin, anak kecil yang berlarian di tepi jalan, atau riak air di antara hujan sore ini.
Dan soal janji yang kau ucapkan tadi pagi..
Benarkah kau akan menepati?
Aku menunggunya.
Jika malu untuk mengakui, bisikkan saja di telingaku.
Hanya kata-kata kecil.
Ucapkan perlahan dan biarkan aku menikmati kata demi kata
Kau mengucapkan, aku mencintaimu.
Sudah tepat kah kalimatmu?
Jangan buru-buru mengungkapkan, apalagi menyudahi.
Biarkan aku mengeja kata-katamu seperti senja menenggelamkan matahari perlahan-lahan
Karena pada akhirnya..
padamu, aku akan menjawab dengan kata yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar