Senin, 06 September 2010

dan jika kau...

Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu ?
Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur..

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan
perjalanan jiwamu menurut jam dan musim..
Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai,
diatas bantarannya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya..

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi,
Dan mengetahui bahwa kemarin hanyalah kenangan hari ini dan esok hari adalah harapan..

Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa,
senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa..

Setiap di antara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya ?
Dan siapa pula yang tidak merasa bahwa cinta sejati, walau tiada batas,
tercakup di dalam inti dirinya,
dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cinta,
pun bukan dari tindakan kasih ke tindakan kasih yang lain ?

Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta,
tiada terbagi dan tiada kenal ruang?
Tapi jika di dalam pikiranmu haru mengukur waktu ke dalam musim,
biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain,
Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan..

Dan jika berkata,
berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan ?
Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati,
yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapar dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.
Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya,
kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri,
pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.

Dan bilamana ia diam,
hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya;
karena tanpa ungkapan kata,
dalam rangkuman persahabatan,
segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh,
pun tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita;
Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya, mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya,
bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan.
Karena kasih yang masih menyisakan pamrih, di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih,
tetapi sebuah jala yang ditebarkan hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu ?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu !
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi,
hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.

how did you know...

I remember so well
The day that you came into my life

You asked for my name
You had the most beautiful smile

My life started to change
I'd wake up each day feeling alright

With you right by my side
Makes me feel things will work out just fine

How did you know
I needed someone like you in my life

That there's an empty space in my heart
You came at the right time in my life

I'll never forget
How you brought the sun to shine in my life

And took all the worries and fears that I had
I guess what I'm really trying to say

It's not everyday that someone like you comes my way
No words can express how much I love you

untuk kau ketika cinta

Kau..
entah senyum yang harus kau lagakan
Atau pedih air matamu yang berantakan
Kau menanggapi gamang-gamang cintanya yang tinggal selangkah
Rasanya fana, atau malah fatamorgana

Entah sajak keberapa ini untukmu
Di setiap tiap cintamu berlabuh
Matamu selalu tersenyum teduh
Namun kini hatimu bergemuruh

Kau selalu bilang bilang senja
Ataukah sang fajar, entahlah aku lupa
Yang pasti mereka itu, Dia

Telah habis peluh kau penuh dalam tubuh
Berharap cintamu kan tumbuh
Namun kini meluruh
Hanya karna satu kata yang kini menjadi musuh
kau tau itu apa..

Kayaknya, nampaknya, agaknya
Kata itukah yang kau takutkan?
Melonjak jiwamu, membuyarkan impian
Begitu ia mengatakan dalam keraguan

Apa kau mau mati di sini?
Menyerah dengan air mata
Berdiri tegap dengan kepalsuan bayang bahagia
Tapakilah cintamu!

ketikaku membaca ketika cinta
Genggamilah itu ketika cinta
Hadapilah itu ketika cinta
Berariflah dirimu itu ketika cinta..

tentang mereka

beberapa waktu ini aku banyak mendengar cerita hidup seseorang..
tentang dia..
tentang mereka..
tentang cintanya..
tentang hatinya yang terluka..
entah tergores oleh siapa, dari pihak mana..

pedih.. sakit..
miris sekali cerita si pemeran utamanya..
sampai-sampai aku terkulai lemas merasakannya..
entah dia menyadari itu atau tidak..

aku memang tidak pernah melihat jelas di depan mata..
tapi bisikan tangis tak bersuara itu jelas terdengar..
dari seseorang yang berada di antaranya..

tapi aku selalu salut dengan kekuatan yang selalu dia tunjukkan dalam gores puisinya..
yang entah orang mengerti atau tidak..
tapi yang jelas itu perasaannya..

sangat tergambar jelas ia ingin orang mengerti keadaannya..
mungkin untuk meringankan perasaannya..
atau hanya sekedar mengemis kekuatan..

aku yang membaca dan mendengarnya selalu dibuat bisu..
dia hebat!! itu yang selalu kupikirkan..
kata-katanya selalu mampu menyihirku..

suatu waktu aku melihat satu sosok lagi yang belum aku kenal sebelumnya..
dia itu berpeluang besar menjadi seorang pahlawan baginya..
penyemangat barunya selalu berhasil membuatnya tersenyum kembali..
jemari tangan orang sekitarnya juga dengan lapang menggandengnya..

aku tahu benar perasaannya..
seandainya aku bisa mengetuk hati si pembuat onar itu!!
pembuat onar yang entah sejak kapan dia berperan seperti itu..
menghancurkan? tidak.. tapi iya..
entahlah..membingungkan..

tapi itu bukan jalanku..
pembuat onar itu bukan siapa siapa bagiku..
aku hanya seseorang yang mengenalnya..
ya..hanya sebatas itu..

tugas sebagai pengetuk hati itu milik orang lain lagi yang berusaha melakukannya..
bahkan aku bukan peran pembantu dalam cerita ini..
aku hanya aku..

dan kapan ini akan berakhir?
entahlah..

saat ini..
semoga saja semua itu berujung yang terbaik..
dan goresan puisi panjangnya akan segera berubah menjadi satu senyuman saja..

saat kemilau senja itu datang..
dia bahagia..
mereka bahagia dengan siapapun nantinya..
itu yang kuharapkan..
semoga..

Kamis, 10 Juni 2010

Cover Lovable

Lovable (part 12) END

Akhir Perjodohan

Sudah beberapa hari ini Andhita mengurung diri di kamar. Mamanya bingung apa yang terjadi pada anaknya. Sedangkan Papa hanya bisa mengangkat bahu. Jadi, dengan bakat detektifnya, Mama mencari tahu. Dia membuat bubur ketan hitam kesukaan Andhita dan mengantarkannya ke kamar anak gadisnya.
”Sayang...belakangan ini Mama perhatikan kamu kok lesu banget sih. Ni Mama buatin kamu bubur ketan hitam kesukaan kamu.”
”Makasih ya Ma.” jawab Andhita dan mencoba bubur buatan mamanya. ”Hmmm...enak.”
”Oh ya Dhit, kok akhir-akhir ini Rendy nggak pernah ke sini lagi ya? Terus, setiap kali dia telapon, kamu juga nggak mau terima. Kamu lagi berantem sama dia?”
”Hmm..nggak kok Ma. Kita lagi instrospeksi diri aja. Kita lagi mikirin mau dibawa kemana sebenarnya hubungan ini.”
”Maksud kamu...kamu putus sama Rendy?”
Andhita menjawab ngasal, ”Mungkin. Siapa tau aku sama Rendy cuma terpengaruh perasaan. Siapa tau kita nggak saling suka, cuma nggak enak aja sama orangtua masing-masing, akhirnya kita malah maksain perasaan kita. Padahal sebenarnya kita nggak mau...”
”Siapa tahu siapa tahu... Gimana sih sebenarnya? Kamu ngerasa terpaksa karena dijodohin sama Rendy?”
”Mungkin Ma. Andhita juga nggak tau. Andhita minta maaf ya Ma, Andhita nggak bisa menuhin keinginan Mama sama Papa.”
”Nggak apa-apa kok sayang. Mau gimana lagi, kan perasaan seseorang itu kan nggak bisa dipaksain.”
”Kenapa nggak dari dulu aja sih Ma ngomong kayak gitu?”
Mama tertawa.
***
Andhita memasuki ruang OSIS dan mencari-cari seseorang. Adit ada di pojok ruangan, sedang menuliskan sesuatu di meja. Andhita buru-buru menghampirinya.
”Kak Adit, ini laporan pertanggungjawaban dari Putri. Semuanya udah ditulis di situ. Biaya kostum, fotokopi partitur, dan lainnya.” kata Andhita sambil menyodorkan lembaran kertas yang terjilid rapi.
Adit mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Andhita. ”Oh, cepat juga ya. Makasih ya Dhit...”
Andhita tersenyum dan melangkahkan kakinya hendak keluar.
”Andhita! Tunggu!”
Langkah Andhita terhenti. Adit menghampirinya.
”Gue punya dua tiket gratisan buat nonton di Kelapa Gading 21. gue juga belum tau sih film apa yang lagi main. Tapi gue mau ngajak lo. Ada waktu nggak Sabtu ini?” Tanya Adit.
Andhita kaget. Dia senang akhirnya Adit mengajaknya kencan. Waktu itu dia yang duluan ngajak, dan hasilnya kurang memuaskan. Sebenarnya inilah yang diinginkan Andhita dari dulu, tapi...
”Maaf Kak Adit. Lain kali aja ya? Aku lagi nggak boleh keluar rumah sama Mama.” Andhita berbohong.
Adit tampak kecewa. ”Kalau minggu siang, bisa?”
Andhita menggeleng dengan mimik menyesal. Adit tak lagi memaksa.
”Ya udah. Tapi nanti kalau lo tiba-tiba berubah pikiran, hubungin gue ya. Tiket ini nggak bakalan gue pake. Gue simpan buat kita berdua.”
Andhita tersenyum manis dan keluar meninggalkan ruangan OSIS.
***
Seminggu sejak malam kesenian udah berlalu, dan wajah Andhita nggak bisa seceria dulu lagi. Hubungannya dengan sahabat-sahabatnya kembali seperti dulu, tapi hubungannya dengan Rendy nggak. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam hidupnya, tapi dia nggak mau menemukan yang hilang itu. Dia bahkan nggak mau cari tahu dan mencoba, karena dia tahu apa yang hilang itu, yaitu kebersamaannya dengan Rendy, cowok yang benar-benar mengisi hatinya.
Bahkan saat Adit mengajaknya ngedate, Andhita menolaknya. Karena Andhita sadar kalau perasaannya ke Adit itu memang hanya suka biasa. Dia hanya mencintai Rendy.
”Andhita! Bengong kok sambil jalan? Kesambet baru tau rasa lo!” Putri menyambutnya di gerbang sekolah.
Andhita hanya tertawa.
”Udah diserahin?” tanya Putri.
”Udah beres. Tasha sama Keyra mana?”
“Tuh, lagi beli batagor. Kita ke sana yuk! Hari ini kita main ke rumah gue aja. Nyokab gue hari ini masak enak. Dia ngundang lo bertiga maen ke rumah gue. Kan lumayan lama gak maen lagi sejak direnovasi kemarin.” Ujar Putri.
Andhita hanya tersenyum kecil. Mereka menghampiri Tasha dan Keyra, terus ikut beli batagor.
”Eh, tau nggak. Adit tadi ngajak gue ngedate lho.” Kata Andhita tiba-tiba.
Keyra membelalak. “Apa? Dia ngajak lo ngedate? Itu baru namanya berita baru!”
“Berarti dia tuh emang ada hati sama lo Dhit!” ujar Tasha.
”Harusnya gue yang nyerahin laporan itu. Siapa tau aja gue yang diajakin ngedate sama dia.” cetus Putri. ”Hehehe... nggak deh Dhit, bercanda!”
“Nggak apa-apa. Lagi pula, gue nolak ajakan dia kok.” jawab Andhita.
Kali ini ketiga temannya berhenti berjalan dan menatap Andhita bingung.
”Hah? Elo tolak? Serius? Kenapa? Bukannya ini yang elo harapkan? Elo kan udah suka sama dia udah lama.” tanya Keyra beruntutan.
”Apaan sih lo? Nanya nyerocos gtu.” canda Andhita.
“Lo masih nggak bisa ngelupain Rendy kan?” tanya Putri.
”Eit, gue nggak mau ngomongin soal ini lagi. Ok!” jawab Andhita dingin.
“Sori. Terus, kenapa lo nolak ajakan Adit?” tanya Putri lagi.
”Gue lagi nggak mood aja.” Kata Andhita.
Ketiga sahabatnya nggak membicarakan Rendy lagi. Mereka mengerti perasaan Andhita sekarang.
***
Rendy memandang makanan di depannya tanpa selera sedikit pun. Mama dan papanya menatapnya serius, tapi dia tidak memerhatikan.
”Ren... kamu lagi ada masalah? Kok dari tadi ngelamun terus sih? Kalau ada masalah, cerita aja ke Mama...”
Rendy mengangkat wajahnya. Dia melihat Mama, Papa, dan Bebby menatapnya, padahal harusnya mereka sedang makan malam.
”Aku lagi nggak laper Ma. Tapi…aku gado perkedel aja deh.” katanya pura-pura ceria sambil menusuk sepotong perkedel dengan garpu.
“Kamu lagi berantem sama Andhita?” tuduh Papanya langsung.
”Kemarin aku ketemu sama Kak Andhita di sekolah. Tapi dari jauh kayaknya dia ngindar, nggak tau kenapa.” kata Bebby.
”Benar, kalian lagi bertengkar?”
Rendy bangkit berdiri dari kursinya. “Aku baik-baik aja. Aku nggak ada masalah sama Andhita. Aku udah kenyang, ke kamar dulu ya Pa, Ma.”
”Kak Rendy, semua masalah itu pasti ada penyelesaiannya. Jangan putus asa ya. Semangat Kak. Jia you!” teriak Bebby menyemangati kakaknya.
Rendy hanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut Bebby. ”Makasih ya jelek.”
Di kamarnya Rendy memencet nomor telepon seseorang. “Halo, gimana?” dia diam sejenak mendengarkan dengan serius. “Jadi semuanya beres nih? Menurut lo, ini bakal berhasil, atau malah memperparah keadaan?” terdengar jawaban serius dari seberang. Lalu Rendy berkata lagi. “Semoga rencana kali ini berhasil.” Rendy memutuskan sambungan.
***
Andhita sedang baca novel di kamarnya. Dia suka banget baca novel teenlit.
“Andhita! Telapon!” teriak Mama.
“Iya, iya!” balas Andhita sambil mengangkat telepon pararel di kamarnya. ”Halo!”
”Dhit! Kita semua lagi ada di Kelapa Gading nih! Mau nonton! Ditraktir sama Putri. Elo ke sini sekarang ya! Nggak pake lama. Kita udah beliin tiketnya. Setengah jam lagi mulai!” seru Keyra di telepon.
Hari ini memang hari minggu, jadi Andhita nganggur, tapi dia belum dandan dan lagi malas banget keluar rumah. Mana waktunya cuma setengah jam.
”Duh, males ah... lo ngasih kabarnya mendadak banget sih. Udah lah, nonton bertiga aja. Lain kali aja ngajak gue-nya.” Ujar Andhita nggak antusias.
”Gue nggak mau tau! Pokoknya lo harus datang ke sini dalam waktu setengah jam. Ketemu depan pintu bioskop ya. Cepet ya!” klik. Telepon ditutup.
Andhita sebal. Dia belum siap-siap. Terpaksa deh dia buru-buru ke kamar mandi dan ganti baju seadanya. Dia hanya memakai kaus ketat dengan jeans pendeknya. Kemudian dia mengambil syal untuk dililitkan di lehernya. Lalu dia menguncir rambutnya dan bedakan tipis. Andhita pun berangkat.
sampai di depan pintu bioskop, ada yang mencolek pundaknya.
“Hai Dhit!”
“Kak Adit!” Andhita kaget. Kok bisa ya Adit ada di sini? Lalu di belakangnya ada ketiga temannya yang tersenyum menyebalkan menghampiri mereka.
Andhita tersenyum manis pada Adit. Tapi dalam hati, Dasar Keyra! Kok dia nggak bilang-bilang kalau bakalan sama Adit di sini?
”Halo Dhit!” sapa Keyra sambil mesem-mesem.
”Hai Key, Sha, Put!” Andhita mendekati ketiga temannya dan berbisik pelan, ”Heh, kalian tuh ngerjain gue ya? Katanya Putri yang traktir kita nonton?”
Keyra menyeringai, ”Sori Dhit! Abis Kak Adit mau nonton bareng sama kita kalau elo juga ikut, jadi terpaksa deh gue boong biar elo datang.”
”Keterlaluan deh lo! Kalau tau gini, gue nggak bakalan datang!”
”Hayolah Dhit... jangan ngerusak kebahagiaan kita dong. Jarang-jarang kan kita bisa nonton gratis?” sahut Putri.
”Ada apa sih?” tanya Adit sambil mendekati mereka.
”Nggak kok Kak!” kata Keyra.
Ding dong ding dong! Terdengar suara pemberitahuan bahwa pintu teater dua telah dibuka. Keyra menyerahkan selembar tiket pada Andhita. “Nih Dhit, tiket lo. Pegang sendiri ya. Lo masuk duluan gih! Gue sama Tasha mao beli makanan dulu. Putri sama Adit mau beli minum di bawah.”
Andhita bengong. ”Gue masuk sendirian? Barengan aja deh…”
“Nggak usah Dhit. Gue nggak lama kok! Lo masuk duluan aja. Cariin bangku kita sekalian.” kata Putri.
Terpaksa Andhita menurut. Ditambah lagi dia memang lagi suntuk banget. Mending dia masuk aja, jadi di dalam dia bisa langsung tidur selama film main, dan habis selesai nonton dia mau langsung cabut!
Andhita masuk ke studio dua yang sudah gelap, karena iklan sudah diputar. Dia mencocokkan nomor tiket dengan tempat duduk yang ada.
“D 10..” gumamnya. Tapi ada seseorang yang duduk di situ.
“Pak, Pak… maaf. Ini tempat duduk saya. Kayaknya bapak salah tempat.” Kata Andhita.
“Emangnya gue kelihatan kayak bapak-bapak?” orang itu balas bertanya. Dari suaranya Andhita sangat mengenalnya.
Andhita kaget melihat siapa dia. ”Rendy?! Kok lo ada di sini?” pekiknya.
”Sssttt...!” bisik Rendy sambil menempelkan telunjuknya di bibir. Andhita menoleh ke belakang, rupanya banyak yang memerhatikan mereka. Buru-buru dia duduk di samping Rendy dan menatap layar di depan.
“Ngapain elo di sini?” bisik Andhita.
”Nonton lah! elo sendiri ngapain?”
”Ya sama!”
Ih! Nyebelin banget! Dengus Andhita dalam hati. Dan Andhita baru sadar kalau dia lagi dikerjain teman-temannya, termasuk Adit.
”Elo yang mengatur semua ini?” Tanya Andhita marah.
“Iah.” Jawab Rendy santai.
“Jadi mereka berempat nggak nonton?”
”Nggak. Cuma kita berdua doang. Hmm..nonton juga sih, tapi di teater satu, dan Keyra udah pesan sama gue, abis nonton gue nganterin lo pulang. Nggak usah nungguin dia katanya. Soalnya dia tau lo pasti bakalan marah besar.”
Andhita hanya mendengus dan diam.
“Sori Dhit…Cuma ini satu-satunya cara supaya gue bisa ketemu sama lo. Sejak malam kesenian, lo selalu menghindar dari gue dan nggak mau ngomong sama gue. Bahkan gue telepon ke rumah lo, lo nggak mau nerima. Gue mau menyelesaikan masalah ini Dhit! Please, jangan menghindar!”
“Masalah? Bagi gue ini bukan masalah.” Ujar Andhita dingin.
“Dhit..gue sayang sama lo. Gue nggak bisa nahan perasaan gue lagi. Gue berantakan Dhit nggak ada lo!”
“Gue…” Andhita nggak bisa berkata apa-apa lagi.
”Karena Putri dan Tasha? Karena mereka lo begini ke gue? Mereka udah baik-baik aja Dhit. Mereka sendiri yang bilang sama gue. Gue nggak bisa ngelepas lo gitu aja Dhit. Gue sayang sama lo!” ujar Rendy sambil menggenggam tangan Andhita yang dingin.
Andhita berpaling menatap Rendy. Wajahnya menghangat. Andhita mencium singkat bibir Rendy dan tersenyum.
“Gue juga sayang sama lo.” Kata Andhita.
Rendy hanya ternganga. Dia nggak nyangka Andhita bakal melakukan hal itu.
”Kenapa? Kaget?” tanya Andhita.
Rendy langsung memeluk Andhita. Dan mencium lembut bibirnya. Kali ini lebih lama.
***

Lovable (part 11)

Malam Kesenian

Andhita berjalan di sepanjang koridor sekolah dengan langkah gontai. Keyra menjajari langkahnya.
”Terus sekarang gimana Key? Apa kita batalin aja penampilan kita?” tanya Andhita.
”Elo mau nyerah begitu aja Dhit? Kita udah latihan lama. Kalau penampilan kita batal, semua teman sekelas kita pasti bakalan bertanya-tanya. Lo nggak mau kan masalah pertengkaran ini jadi nyebar luas?” kata Keyra.
Andhita membelalak. Tapi kata-kata Andhita ada benarnya juga. Dia mengeluh ”Kita bakalan malu banget Key kalau sampai batal tampil.”
Keyra mendesah. Besok malam kesenian, dan sejak keributan di rumah Andhita waktu itu, mereka sudah nggak pernah latihan lagi. Rendy bingung, tapi Andhita nggak mau ketemu sama cowok itu lagi. Hanya Keyra yang jadi penengah, dan terus terang itu membuatnya capek hati.
Andhita dan Keyra berjalan menuju ruang OSIS untuk bertemu dengan Adit dan membatalkan penampilan di malam kesenian.
Keyra berkata, “Jangan begitu Dhit. Melarikan diri dari persoalan bukan jalan keluar. Elo harus bisa menghadapinya. Kita harus tetap tampil besok apa pun yang terjadi.”
Langkah Andhita terhenti. ”Terus kalau Putri sama Tasha nggak mau tampil gimana? Nggak mungkin kan kita tampil berdua?”
Keyra mengeluh dan menatap tanah. Keningnya berkerut dan berpikir. ”Rendy pasti nggak ada masalah. Dia udah tahu semuanya.”
“Elo yang ngasih tau dia?” Tanya Andhita lemah.
”Iya, dia nyesel banget kenapa dia nggak ngasih tau semuanya dari semula. Tapi nggak bisa disalahkan sepenuhnya juga Dhit. Dia kan juga nggak bisa menolak perjodohan kalian.”
”Iya sih... ya udah deh, kalau Rendy mau mengiringi, kita tinggal tanya Putri dan Tasha. Mereka mau nggak bantuin kita tampil besok, walaupun gue tau pasti mereka masih marah banget sama gue.”
Langkah mereka sudah sampai di depan ruang OSIS dan tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Adit keluar. Melihat cowok itu, entah mengapa jantung Andhita nggak berdegup kencang seperti biasanya. Tapi ketika di belakang Adit muncul satu cowok lagi, Andhita merasa wajahnya panas. Rendy!
”Hai!” sapa Adit. ”Mau ketemu gue?”
”Ng...nggak.” kata Andhita menyenggol Keyra.
”Nggak kok Kak Adit. Kita cuma lewat.”
”Oh ya udah. Kebetulan gue juga mau ketemu Bu Mirna. Gue duluan ya.” kata Adit tersenyum pada Andhita.
”Hai.” sapa Rendy.
”Hai Ren.” Keyra yang menjawab.
”Gimana besok?” Tanya Rendy.
“Besok? Ng.. gimana ya?” Keyra balas nanya, wajahnya tampak bingung.
Rendy memandang Andhita yang menundukkan wajahnya. “Masih belum baikan sama Putri dan Tasha?” tanyanya.
Tiba-tiba Andhita berseru marah sambil menunjuk Rendy. “Ini semua tuh gara-gara lo!” dan Andhita berlari meninggalkan mereka.
Rendy menoleh pada Keyra. ”Kenapa dia? Kok sekarang gue kena damprat juga?”
Keyra cemberut. ”Elo emang punya salah. Akuin aja. Tapi sekarang bukan itu yang harus kita pikirkan. Kita harus memikirkan penampilan kita besok.”
”Maksud lo, besok kita jadi tampil apa nggak?”
Keyra mengangguk. ”Gue mau nelpon Putri dan Tasha. Gue mau nanya, apa mereka mau tampil demi Andhita besok. Sebab semua orang udah pada tau kami akan tampil. Kalau nggak jadi kan bakalan ngundang pertanyaan orang, dan lo tau sendiri kan yang namanya gosip.”
Rendy mengangguk. Dia menyerahkan handphone-nya pada Keyra. ”Nih, pake HP gue aja.”
Keyra mengambil HP Rendy dan memencet nomor Putri. “Halo…Putri?”
***
Malamnya Andhita menerima telepon dari Keyra. Keyra bilang Putri mau tampil, dan Tasha setelah dipaksa mau juga, begitu juga Rendy. Tapi Tasha dan Putri menolak untuk latihan lagi. Apa boleh buat, pikir Andhita. Daripada mereka nggak tampil sama sekali.
Tok, tok, tok! Tiba-tiba pintu kamar Andhita diketuk.
”Andhita, ini Mama! Kamu udah tidur belum?”
Andhita membuka pintu. ”Belum Ma..ada apa?” betapa kagetnya Andhita ketika melihat Rendy berdiri di belakang mamanya. Buru-buru dia menutupi dadanya yang walau dibalut piyama putih bercorak beruang cokelat tapi tidak mengenakan bra di baliknya.
”Rendy! Ngapain lo ke sini?” tanya Andhita sambil menutup setengah pintu dan menyisakan celah kecil buat kepalanya. Tubuhnya disembunyikan di balik pintu.
”Dhit, Rendy mau ketemu kamu. Katanya kalian lagi bertengkar ya? Kasian dia, sampai nggak bisa tidur gara-gara pertengkaran kalian.” kata Mama. Dia menoleh Rendy. ”Yuk Ren, kita tunggu di bawah aja. Biar Andhita ganti baju dulu.”
”Iya Tante.” jawab Rendy cengengesan lalu berjalan mendului langkah mama Andhita.
Beberapa menit kemudian Andhita turun ke ruang tamu, sudah mengenakan celana pendek dan tank top putih.
”Kenapa?” tanyanya ketus sambil duduk di hadapan Rendy. Dia melirik cowok itu, yang malam ini tampak ganteng dengan kaus lengan panjang hitam dan jins belel. Rendy melepas topi yang dipakainya, lalu menaruhnya di meja.
”Sori ya malam-malam ngeganggu.”
”Tuh tau ngeganggu. Gue baru mau tidur tadi.” Kata Andhita ketus.
“Tidur jam segini? Kayak bayi aja.”
Andhita melotot. Tuh kan. Cowok ini emang patut diberi pelajaran. Kerjanya cuma cari gara-gara aja! ”Terserah. Cepetan, mau ngomong apaan?!”
”Gue...” Rendy terlihat agak sulit mengutarakan apa yang ingin dikatakannya. Berulang kali dia menelan ludah dan nggak melanjutkan kalimat yang sudah dimulainya. Andhita mengangkat alis dengan tatapan bertanya.
”Kita keluar aja yuk! Gue nggak bebas ngomong di sini kalau bonyok lo ngeliatin terus.” bisiknya. Andhita menoleh ke belakang dan melihat Mama dan Papa sedang duduk di meja makan sambil memandang mereka berdua. Pantas saja!
Dia bangkit berdiri. ”Ya udah. Duduk di teras aj yuk.” ajaknya. Dia menoleh papa-mamanya. ”Papa sama Mama kan biasanya nonton TV jam segini, jadi jangan ganggu Andhita ya? Andhita mau ngomong serius nih sama Rendy.”
Mama meringis, Papa menyeringai lebar. Dengan patuh mereka masuk ke ruang keluarga dan menonton TV di sana.
Di teras, Rendy juga tak kunjung bicara.
“Katanya tadi mau ngomong?” Tanya Andhita nggak sabar.
“Dhit, elo tahu nggak kalau wajah lo tuh mirip banget sama seseorang yang pernah gue kenal?”
“Siapa?”
“Cewek yang ada di foto itu…”
Andhita ingat. Cewek di foto itu memang berambut panjang, mirip dengannya.
“Oh, cewek yang pernah gue tanyain?”
Rendy mengangguk.
“Grey?” Tanya Andhita. Saat bertanya seperti itu, tanpa sadar wajahnya memerah.
”Iya. Dia sahabat gue waktu gue di surabaya dulu. Elo tau kenapa gue gak nolak waktu Papa ngajak gue pindah ke Jakarta?”
“Karena dia?” tebak Andhita.
Rendy mengangguk.
“Dia...ninggalin lo?” Tanya Andhita hati-hati.
Rendy mengangguk lagi.
”Elo nggak nolak pindah ke Jakarta, karena dia ninggali lo? Gue kok jadi nggak ngerti gini ya?” Tanya Andhita bingung.
“Dia bukan ninggalin gue gitu aja. Tapi dia meninggal dunia, karena leukemia.”
”Me...meninggal?”
”Iya. Dan gue sangat terpukul. Tadinya kita cuma sahabat biasa. Tapi perasaan gue ke dia beda. Gue sayang banget sama dia. Tapi waktu gue menyatakan perasaan gue, dia ngasih tau ke gue kalau dia udah di vonis dokter kalau hidupnya tinggal enam bulan lagi.”
Andhita terdiam. “Jadi, enam bulan setelahnya dia meninggal?”
“Nggak. Tiga bulan lebih cepat dari yang diperkirakan.”
Mereka diam dalam keheningan. Melihat air mata menggenangi mata Rendy, Andhita jadi kasihan dan bersimpati. Dia menglurkan tangan dan menggenggam tangan cowok itu.
“Elo pasti sedih banget ya ditinggal sama orang yang paling lo sayang?”
Rendy mengangguk. “Sebelum meninggal, dia bilang dia cinta sama gue. Gue sampai nggak masuk sekolah selama sebulan setelah kejadian itu. Akhirnya bokap gue memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan mencari suasana baru.”
Andhita mengangguk mengerti.
”Lalu beberapa bulan yang lalu, bokap gue menunjukkan satu foto ke gue. Rambutnya panjang, matanya bulat, dan cantik. Papa bilang itu foto anaknya Om Heru.”
“Foto… gue?”
“Iya. Mereka bilang kalau cewek itu udah dijodohin sama gue. Dan gue merasa seperti mendapat kesempatan kedua. Kesempatan untuk mengenal Grey kedua kalinya. Kesempatan untuk bersama dia lagi dan bisa mencintainya.”
Andhita merasa tubuhnya kaku. Dia tahu, dia mulai menyukai Rendy, bahkan mulai mencintainya dan berharap perasaan Rendy sama dengannya. Tapi setelah mendengar Rendy hanya tertarik dengan semua kemiripan Grey padanya. Andhita jadi sedih.
“Jadi lo selama ini membayangkan kalau gue ini Grey?” tanya Andhita perlahan.
”Tadinya begitu. Tapi... sejak gue mencoba untuk mengenal elo lebih dekat, gue sadar elo sama sekali bukan Grey yang gue kenal. Semakin gue cari kemiripan kalian. Semakin banyak perbedaan yang gue dapat.”
Andhita merasa hatinya sangat sakit. Ternyata begini dangkalnya perasaan Rendy padanya. Bahkan mungkin sekarang cowok itu menyesal mengenal Andhita.
”Elo nyesel...dijodohin sama gue?”
”Perjodohan itu...sebenarnya gue sama sekali nggak dipaksa. Orangtua gue bukan orangtua yang kolot dan memaksakan kehendak. Begitu juga dengan orangtua lo. Mereka sepakat untuk memperkenalkan kita, bukan untuk memaksa. Hanya saja, siapa tahu anak mereka berjodoh...”
”Jadi selama ini elo menyesal?”
Rendy mengangguk, membuat Andhita semakin sakit.
”Gue menyesal…menganggap lo sebagai Grey.”
Andhita menunduk saja, tidak mengatakan apa-apa. Dia kahabisan kata-kata.
”Terus gue sadar bahwa perasaan gue terhadap Grey nggak sama dengan perasaan gue ke lo. Perasaan gue terhadap Grey sangat kuat, karena kita udah bersahabat lama. Tapi perasaan gue ke elo...”
”Elo nggak punya perasaan apa-apa kan?”
”Sebaliknya. Gue jatuh cinta sama lo. Gue jatuh cinta sama semua perbedaan yang lo punya. Gue mencintai lo, bukan Grey. Gue mencintai lo sejak gue ketemu sama lo.”
Gemerisik dedaunan yang tertiup angin tidak sedahsyat gemuruh di dada Andhita yang sedang bersorak kegirangan.
Rendy memandang Andhita. ”Sebenarnya, gue mau nunggu samapi lo luluh sama gue. Tapi gue nggak pernah bisa ngerti perasaan lo ke gue, soalnya elo selalu ketus dan nggak bersahabat. Jadi malam ini juga, gue mau denger dari mulut lo, gimana perasaan lo yang sebenarnya ke gue. Dan kalau pun perasaan kita nggak sama, gue bersedia mengundurkan diri dari perjodohan ini.”
”Mengundurkan diri?” tanya Andhita bingung.
Rendy mengangguk. “Gue nggak mau berlindung lagi di balik perjodohan kita. Selama ini, dengan menjadi cowok yang dijodohkan sama lo, gue punya kans lebih besar buat ngedapetin lo. Bisa ngedate sama lo, pokoknya bisa lebih sering sama lo. Tapi gue udah capek Dhit. Gua nggak bisa mendam perasaan gue lebih lama lagi. Kalau lo emang lebih suka sama Adit…”
“Adit?”
“Iya. Elo terus terang aja sama gue. Tenang aja, nanti gue yang bilang sama orangtua gue sama orangtua lo juga. Nggak usah takut, gue nggak akan mengambil kesempatan lagi.”
”Tapi Ren, gue nggak ada perasaan apa-apa sama Adit. Dia tuh cuma kayak idola buat gue. Tapi untuk jadi pacarnya...” Andhita mengangkat bahu, ”Kayaknya nggak deh. Gue benar-benar nggak punya kesamaan sama dia. Dan kalau gue lagi sama dia, gue malah mikirin cowok lain...”
Rendy kaget. ”Masih ada cowok lain lagi?”
Andhita tersenyum. “Entah kenapa, kalau gue lagi sama dia, yang kebayang dipikiran gue cuma elo…”
Rendy melongo, lalu tersenyum. “Jadi…”
Andhita mengangguk. Dan malam pun menyaksikan senyum mereka.
***
Keesokan harinya, malam kesenian berlangsung. Tapi yang mengisi acara malam kesenian bisa langsung ke Taman Ismail Marzuki dan mempersiapkan diri di sana. Andhita dan Keyra dudu di bangku penonton sambil melihat gladi resik drama sekolah. Putri nggak datang. Dia bilang akan ke salon dulu untuk menata rambut, yang menurut Andhita hanya alasan untuk menghindarinya. Sedangkan Tasha hari ini ikut ulangan susulan, jadi nanti sore dia baru datang. Rendy, selain menjadi penanggung jawab asambel, ternyta dia juga bermain keyboard pengiring drama, jadi dia sibuk. Tinggal Andhita dan Keyra yang merasa bosan karena harus menunggu, sambil menonton geladi resik.
”Jadi... elo sama Rendy udah jadian?” tanya Keyra.
”Iah. Dia bilang dia cinta gue, dan gue juga udah gak bisa bohongin perasaan gue lagi kalau gue sayang sama dia. Jadi kita berdua memutuskan untuk jadian.”
”Pacaran aja? Atau sampai nikah?”
”Nggak lah. gue juga nggak kepikiran nikah dulu. Itu kan urusan nanti. Lagian, perjodohan ini kan buat ngikat persahabatan bokap nyokap gue sama Rendy. Tapi kalau orangtua gue sih emang maunya punya mantu kayak Rendy.” kata Andhita.
Keyra memandang wajah senang sahabatnya. Andhita memang lagi kasmaran.
“Bagus deh, gue ikut senang sama hubungan lo sama Rendy. Tapi, kita harus nyelesaikan masalah sama Tasha dan Putri dulu. Baru hubungan lo ini bisa tenang.”
Wajah Andhita dan Keyra berubah mendung. “Gue nggak tau gimana caranya memulihkan kondisi ini, tapi gue juga nggak bisa nyingkirin Rendy begitu aja dari kehidupan gue. Lagi pula belum tentu itu bisa bikin hubungan gue sama Putri dan Tasha membaik.”
“Eit..gue juga nggak nyuruh begitu.” Sela Keyra.
“Gini aja. Malam ini, setelah kita tampil, gimana kalau kita berempat ngomongin masalah ini? Kita keluarin semua unek-unek yang ada di hati kita. Gue juga mau minta maaf sama Tasha dan Putri.” usul Andhita.
”Good idea. Kita coba aja.”
***
Sudah sejak lama Andhita, Keyra, Putri, dan Tasha merancang baju yang akan mereka pakai untuk malam kesenian ini. Yang merancang Tasha, si pemalu yang jago ngedesain. Yang menjahit mamanya Tasha yang memang penjahit ternama. Kainnya mereka beli sama-sama. Pilihan mereka jatuh pada bahan sutra tipis yang jatuh dengan indahnya di tubuh mereka. Warnanya beda-beda. Andhita dapat warna pink, Tasha warna biru, Putri warna ungu muda, dan Keyra wara cokelat muda. Modelnya asimetris dengan satu bahu terbuka dan satu bahu lagi bertali tipis. Bahan itu dibuat tiga tumpuk dengan potongan miring sampai ke mata kaki. Lalu selendang dari bahan yang sama dibelitkan tipis ke leher mereka.
Baju itu sudah jadi beberapa hari yang lalu, sebelum insiden pertengkaran mereka. Bajunya sangat bagus sehingga Andhita sayang untuk memakainya. Empat warna dengan model yang sama menunjukkan kekompakan mereka. Tapi kini... dia nggak tahu ke mana rasa saling memiliki itu pergi. Apa cuma gara-gara cinta mereka harus begini? Apa yang harus dilakukannya? Bagaimana dia seharusnya mengambil sikap? Andhita menghela napas sedih. Dia menempelkan gaun itu ke tubuhnya dan mematut dirinya di depan kaca. Gaun yang bagus. Tasha hebat, pikirnya. Kelak sahabatnya itu harus mencari uang dari rancangannya yang hebat.
”Duh, modelnya ribet amat sih?” Keyra yang keluar dari ruang ganti menggerutu. Dia berjalan kaku dalam balutan gaun cokelatnya. Andhita menoleh dan tersenyum.
”Elo cantik Key.” katanya.
Keyra mendengus sedikit bangga. “Nggak salah Dhit? Badan gue jadi kayak lontong dibalut ketat gini. Jalan aja susah.”
Andhita menghampiri sahabatnya dan mengulurkan tangan untuk membetulkanlapisan tipis yang terlipat. ”Elo harus sering pakai gaun dong, Key! Gimana jadinya kalau lo nanti nikah? Pakai baju pengantin, nanti nggak bisa jalan dong?”
Keyra terbahak. ”Ngaco! Gue nggak ada rencana kawin sekarang.” dia menatap Andhita. ”Elo tuh yang harusnya punya rencana kawin. Calonnya kan udah ada.”
Wajah Andhita memerah. ”Jangan ngebayangin yang nggak-nggak ah. Hubungan gue sama dia kan cuma pacaran biasa.”
Ada suara terdengar dari belakang mereka.
”Hubungan pacaran yang ngorbanin teman?” mereka berdua menoleh dan melihat Putri sudah berdiri di belakang mereka dengan wajah dingin.
”Put...elo baru datang?” tanya Andhita salah tingkah.
”Gue bukan tipe orang yang suka ingkar janji.” kata Putri datar. ”Apalagi mengkhianati teman.” tambahnya.
Keyra melihat suasana mulai panas dan berusaha menengahi. ”Elo mau ganti baju sekarang Put? Udah jam enam nih. Satu jam lagi acara dimulai. Kita tampil duluan lho!” dia melihat rambut Putri sudah tertata rapi dan dihiasi bunga-bunga kecil berwarna ungu. Wajahnya juga sudah di-makeup tipis. Sedangkan Andhita dan Keyra di makeup oleh tim penata rias dari sponsor kosmetik lokal buat malam kesenian mereka. Lumayan juga, walau mereka harus menghapus sedikit karena ketebalan. Andhita bahkan merombak tata rias wajahnya karena dia membawa alat makeup sendiri dari rumah. Biasa, Andhita kan memang suka dandan.
”Nggak usah, lo duluan aja. Gue yang datang belakangan biar ganti baju belakangan.”
Semua kata-kata Putri berbau sindiran. Andhita yang ingin menjawab disenggol Keyra. Keyra menunjuk kamar ganti dengan dagunya, menyuruh Andhita cepat-cepat ganti baju sebelum terjadi pertengkaran. Andhita menurut.
Sepeninggal Andhita, Keyra bertanya pada Putri. “Tasha mana?”
Putri mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya, lalu memerhatikan wajahnya. Dia menghapus sedikit noda hitam di sudut matanya dengan tisu.
”Gue nggak bareng dia.”
”Eh Put...gue mau ngomongin sesuatu.” Kata Keyra.
“Kalau elo mau ngomongin Andhita, lebih baik nggak usah. Gue udah muak sama dia.”
”Put, sebenarnya Andhita tuh udah jadian sama Rendy.” kata Keyra pelan.
Putri menoleh dan tangannya yang memegang tisu terhenti di udara. ”Begitu?” katanya beberapa saat kemudian dengan ekspresi kecewa.
”Iya, Rendy calon tunangannya. Seberapa besar perasaan lo ke Rendy, cowok itu udah suka sama Andhita sejak awal. Jadi...”
Putri membuang muka. ”Udah deh, nggak usah diomongin lagi. Gue udah tau itu pasti akan terjadi, tapi gue masih sakit hati. Kalau lo minta gue memaafkan Andhita, gue perlu waktu...”
Keyra mendekati Putri. ”Put, elo kan tau kita udah sobatan sejak kecil. Jangan gara-gara masalah cowok kita jadi berantem gini. Andhita nggak salah-salah banget. Dia juga baru tau kalau Rendy itu tunangannya baru-baru ini. Keterlambatan dia ngasih tau kita memang ekhilafan, tapi...namanya juga manusia. Wajar aja kalau kadang-kadang melakukan kesalahan.”
Putri termenung. ”Key, sebenarnya gue juga nggak suka bertengkar kayak gini. Sikap gue begini karena cemburu. Udah setahun ini, sejak gue putus dan ngejomblo, belum pernah ada cowok lagi yang ‘kena’ di hati gue selain Rendy. Dan setelah gue tau kalau ternyata dia udah dijodohin sama Andhita, gue kecewa.”
Putri mulai terisak. Keyra buru-buru mencari tisu, takut riasan wajah Putri luntur.
”Gue ingin memberanikan diri mengutarakan perasaan gue sama Rendy setelah malam ini. Sekarang gue...”
”Put, Rendy udah jadi milik Andhita.”
“Gue tau.”
“Sekarang relakan aja dia jadi pacarnya Andhita. Gue percaya kok lo tuh berjiwa besar.”
Putri memeluk Keyra erat. “Emang, gue juga nyesel kenapa cinta bisa ngebuat gue jadi lemah gini.”
Keyra melapaskan pelukan Putrid an berkata pelan. ”Makanya, gue paling sebel ngeliat orang jatuh cinta...”
***
Jam tujuh kurang lima belas menit, tempat duduk hampir penuh seluruhnya, tapi Tasha belum kelihatan batang hidungnya. Putri sudah tidak berkata pedas lagi pada Andhita, tapi cewek itu memilih diam. Begitu juga dengan Andhita, nggak tahu mau ngomong apa. Mereka bertiga menunggu di ruang rias dengan hati cemas. Bagaimana kalau Tasha nggak datang? Cewek itu pegang suara satu. Dulu saja waktu Putri mengambil alih suara satu, suara mereka jadi nggak karuan. Soalnya Putri sudah terbiasa menyanyikan suara tiga.
Tiba-tiba kepala Rendy muncul di balik pintu ruang rias yang dibukanya. ”Sudah siap belum?”
Cowok itu masuk, dan Andhita merasa wajahnya memanas. Rendy tampak keren dalam setelan jas hitam. Baru kali ini Andhita melihat cowok itu dalam pakaian formal. Keyra menoleh pada Putri yang membuang muka ke arah lain.
”Sudah, tinggal nunggu Tasha.” jawab Keyra.
Rendy melirik jam tangannya. “Jam tujuh kurang sepuluh menit. Waktu pembukaan acara kita harus tampil. Apa perlu gue kasih tau Adit agar penampilan kalian diundur aja?”
Keyra yang nggak tahu harus menjawab apa menyenggol Putri. Putri menjawab, ”Diundur aja deh, jadi sesudah drama. Terus, kalau tasha belum datang juga, biar si Fitri anak kelas satu yang tampil duluan, setelah itu baru kita. Sekitar tujuh empat lima.”
Andhita kagum. Rupanya walaupun Putri nggak mengikuti geladi resik, dia tahu persis urutan acaranya.
Rendy mengangguk. ”Oke deh. Oh ya, ngomong-ngomong, kostum kalian bagus. Kalian kelihatan cantik pakai gaun itu.” Kemudian Rendy berlalu dari situ.
Sepeninggal Rendy, Putri mendekatkan tubuhnya pada Keyra dan bergumam, ”Kalau gue belum tau, gue pasti langsung terpengaruh ucapan Rendy tadi.” Keyra hanya tertawa kecil mendengarnya.
”Tasha!” tiba-tiba andhita berseru.
Putrid an Keyra menoleh ke pintu. Tasha berdiri di sana, masih dengan baju sekolah dan tas sekolah. Wajahnya masih belum dirias dan tampaknya dia belum mandi.
Putri langsung bengkit berdiri. “Kok lo belum ganti baju sih? Ayo cepat ganti baju dan cuci muka. Biar Andhita yang dandanin.!” Putri kembali ke asal.
“Nggak usah, biar gue dandan sendiri.” Kata Tasha sambil meletakkan tas sekolahnya di meja rias dan mengeluarkan bungkusan dari dalamnya, lalu menyiapkan gaunnya yang berwarna biru.
“Gimana sih Sha, elo nggak niat ya?” omel Keyra. Dia menutup hidungnya. ”Lo belum mandi lagi! Bau tau!”
”Emangnya gue kelihatan ada niat?” kata Tasha dan menghilang ke kamar ganti.
Andhita menunduk. Tasha masih marah. Putri sudah mendingan, walau masih marah padanya. Kalau begini terus, rencana Andhita dan Keyra untuk berkumpul sehabis tampil nanti dan membicarakan masalah mereka rasanya nggak mungkin terlaksana.
Lima menit kemudian. Tasha keluar dari kama ganti. Wajahnya sudah bersih dan dia sudah mengenakan bedak dan lipstik. Dia menghampiri cermin dan menyisir rambut.
”Apa kita mau latihan dulu sebentar sebelum tampil?” tanya Keyra dengan suara bergetar. Kayaknya dia grogi. Mendadak Andhita sadar, sebentar lagi mereka tampil di depan ratusan siswa SMU Pramita plus kerabat dan keluarga mereka. Dia tiba-tiba merasa demam panggung dan kepalanya pusing.
“Nggak usah Key.” Jawab Tasha tenang. “Apa yang akan terjadi, ya terjadi. Yang penting kita berempat tampil kan?”
Putri menatap Keyra. Sekarang dia sadar betapa menyebalkannya sikapnya barusan. Soalnya Tasha juga menyebalkan sih. Dia angkat suara. ”Kalau gue, tetap mau latihan.”
Setelah sepakat, akhirnya Keyra, Putri, dan Andhita menyatukan suara. Mereka latihan tanpa Tasha. Soalnya mereka nggak mau tampil malu-maluin, setidaknya demi sekolah mereka.
***
Setengah jam kemudian, mereka berempat sudah bersembunyi di balik tirai panggung. Acara drama baru saja selesai. Putri mengintip. ”Gile! Penontonnya penuh banget! Nggak ada kursi kosong.”
”Mana? Mana? Nyokab gue keliatan nggak?” ujar Keyra.
”Duh, gimana dong? Gue demam panggung nih.” Ujar Andhita.
“Teman-teman SMU Pramita, setelah ini kita akan mendengarkan persembahan lagu dari Fitri kelas 1 C, dilanjutkan dengan lagu A Whole New World yang akan dibawakan oleh vokal grup dari kelas dua.” tutur MC.
”Habis ini kita. Masing-masing berdoa deh, biar nggak tampil malu-maluin.” kata Putri dengan suara bergetar.
Ketika Andhita menoleh ke belakang, wajahnya berubah pucat. Tasha yang tadi berdiri di belakangnya sudah tidak ada. Kemana Tasha?
***
Koridor ruang belakang kosong. Ruang rias kosong. Andhita, Putri, Keyra, dan Rendy membuka ruang demi ruang untuk mencari Tasha. Nihil. Tasha nggak ada di mana-mana. Dalam kepanikannya Andhita mulai terisak.
”Semuanya gara-gara gue. Tasha pasti nggak mau nyanyi gara-gara benci sama gue..”katanya.
”Udah, nggak ada gunanya nyalahin diri sendiri. Sekarang yang penting kita bisa nemuin Tasha, dan ngebawa dia ke panggung secepatnya.” kata Putri.
”Keburu nggak ya? Fitri pasti udah selesai.” ujar Keyra.
”Masih keburu kok. Gue udah nyuruh MC memulai modern dance duluan. Kita bisa nyanyi setelahnya.” Kata Rendy nyantai.
“Kalau kita nggak berhasil nemuin Tasha…”gumam Andhita. Dia berhenti mendadak sehingga ketiga orang di belakangnya saling mendesak ingin mendengarkan kelanjutan ucapannya. ”Atau kita batal tampil aja?” lanjut Andhita. ”Kita nggak usah tampil deh. Kita berempat kan tampil demi kekompakan kita. Sekarang, semua itu sudah hilang, buat apa ngisi acara seolah kelihatan harmonis di atas panggung, tapi kenyataannya nggak sama sekali.” ujarnya dramatis. Suaranya meninggi dan matanya berkaca-kaca.
”Dan ini semua gara-gara lo Ren! Gue udah menduga, kalau hubungan ini nggak bakalan berhasil, tapi malah bikin ricuh! Gue nggak bisa nerusin hubungan ini. Gue lebih milih kehilangan lo, daripada gue kehilangan sahabat gue. Gue nggak mao persahabatan gue hancur!” serunya pada Rendy.
”Andhita!” seru Keyra.
“Dhit, jangan begitu,” sela Putri. Dia tampak nggak enak hati.
Rendy tercenung. “Jadi, menurut lo ini semua gara-gara gue, gitu? Kalian bertengkar gara-gara gue?”
“Gue kan udah pernah cerita sama lo Ren.” Ujar Keyra. “Kan gue bilang Putri dan Tasha itu, mereka…”
“Key!” cegah Putri.
Keyra nggak peduli dan tetap melanjutkan kata-katanya, ”Mereka jatuh cinta sama lo!” seru Keyra.
”Gue...” Rendy tidak bisa berkata apa-apa. Tampaknya dia baru benar-benar menyadari situasi ini.
”Dan lo udah bikin persahabatan gue ancur!” kata Andhita.
“Sori Dhit,” kata Rendy pelan. ”Tapi gue nggak bermaksud begitu...”
”Sekarang gimana?” tanya Keyra putus asa.
Tapi Rendy langsung menyela, ”Gue bisa jelasin semuanya. Gue emang salah. Sejak pertama bertemu Andhita di sekolah, gue udah jatuh hati sama dia. Tapi gue ngeliat sikap dia biasa aja sama gue. Bahkan dia selalu ketus sama gue. Jadi gue tanpa sadar telah mencoba untuk membuat Andhita cemburu. Ya caranya… gue nggak pernah menolak untuk dekat dengan Tasha dan Putri. Tapi…gue nggak nyangka kalau mereka benar-benar serius.”
“Cukup! Jangan lo terusin lagi Ren!” sela Putri dingin.
Sesosok cewek muncul di hadapan mereka. “Ya, jangan diterusin. Elo nggak cuma ngebuat Gue dan Putri sedih. Tapi juga Andhita. Dia udah bersikeras nahan perasaannya selama ini.”
”Tasha!” seru yang lainnya hampir berbarengan.
”Elo udah memanfaatkan gue Ren. Apa lo tau, kalau jadi tempat curhat itu sama sekali nggak enak? Elo cerita tentang perjodohan itu sama gue, tapi elo nggak pernah bilang kalau elo suka sama Andhita. Itu membuat gue berpikir, gue masih ada kesempatan buat ngadapetin lo. Lo jahat Ren! Itu sama aja lo mempermainkan perasaan orang.”
Andhita kaget. Tasha tau tentang perjodohan ini sejak dulu? Kenapa dia nggak langsung membicarakan hal ini dengannya?
“Tasha, sori ya sebelumnya. Gue sama sekali nggak bermaksud mempermainkan elo.” tegas Rendy. ”Elo begitu baik sama gue dan perhatian lo membuat gue merasa elo adalah teman yang tepat untuk curhat. Tapi begitu elo nempelin pengumuman kalau Andhita sudah dijodohin, gue berusaha untuk menjauh karena gue sendiri pun nggak ngerti kenapa lo ngelakuin hal itu.”
Jadi...Tasha yang menempel semua pengumuman misterius itu? Semua mata memandang Tasha.
Tasha menunduk malu. ”Iya, emang gue yang menulis semuanya. Tujuan gue cuma satu, gue mau Andhita mundur dari perjodohan itu. Sori banget, Dhit... tapi waktu itu pikiran gue lagi kacau. Dan sekarang, setelah gue tahu kalau Rendy cuma suka sama lo...”
Andhita mendekati Tasha dan memeluk sahabatnya. Tasha menangis.
”Sha, semua itu nggak ada artinya bagi gue. Percaya deh. Gue nggak mau kehilangan lo semua. Gue juga udah mutusin, gue milih lo bertiga, gue nggak akan meneruskan hubungan gue sama Rendy...”
Tanpa sepengetahuan Andhita, wajah Rendy langsung pucat. Cowok itu kaget luar biasa mendengar ucapan Andhita.
“Dhit, udah dong!” sela Putri. Andhita melapaskan pelukannya dari Tasha dan menoleh ke Putri. ”Elo dan Rendy itu pasangan serasi.” lanjut Putri. ”Tadinya gue emang naksir sama Rendy, tapi setelah apa yang dia katakan barusan gue juga baru sadar, mungkin gue-nya aja yang berlebihan. Menganggap semua perhatian Rendy itu beneran ke gue. Manusia kan bisa melakukan kesalahan. Apalagi soal cinta.” Putri mendekati Andhita dan merangkulnya. ”Apapun yang terjadi, kita tetap sahabat kan?” katanya.
”Semua hubungan, pasti ada masalahnya. Sama aja kayak pohon, semakin tinggi pohon itu, semakin kencang angin yang menerpa. Setelah melalui masalah ini, malah akan membuat persahabatan kita makin erat.” Keyra pun mendekat dan memeluk ketiga sahabatnya.
Rendy memandang empat cewek di depannya dan perlahan menjauhi mereka. Dia akan beritahu MC kalau mereka sudah siap untuk tampil.
***
Lampu dimatikan, beberapa murid yang iseng berteriak-teriak. Tapi begitu mereka berempat menyebar di panggung dengan sorotan empat lampu besar yang masing-masing terfokus ke mereka, semua penonton terdiam. Alunan denting piano Rendy membuka intros syahdu. Suara mereka pun mengalun. Andhita, Tasha, Keyra, dan Putri menyanyi di depan mikrofon mereka masing-masing.

I can show you the world, shinning, shimmering, splendid
Tell me princess now when did you last let your heart decide
I can open your eyes, take you wonder by wonder
Over side ways and under on a magic carpet ride

A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no or where to go or say we're only dreaming
A whole new world, a dazzling place I never knew
But when I way up here, it's crystal clear
That now I'm in a whole new world with you

Unbelievable sight, indescribable feeling, soaring, tumbling, free wheeling
Through an endless diamond sky

A whole new world (don't you dare close your eyes)
A hundred thousand things to see (hold your breath it gets better)
I like a shooting start, I've come so far
I can't go back to where I used to be

I'll chase them anywhere
There's time to spare, let me share
This whole new world with you

Tepuk tangan riuh terdengar. Keempat sahabat itu mendekati pusat panggung dan berangkulan. Lampu sorot mengikuti mereka hingga menjadi satu titik. Mereka adalah satu. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
Tapi...bagaimana dengan hubungan Andhita dan Rendy? Apa Andhita harus mengorbankan perasaannya demi persahabatan?
***
”Andhita! Andhita! Tunggu!” panggil Rendy sambil menarik tangan Andhita.
Andhita menepis tangan Rendy, ”Sori Ren. Hubungan kita nggak bisa diterusin lagi.”
Rendy memegang pundak Andhita dan menarik tubuh cewek itu hingga berhadapan dengannya. ”Dhit, elo yakin akan mengorbankan perasaan lo sendiri demi Tasha dan Putri?”
Andhita terdiam, lalu mengangguk. ”Ren... sori banget… gue nggak bisa mengkhianati mereka...”
”Terus, gimana dengan gue? Elo nggak nimbang perasaan gue?” nada suara Rendy meninggi.
“Gue yakin elo bisa ngedapetin cewek yang lebih baik dari gue dengan gampang.” Adnhita cepat-cepat meninggalkan Rendy yang berdiri mematung.
“Ini semua sulit buat gue Dhit.” Kata Rendy berbisik. Dia benar-benar bingung. Apa semua ini harus berakhir begini saja?
***

Lovable (part 10)

Pertengkaran Empat Sahabat

Lagu A Whole New World yang belum ada “jiwa”nya itu benar-benar bikin Andhita pusing. Malam itu dia mencoba menyanyikannya di depan Papa dan Mama. Niatnya untuk observasi benar-benar serius.
Papa menawarkan, ”Apa mau diiringi gitar Dhit? Papa bisa ambil dari gudang.”
Andhita meringis. ”Nggak usah deh Pa. Andhita nyanyi akapela aja.”
”Oke deh.”
Mama meletakkan majalah yang sedang dibacanya, dan Papa membuka kacamatab bacanya lalu meletakan dokumen yang sedang ditandatanganinya.
Andhita berdeham untuk melancarkan tenggorokannya. ”Ehem..ehem..” dia mengambil posisi tegap dan mengisi paru-parunya dengan udara. Perutnya dikempiskan seperti gaya menyanyi penyanyi seriosa kawakan.
I can show you the world, shinning, shimmering, splendid
Tell me princess now when did you last let your heart decide
I can open your eyes, take you wonder by wonder
Over side ways and under on a magic carpet ride
Papa dan Mama memerhatikannya. Meskipun Andhita menyanyikan versi duanya, tetap saja mereka mendengarkan dnegan serius. Ketika selesai, Andhita bertanya, ”Gimana menurut Mama sama Papa?”
Mama duluan yang mengomentari. ”Ehm... gimana ya? Suara kamu cukup bagus dan menyanyikannya juga cukup baik. Tapi... kamu kurang menghayati isi lagunya. Kesannya seperti...”
”Nyanyian lagu Indonesia Raya waktu upacara.” Papa nyeletuk.
Mama melotot. ”Bukan. Kalau itu sih tergantung penyanyinya. Pakai penghayatan juga bisa.”
”Maksud Papa, Andhita nyanyinya kayak robot. Nggak ada alunannya.” tambah Papa.
”Iya, benar Dhit..” Mama mengangguk-angguk.
Wajah Andhita muram. “Nah, justru itu masalahnya Pa. Andhita juga pengen tau gimana cara kita menghayati lagu. ‘Cukup bagus’ kan nggak membuat lagu itu jadi istimewa.”
Papa dan Mama berpikir sejenak. Tiba-tiba Papa puny ide. “Begini aja! Gimana kalau kamu menyanyikan lagu itu di taman? Sekarang Dhit! Semua lampu kita matiin. Jadi kamu cuma bisa melihat cahaya bulan dan mendengarkan suara alam. Jadi kamu bisa...”
”Menghayati lagu!” timpal Mama.
”Benar!”
Andhita tersenyum. Kenapa dia nggak memikirkan ide ini sejak kemarin ya? ”Kalau begitu, ayo kita mulai sekarang.” kata Andhita sambil menuju taman rumahnya.
A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no or where to go or say we're only dreaming
A whole new world, a dazzling place I never knew
But when I way up here, it's crystal clear
That now I'm in a whole new world with you
Plok! Plok! Plok! Tepuk tangan Mama dan Papa terdengar.
“Bagus! Bagus! Ini baru pengahayatan.” Seru Mama.
Andhita tersenyum gembira. Dia juga merasa begitu tadi.
Plok! Plok! Plok! Ternyata ada suara tepu tangan susulan. Andhita dan kedua orangtuanya jadi kaget. Mereka menoleh dan melihat seorang cowok tinggi atletis di depan pagar.
Rendy? Batin Andhita. Ngapain lagi tuh anak ke sini?
”Selama malam Om, Tante...” kata Rendy ramah.
”Eh..kamu Ren.. kami lagi mengobservasi lagunya Andhita. Dia bilang dia butuh penghayatan, jadi kami mengajaknya ke sini.” kata Papa.
”Maaf aku datang malam-malam Om. Aku mau mengantarkan kue buatan Mama untuk Tante Anne dan Andhita.” kata Rendy.
”Jadi buat Om nggak ada nih?”
”Buat Om juga deh.” senyum Rendy. Dia memberikan sekotak kua pada Mama Andhita dan langsung membawa kue itu ke dalam.
”Om dan Tante masuk dulu ya. Kalau kamu mau ngobrol sama Andhita, silahkan.” kata Papa.
Andhita melotot. Uh, lain banget sikap mereka tempo hari, waktu mereka belum tahu bahwa Rendy adalah calon tunangannya. Waktu itu Andhita dan Rendy diawasi terus di ruang tamu. Sekarang mereka malah ditinggal berdua di taman yang gelap.
”Aku nggak lama-lama kok, Om. Aku paling cuma mau ngomongin soal vokal grup sebentar sama Andhita.” Kata Rendy.
“Lama juga nggak apa-apa.” Papa Andhita tersenyum lebar. ”Om tinggal dulu ya?” kata Papa Andhita sambil meninggalkan mereka berdua.
Andhita menunjuk bangku taman tempat Papa tadi duduk, mempersilahkan Rendy duduk di situ. ”Duduk Ren.” katanya enggan. Rendy segera duduk di situ.
”Jadi ceritanya elo udah bisa mengahayati lagu nih?” kata Rendy sambil cengengesan.
”Yah.. begitu deh. Setidaknya sekarang gue tau gimana caranya mengahayati lagu ini. Kalau elo kan tentunya nggak usah diajari lagi kan. Elo kan punya teman yang hebat dan bisa menyanyi dengan hati.” sindir Andhita.
Rendy tertawa. ”Elo masih ingat kejadian tadi siang? Kenapa, cemburu?”
”Ngaco! Jangan GR deh lo! Lagian lo ngapain sih di sini? Bukannya pulang, masih kangen sama gue?” tanya Andhita asal.
”Kan gue udah bilang, mau ngomongin soal grup vokal.”
Andhita memandang Rendy. “Dan nyokab lo niat banget nyuruh lo nganterin kue malam-malam ke sini. Pasti buat ngelaksanain niatnya, memaksa elo supaya bisa dekat sama gue.”
Rendy mengangkat bahu. ”Nggak tahu deh. Tapi kalau dipikir-pikir...mungkin juga.”
”Oh ya, terus hubungan lo sama Putri gimana?”
Rendy mengerutkan kening. ”Linda? Baik-baik aja.”
”Sama Tasha?”
”Baik juga.” jawab Rendy bingung. “Sama Keyra juga baik. Emangnya kenapa?”
”Bukan begitu. Gue denger dari Keyra, katanya elo suka makan bareng di kantin sama Putri, terus ke perpustakaan sama Tasha. Gue cuma mau ngasih tahu, sebaiknya elo jangan terlalu banyak tebar pesona sama cewek-cewek. Lo sadar nggak sih, kalau perbuatan lo sama aja dengan mempermainkan mereka?”
Rendy bertanya polos. ”Kenapa? Elo cemburu?”
Andhita mendengus. ”Nggak lah! orang yang nggak punya perasaan apa pun mana bisa cemburu? Gue tuh cuma pengen bilang, saat ini hubungan Putri dan Tasha sedang buruk karena mereka bersaing memperebutkan elo!”
”Memperebutkan gue?”
”Kenapa? Bangga?” desis Andhita tajam. “Lo tau nggak, masalah ini bisa ngancurin persahabatan kita berempat.”
Sebelah alis Rendy terangkat. ”Gue sama sekali nggak berpikir begitu. gue tuh kebetulan aja makan sama Putri di kantin, itu pun karena kita ketemu di sana. Lagian juga kita cuma ngobrolin soal vokal grup. Terus ke perpustakaan sama Tasha, karena kita lagi nyari data untuk tugas kelompok. Soalnya gue sama Tasha itu satu kelompok.
”Oh ya?”
”Suer!”
Benar juga ya, pikir Andhita. Dia jadi sadar Putri dan Tasha telah salah paham sama perhatian Rendy. Andhita dan Rendy diam dalam keheningan. Saat itu bisa terdengar suara jangkrik dan katak yang bersahutan di tengah malam. Suara deru angon dan keheningan malam terasa jelas. Andhita tiba-tiba jadi memikirkan foto cewek tadi siang.
”Ren...kalau gue bole nanya, foto cewek yang ada di studio lo itu, siapa sih?” tanya Andhita.
”Gue nggak mau ngebicarain itu.” Kata Rendy. Tiba-tiba mimik mukanya menjadi muram dan dingin seperti tadi siang.
”Kenapa? Dia mantan lo?” tanya Andhita lagi.
Rendy bangkit berdiri. ”Udah malam, gue pulang dulu. Besok ada ulangan. Tolong pamitin sama bokap-nyokab lo ya.”
Andhita nggak sempat menahan Rendy yang mungkin tersinggung dengan kata-katanya. Cowok itu sudah berlalu dari hadapannya.
***
Rendy mengeluarkan semua foto dan barang-barang pribadi milik Grey yang masih di simpannya. Surat-surat, foto, stiker, gelang tali, pokoknya apa saja yang bisa mengingatkannya pada Grey, sebab untuk keperluan itulah dulu dia menyimpannya. Tapi sekarang dia nggak mau mengingat Grey lagi. Grey, maafin gue… gue nggak bermaksud ngelupain lo, tapi gue sadar udah saatnya gue melangkah maju dan nggak terus berada di masa lalu.
Ketika melihat selembar foto dirinya yang sedang berpelukan mesra dengan Grey, Rendy tertegun. Lamunannya pun melayang jauh beberapa tahun yang lalu.
Dulu Rendy punya sahabat baik bernama Grey. Rendy sangat menyayanginya. Sampai suatu waktu Rendy menyatakan perasaannya. Grey menangis dan dia bilang nggak bisa. Karena dokter telah memvonis umurnya tinggal enam bulan lagi. Grey sakit leukimia, kanker darah, dan nggak bisa sembuh lagi. ”Gue bakal mati Ren! Mati!” teriak Grey histeris saat itu. Rendy hanya bisa melongo, nggak tahu apa yang mesti dilakukannya untuk menenangkan cewek itu.
Tetapi Rendy yang tetap memaksa hubungan itu malah mempercepat vonis dokter, karena Grey malah menolak minum obat. Soalnya Grey tahu, minum obat akan membuat penampilannya kelihatan buruk. Obat akan membuat matanya cekung, rambutnya rontok, dan kulitnya kusam. Dia hanya minum obat untuk menahan sakit, dan itu yang menyebabkan dia meninggal tiga bulan lebih cepat.
Saat meninggal Grey ada di dalam pelukan Rendy. ”Ren, elo harus janji sama gue, elo harus bisa dapetin cewek yang lebih baik dari gue.”
Saat itu Rendy nggak bisa berkata apa-apa, hanya bisa mengangguk dengan mata merebak. Lalu, setelah Grey meninggal, dia tidak mampu tinggal di kota yang penuh kenangan bersama Grey. Jadi dia tidak menolak ketika papanya mengajaknya pindah sekeluarga ke Jakarta.
Rendy memasukkan semua barang Grey ke dalam drum kosong di belakang rumah, lalu menyiramnya dengan minyak tanah. Dia mengambil selembar kertas dan membakarnya dengan korek api, kemudian melemparkannya ke dalam drum. Blup! Api membesar dan menghanguskan semuanya.
”Selamat tinggal Grey...kayaknya gue udah menemukan cewek itu. Dan gue harus meyakinkan dia bahwa dia mencintai gue seperti gue mencintai dia.”
Asap hitam yang membumbung tinggi itu melayang terbawa angina, seolah membawa kesedihan dan menghapusnya, untuk menggantinya dengan kebahagiaan.
***
Keesokan harinya, Andhita menceritakan pengalamannya kepada teman-temannya. ”Kemarin gue nyanyiin lagu kita di tengah taman gue. Tiba-tiba, gue merasa tenang, terus bisa deh menghayati lagunya. Kata nyokab gue, pas gue nyanyiin lagu itu terasa beda sama pas gue nyanyi biasa.”
”Masa?” ujar Keyra.
”Kalau begitu kita coba aja. Gimana?” kata Tasha.
”Di taman rumah lo aja ya Dhit? Kan lo bisa menghayati lagu itu di taman rumah lo. Jadi suasananya udah pas.” usul Keyra.
Andhita mengerutkan keningnya. ”Taman di rumah gue kan sempit. Nggak sebesar taman di rumah Rendy atau Putri. Lagian, di rumah gue kan nggak ada piano.
“Nggak apa-apa. Kita bisa latihan tanpa piano. Kalau malam hari gitu, kita bisa latihan akapela. Jadi lebih konsentrasi, ya kan?” ujar Putri.
Semuanya setuju dan mengiyakan. Diputuskan malam ini mereka latihan di rumah Andhita, di taman kecil rumahnya.
***
Sebelum pulang, Andhita menyempatkan diri melongok ruang OSIS untuk mengintip Adit. Keyra menemaninya. Andhita memang hanya berani cerita blak-blakan sama Keyra soal Adit. Putri dan Tasha juga
”Heran, lo tuh udah suka sama Adit dari kelas satu. Tapi tindakan lo gini-gini aja. Waktu itu gue kasih kesempatan kencan, nggak lo manfaatkan sebaik mungkin. Apa elo nggak mau jadian sama dia? Cuma mau suka-sukaan doang?” tanya Keyra berjalan di samping Andhita di koridor sekolah.
”Abis, gue harus gimana dong? Harus nembak dia?” kata Andhita.
”Eit! Jangan salah. Zaman sekarang, cowok atau cewek yang nembak duluan, nggak jadi masalah. Cewek juga berhak kok menyatakan isi hati. Masa kita cuma bisa nunggu cowok yang nembak. Kalau mereka nggak tau perasaan kita, mau nunggu sampai sepuluh tahun juga nggak dapat-dapat.”
”Ya ngomong sih gampang. Kalau gue nembak dia terus gue ditolak gimana?” Tanya Andhita.
“Ya..gak gimana-gimana.” Jawab Keyra sambil nyengir.
Mereka sudah tiba di ruang OSIS. Andhita menyenggol Keyra. Gadis berambut pendek itu mengerti. Dia mengintip ke dalam. Cukup lama hingga Andhita nggak sabaran.
“Ada nggak?” Tanya Andhita.
Keyra mengulurkan tangannya ke belakang tanda dia nggak mau diganggu dulu. Andhita menunggu nggak sabar. Dia menggeser Keyra.
“Gue aja deh yang ngintip.”
“Heh, tunggu dulu!” bisik Keyra. Andhita nggak peduli. Akibatnya mereka berdua berebutan ngintip. Ketika akhirnya Andhita menang, belum sempat dia melihat apa-apa pintu terbuka mendadak sehingga keduanya terdorong ke depan.
“Rendy?!!” seru Andhita kaget.
“Makanya gue bilang juga tunggu.” Bisik Keyra.
“Ngapain lo ke sini? Nyari gue?” tanya Rendy melihat kedua cewek itu berdiri di depannya dengan tatapan bersalah.
“GR! Gue lagi nyari Adit!” kata Andhita.
Rendy mengangkat bahu. ”Sayang dia nggak ada di tempat. Kalau ada perlu kasih tahu gue aja. Kan gue juga sering ketemu dia.” katanya santai.
”Eh... nggak ada yang penting kok. Ya..kalau nggak ada ya udah.” Andhita langsung mengamit tangan Keyra dan mengajaknya berlalu dari situ.
Namun Keyra menarik tangannya kembali. ”Ren, nanti malam kita mau latihan di rumah Andhita buat ngedapetin inspirasi cara menghayati lagu.” Kata Keyra.
“Oh ya? Di taman rumah Andhita?” Tanya Rendy.
”Lho, lo tau dari mana kalau latihannya di taman?” tanya Keyra bingung.
”Gue tau semua hal.” kata Rendy bangga. Andhita cepat-cepat menarik tangan Keyra lagi dan berlalu dari situ.
”Iya, ya. Kenapa dia selalu bisa tau semua hal?” tanya Keyra lagi setelah mereka sudah di dekat kelas.
”Jangan dengerin. Dia kan sok tau!” kata Andhita. Dalam hati dia berharap agar Keyra nggak curiga sama sekali. Dia nggak ingin siapa pun tahu soal ini,
“Tapi aneh deh Dhit. Rendy itu selalu tau hal-hal kecil tentang lo. Seperti waktu elo nuduh dia yang ngebocorin perjodohan lo, terus tadi pas dia nebak kita bakalan latihan di taman rumah lo. Aneh kan?”
”Aduh, jangan dipikirin Key. Oh ya, gimana hubungan Putri sama Tasha sekarang? Mereka udah baikan?” Andhita mengalihkan pembicaraan.
”Lumayan. Terus, balik lagi ke Rendy. Kayaknya cowok itu belum mikirin pacaran deh. Atau jangan-jangan…” Keyra menatap wajah Andhita dengan serius. “Dia pernah sakit hati sama cewek lagi. Sama cewek yang ada di foto itu Dhit. Ingat nggak? Jadi dia nggak antusias lagi berhubungan sama cewek. Mungkin hatinya masih terluka gitu.”
Andhita tersenyum. “Gue saranin ya, daripada mikirin masalah Rendy yang benar-benar nggak penting ini. Mendingan lo nasihatin Putri sama Tasha yang lagi berantem gara-gara suka sama cowok yang salah.”
Kedua alis Keyra bertaut. “Kenapa sih Dhit lo selalu aja sengit sama dia? Jangan-jangan elo juga kepincut ya sama dia?” tebak Keyra.
”Jangan ngaco deh! Elo kan tau, satu-satunya cowok yang pengen gue jadiin cowok tuh cuma Adit.” elak Andhita yang bahkan dia sendiri nggak yakin dengan ucapannya. Dan kalau diingat, saat lagi ngedate sama Rendy, walaupun diwarnai dengan insiden mabok, itu maish jauh lebih baik dibanding hambarnya saat dia berkencan dengan Adit.
”Terus gimana sama cowok yang dijodohin sama lo itu Dhit? Elo nggak lupa kan kalau elo itu udah dijodohin?”
”Nggak! Gue cuma nggak peduli aja.” Jawab Andhita santai.
“Terus, nyokab-bokap lo gimana? Mereka masih ngarepin elo pacaran sama cowok itu?”
Andhita diam. Keyra memang nggak ngerti masalahnya, tapi kata-katanya membuatnya sadar sesuatu. Andhita mengakui kalau perjodohan ini sangat mengikatnya, membuat perasaannya pada Rendy jadi nggak karuan. Antara kesal karena merasa terjebak, tapi juga nggak bisa bilang benci sama keadaan. Dan dia juga harus mengakui kadang dia juga suka memikirkan cowok itu. Tidak, bukan kadang, tapi sering...
***
Jam tujuh malam, semua sudah berkumpul di taman rumah Andhita. Daerah rumah Andhita memang sepi karena tetangga kiri kanan udah masuk setelah hari gelap. Lampu taman dan lampu depan rumah sengaja dimatikan. Suasana jadi gelap dan cahaya yang mereka lihat hanya berasal dari rumah-rumah sebelah dan lampu jalan. Mereka berempat berdiri, membentuk lingkaran sambil bergandengan tangan.
”Sstt...diam. sekarang coba deh kalian dengerin suara hati kita masing-masing satu menit aja.” ajak Andhita. Mereka berempat diam, memejamkan mata, dan mencoba untuk mendengarkan detak jantung mereka, merasakan cinta dalam diri mereka, cinta untuk siapa saja...
Selang satu menit, Andhita memecah keheningan. ”Sudah bisa merasakan suara hati kita? Sekarang siap nyanyi?”
”Siap.” jawab ketiga temannya serempak.
”Satu.. dua.. tiga.. ” Putri memberi komando.


I can show you the world, shinning, shimmering, splendid
Tell me princess now when did you last let your heart decide
I can open your eyes, take you wonder by wonder
Over side ways and under on a magic carpet ride

A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no or where to go or say we're only dreaming
A whole new world, a dazzling place I never knew
But when I way up here, it's crystal clear
That now I'm in a whole new world with you

Unbelievable sight, indescribable feeling, soaring, tumbling, free wheeling
Through an endless diamond sky

A whole new world (don't you dare close your eyes)
A hundred thousand things to see (hold your breath it gets better)
I like a shooting start, I've come so far
I can't go back to where I used to be

I'll chase them anywhere
There's time to spare, let me share
This whole new world with you

Mereka membuka mata dan tersenyum, lalu melompat-lompat gembira.
”Dapat! Hore!!”
”Gue nggak nyangka latihan kita hari ini jauh lebih berarti daripada latihan tiga jam berturut-turut.” komentar Tasha.
”Iya, gue juga ngerasa suara kita semakin profesional dan nggak bisa diremehkan.” kata Putri bangga.
”Udah..udah..kita masuk yuk! Nyokab gue udah nyiapin makanan kecil buat kita.” ajak Andhita.
”Kasihan juga ya, Rendy malam ini nggak diajak.” ujar Putri.
”Tapi kalau diajak juga kasihan. Kan rumahnya jauh di Sunter.” kata Keyra,
Mereka masuk ke dalam rumah. Ternyata mama Andhita udah menyiapkan camilan. Andhita menyetel kaset yang baru dibelinya dan mereka makan sambil ngobrol.
”Maaf nih Tante, malam-malam gini kita ngeganggu. Kita lagi nyari penghayatan lagu buat malam kesenian.” kata Putri sambil mengunyah apel yang sudah dikupas. Andhita kebetulan lagi di kamar mandi.
”Nggak apa-apa kok. Tante senang kali ini rumah Tante bisa dipakai latihan. Biasanya di rumah kamu kan Put?” tanya mama Andhita.
”Iya, Tante. Tapi karena sekarang rumah aku lagi di renovasi, jadi kita latihan di rumahnya Rendy.”
Mama Andhita nggak jadi beranjak ke dapur. Dia berhenti dan mendekati Putri. ”Kamu bilang latihan di rumah Rendy? Rendy yang tinggal di Sunter?”
Putri menatap wanita di depannya dengan bingung. “Sepertinya begitu sih Tante. Tante kenal?”
“Kenal!” jawab Mama Andhita antusias.
“Kenal? Kok Andhita nggak pernah cerita Tan?” Tanya Tasha. Kalau tidak salah kan yang kenal duluan dengan Rendy itu dia, karena mereka sekelas.
”Lho! Andhita nggak pernah cerita ya? Kalian kan teman dekatnya, masa Andhita nggak pernah cerita kalau dia sudah dijodohkan?” tanya mama Andhita.
”Kalau itu sih cerita Tante, tapi...” Keyra membelalakkan matanya, ”Apa cowok yang dijodohkan dengan Andhita itu...Rendy??!!”
Mama Andhita langsung menyadari kesalahannya. Ternyata teman-teman Andhita nggak tahu, dan tanpa sengaja dia membongkar rahasia yang sudah Andhita simpan rapat-rapat.
”Ehm...Tante...eh..permisi dulu ya...mau nyuci piring dulu.” katanya sambil buru-buru berlalu.
Sepeninggal mama Andhita, mereka bertiga langsung heboh.
“Jadi, Rendy itu…cowok yang dijodohkan sama Andhita? Gue sama sekali nggak nyangka.” kata Keyra.
Putri masih sedikit kesal. ”Andhita keterlaluann! Dia masih nganggap kita temannya nggak sih? Kok soal penting kayak gini pake ditutup-tutupin segala!”
Tasha menyela, ”Ya...selama ini kita udah dibohongin mentah-mentah sama dia!”
Andhita keluar dari kamar mandi. Dia memandang ketiga temannya dan bingung melihat ekspresi mereka. “Ada apa sih? Kok kalian kayak abis ngeliat setan?”
Keyra berdiri dan berkacak pinggang. “Elo keterlaluan Dhit! Elo nganggap kita apa? Kambing conge? Atau kerbau dungu?”
“Ada apa sih?” Tanya Andhita bingung.
“Jangan pura-pura deh. Kita semua udah pada tau kalau elo tuh udah dijodohin sama Rendy!” seru Keyra.
Wajah Andhita memucat. ”Jadi kalian udah tau? Dari siapa?”
”Dari siapa nggak penting Dhit. Yang penting elo udah mengkhianati kita.” tegas Putri.
Andhita mendekati teman-temannya dan berusaha menenangkan.
”Tenang dulu. Gue bisa jelasin semuanya!”
”Elo udah bikin gue dan Putri ribut tanpa tau kalau Rendy itu calon tunangan lo.” kata Tasha.
Keyra menengahi, ”Udah, udah! Semua tenang dulu! Biar Andhita ngasih penjelasan.”
Putri melipat tangannya dengan sikap menunggu. ”Oke, gue menunggu penjelasan lo Dhit!”
Andhita mulai menjelaskan, ”Gini...semula gue juga nggak tau kalau cowok yang bakal dijodohkan sama gue itu Rendy. Suer! Gue juga baru tau pas pertama kali gue ke rumahnya. Jadi kita sepakat buat merahasiakan perjodohan ini di sekolah dan pura-pura akur di depan orangtua gue dan dia, soalnya...”
”Tapi kan lo masih bisa cerita sama kita Dhit! Kalau begini kan namanya lo udah ngebohong sama kita. Bahkan mungkin lo udah ngetawain tingkah laku gue dan Tasha sama Rendy.” sela Putri.
”Iah, itu sama aja lo mempermainkan kita!” lanjut Tasha. Dia dan Putri sama-sama emosi dan malu. Andhita menunduk dengan wajah bersalah.
”Put! Sha! Biar andhita ngejelasin dulu sampai selesai. Dia pasti punya alasan!” Keyra berusaha membela Andhita.
”Gue...bukannya berbohong...tapi gue cuma nggak bilang soal ini. Itu dua hal yang berbeda kan?” kata Andhita.
“Ya sama aja! Lo nggak jujur Dhit!” Sela Putri.
Wajah Andhita kebingungan. Saat itu juga Putri dan Tasha langsung keluar rumah Andhita.
”Putri! Tasha!” teriak Andhita memanggil mereka berdua. ”Gimana dong Key?” Tanya Andhita sambil mulai menangis.
“Gue nggak tau Dhit. Gue susul mereka dulu ya.” Jawab Keyra lalu keluar juga dari rumah Andhita.
Andhita terduduk lunglai di sofa dan menangis sejadinya. Dia sangat takut kehilangan ketiga sahabatnya. Apa gara-gara hal seperti ini mereka semua harus terpecah? Batinnya sedih.
Semua ini karena Rendy! Dan saat itu juga dia sadar, yang membuat masalahnya menjadi tambah kacau adalah karena dia jatuh hati pada Rendy. Itulah sebabnya mengapa dia nggak berani memberitahukan pada teman-temannya bahwa Rendy adalah cowok yang dijodohkan dengannya. Dia takut hal itu malah meruntuhkan persahabatannya. Dan Andhita nggak menyangka sekarang kalau masalah ini malah menjadi besar.
***

Lovable (part 9)

Strategi Lembut

Setelah mendengar cerita tentang kedekatan Rendy dengan Putri dan Tasha, entah mengapa Andhita jadi antipati sama cowok ini. Walaupun Rendy nggak senang dijodohkan dengannya –sama dengan Andhita- bukan berarti cowok itu bisa mengincar cewek lain semasa masih berstatus calon tunangan Andhita.
Beberapa minggu terakhir ini harus memikirkan Rendy membuatnya sangat pusing. Untung hari ini diadakan rapat OSIS untuk membicarakan acara malam kesenian. Andhita ikut rapat sebagai wakil dari vocal groupnya. Putri nggak bisa karena katanya mau ngomongin tentang perubahan interlude lagu gitu deh sama Rendy. Sebodo amat deh, pikir Andhita. Dan hari ini dia akan bertemu dengan Adit. Setelah nonton balet itu dia belum bertemu dengan Adit lagi. Setidaknya dia bisa mengalihkan masalahnya sejenak.
Di malam kesenian, bakalan banyak banget yang akan ditampilkan. Ada drama musikal, tarian daerah, modern dance, pantomim, ansambel dan masih banyak lagi.
“Hai Dhit. Elo nih yang ikut rapat? Nggak jadi Putri?” tanya Adit sambil melontarkan senyum manisnya.
”Iya Kak. Putri lagi ada urusan.” jawab Andhita tersenyum semanis-manisnya. ”Yang lain belum pada datang Kak?”
”Biasa, ngaret.”
Andhita duduk di samping Adit yang sedang menekuni catatan yang dibuatnya. Asyik! Gue bisa berduaan. Pikir Andhita.
”Hai! Gue ganggu nggak?” tiba-tiba terdengar suara.
Suara di belakangannya membuat Andhita kaget dan sudah bisa menebak siapa yang datang. Kapan dia bisa bebas dari cowok nyebelin satu ini? Gerutu Andhita dalam hati.
Rendy duduk di samping Andhita. “Asik ya yang lagi berduaan.” sindirnya berbisik.
“Ngapain lo di sini?” tanyanya ketus.
”Gue kan penanggung jawab asambel. Jadi gue yang ngewakilin untuk ikut rapat.” jawabnya santai.
Andhita langsung diam. Dan tak lama wakil-wakil yang lain datang, dan mereka pun mulai rapat. Selama rapat pun Andhita diam seribu bahasa kecuali kalau ditanya.
”Dhit, pulang naik apa?” tanya Rendy ketika rapat sudah bubar.
”Jalan kaki!” jawabnya ketus.
”Gue anterin ya, mau nggak? Gue bawa mobil.”
“Nggak usah! Gue lagi nggak mau diturunin di jalan. Lagian rumah gue kan deket.”
“Lo kok masih nyinggung itu sih? Kan gue udah minta maaf.”
“Nggak. Makasih.”
“Nggak nyesel?” tanyanya lagi.
“Nggak!” tegas Andhita.
“Yaudah kalau nggak mau, gue pulang duluan ya, daaaggh.” Katanya sambil mengelus rambutnya Andhita dan berlalu.
Sedetik Andhita terpaku di tempat. Apa yang barusan terjadi, membuatnya deg-degan sesaat. Andhita senyum-senyum sendiri sambil berjalan ke depan sekolah. Kenapa dia senang ya saat Rendy memegang kepalanya? Dia merasa aneh sendiri.
***
Rendy sedang bengong di kamarnya. Akhir-akhir ini dia jadi suka bengong, entah kenapa. Bebby masuk ke kamarnya dan tersenyum melihat Rendy sedang melongo sendirian. Dia mencabut sehelai bulu ayam dari kemoceng dan berjalan mengendap-endap, lalu mengeluskannya perlahan ke telinga belakang kakaknya. Rendy bergidik sekali, tapi nggak sadar kalau dia sedang diganggu adiknya. Bebby semakin berani, dia mengeluskan bulu ayam itu ke tengkuk Rendy. Rendy menepiskan tengkuknya dengan tangan, lalu menoleh dan melihat adiknya sedang cekikikan.
“Ngapain sih lo? Ganggu orang aja!” seru Rendy marah.
“Lagian Kakak bengong. Lagi mikirin Andhita ya?” Bebby mengambil tempat duduk di hadapan kakaknya lalu bertopang dagu.
”Mikirin Andhita? Ngapain gue mikirin dia? Selama ini cewek mana sih yang perlu gue pikirin?”
”Emang, semua cewek nggak perlu dipikirin. Kecuali Andhita, soalnya dia nggak gampang ditaklukin kan?”
Rendy melotot. ”Tahu dari mana lo?”
Bebby mengangkat bahu. ”Ada aja! Cowok kan GR-an. Kalau cewek ngejar-ngejar terus, mereka bakalan malas. Tapi kalau ceweknya cuek aja, mereka malah penasaran. Iya kan?”
Rendy mengambil koran dan menepuk lembut kepala adiknya. ”Sok tau lo!”
Bebby tertawa. ”Tapi benar kan? Benar kan Kak Rendy ada hati sama Kak Andhita?”
Rendy berdiri. ”Dia naksir cowok lain.”
“Oh, cowok yang diceritain sama Rachel itu?”
Rendy kaget. “Ngapain Rachel cerita-cerita ke elo? Dasar tuh cewek! Ember bocor!”
“Nggak, aku kok yang nanya. Kok tumben Kak Rendy mau pergi nonton pertunjukkan balet, terus Rachel cerita semuanya.”
”Dasar cewek-cewek tukang gosip!” gerutu Rendy.
“Aku sih cuma mau usul Kak.”
”Usul apa?”
”Jangan cepat menyerah. Kadang para siswi mengidolakan ketua OSIS dan mengira ketua OSIS itu naksir, padahal nggak. Ketua OSIS kan menarik karena mereka tampak sulit dijangkau. Aku rasa Andhita juga begitu terhadap Adit. Lebih baik Kakak pakai strategi lembut aja.”
”Strategi lembut?”
”Iya. Kalau Kakak nggak pengen Andhita terlepas dari genggaman, Kakak nggak boleh gampang marah. Kakak harus lebih lembut, perhatian. Tunjukkin kalau Kakak bisa ngertiin perasaan dia.”
”Sok tau banget sih lo!”
Tapi dalam hati Rendy mengakui perkataan Bebby ada benarnya juga. Dia harus menyusun rencana untuk bisa naklukin Andhita, supaya nggak penasaran lagi.
***
”Andhita, tadi Mama ketemu sama Tante Astrid. Dia ngajak kamu pergi ke Dufan besok. Pergi berempat bareng sama Rendy dan Bebby. Terus, mama bilang kamu pasti bisa. Daripada kamu malas-malasan di rumah hari Sabtu, mending kamu ikut kan?”
”Uhuk! Uhuk!” Andhita yang lagi makan langsung tersedak, lalu buru-buru minum air di depannya.
”Duh, kamu makannya pelan-pelan dong Dhit.”
”Abisnya Mama seenaknya aja bikin janji sama Tante Astrid. Kan rencana Andhita buat nonton DVD seharian jadi batal. Kenapa Mama nggak ngomong dulu sih sama Andhita?”
”Kamu kok gitu sih Dhit? Tante Astrid kan ngajak kamu ada niat baiknya juga. Biar kamu bisa lebih akrab sama keluarganya Rendy. Termasuk sama Rendynya juga.”
”Duh, Mama kok maksa Andhita gini sih? Andhita kan malas Ma...batalin aja ya?”
”Nggak bisa Dhit. Pokoknya besok dia datang ke sini pagi-pagi jemput kamu. Kalau kamu mau ngebatalin, kamu bilang sendiri aja sama Tante Astrid.” ujar Mama tersenyum menang.
Bruk! Andhita masuk ke kamarnya dan membanting pintunya. Dasar Mama, tukang maksa!
***
Keesokan harinya, Andhita bangun kesiangan. Dia nggak sempat sarapan dulu sebelum berangkat. Perasaannya sangat kesal waktu melihat mobil Tante Astrid datang, di dalamnya hanya ada Rendy. Sendirian! Tapi Andhita tetap saja nggak bisa menolak, karena Mamanya mendorong Andhita masuk ke mobil.
”Nyokab gue nggak jadi ikut Dhit. Katanya sakit perut. Bebby ada janji sama temannya. Jadi yang pergi cuma kita berdua. Kalau lo nggak mau, ya nggak apa-apa. Kita pulang lagi.” kata Rendy sambil menyetir.
Andhita membuang napas berat. “Percuma, nyokab gue malah lebih senang kita jalan berdua. Kalau sampai pulang lagi, nanti dia malah nyuruh kita pergi ke tempat lain.”
“Ternyata nyokab lo juga gencar banget ya ngedeketin lo sama gue?” ujar Rendy santai. Andhita diam.
“Kok lo diam? Masih kesal dan merasa terpaksa? Udah deh, hari ini kita baikan dulu ya. Lagian nggak ada salahnya kan kita jalan-jalan. Jadi nikmati aja.”
Andhita berpikir sebentar. ”Oke.”
“Kalau gitu senyum dong.” Kata Rendy sambil mengacak rambut Andhita.
“Jangan pegang-pegang gue!” bentaknya.
Rendy malah tertawa, “Oke..oke.. lo santai aja. Katanya udah baikan. Eh, tapi beberapa hari yang lalu, gue liat lo dirangkul Adit nggak sewot gini.”
Andhita kaget. ”Maksud lo?”
”Beberapa hari yang lalu kan gue pergi sama sepupu gue, Rachel, nonton pertunjukkan balet di TIM. Eh, gue nggak sengaja ngeliat lo jalan sama Adit. Cuma gue nggak nyapa aja, soalnya lo berdua duduknya jauh sih.” ujar Rendy santai.
”Sep..pupu?” tanya Andhita.
”Iya, sepupu gue. Elo liat kita juga ya?”
”Ng..nggak.” jawab Andhita tergagap. Jadi cewek cantik yang pergi sama Rendy itu sepupunya. Jadi… gue udah salah sangka dong? Pikir Andhita.
“Kenapa lo nggak konfirmasi dulu ke gue kalau lo bakalan jalan sama Adit? Kan kita udah bikin kesepakatan, nggak ada pihak ketiga, sebelum masalah ini selesai.”
”Sori, abisnya gue udah terlanjur janjian sama Adit. Kan nggak mungkin gue batalin hari itu juga.” Andhita sebenarnya malu juga. Rasanya kayak ketahuan selingkuh.
”Oke, gue maafin. Kalau begitu, jangan ada marah-marah lagi ya? Hari ini kita have fun aja. Setuju?”
”Setuju.” kata Andhita sambil mengangguk. Kayaknya ada yang beda sama Rendy hari ini. Dia lebih... baik. Setidaknya itu yang dirasakannya dari tadi. Rendy tidak menyebalkan seperti biasanya.
Dufan hari Sabtu ini untungnya nggak terlalu ramai, mungkin kebetulan saja. Padahal biasanya Ancol kan nggak pernah sepi pengunjung saat akhir pekan.
”Lo mau naik apa dulu?” tanya Rendy ketika mereka sudah elewati pos stempel punggung tangan, tanda mereka bisa menaiki wahana apa saja.
Andhita tertawa dan berseru, ”Halilintar, Kora-Kora, Niagara-Gara, Arung Jeram, Tornado, Kicir-Kicir, Ontang-Anting, pokoknya semuanya!”
”Lo ternyata lucu juga ya?” Rendy berkata sambil menggandeng tangan Andhita menuju wahana Kora-Kora. Andhita juga nggak menolak tangannya digandeng.
Sebenarnya acara hari ini akan sangat menyenangkan kalau kondisi Andhita dalam keadaan prima. Tapi sayangnya nggak. Kepalanya sudah mulai pusing sejak pagi tadi. Jadi tambah nyut-nyutan saat perutnya merasa mual. Mungkin gara-gara dia nggak sarapan tadi pagi, jadi masuk angin. Dadanya juga sedikit terasa sesak. Dia takut-takut asmanya yang udah lama nggak kambuh, malah datang di saat yang nggak tepat ini. Terlebih setelah turun dari Kora-Kora, Andhita langsung mengeluarkan isi perutnya.
”Keluarin deh semuanya, biar lo nggak mual lagi!” kata Rendy sambil memijat-mijat tengkuk Andhita. Ternyata cowok ini cukup pengertian juga. Tadinya Andhita pikir Rendy bakalan marah-marah kalau sampai dia ngerusak acara hari ini.
Rendy membelikannya air minum supaya tenggorokan Andhita nggak perih. “Elo mau pulang aja? Muka lo tuh pucat.”
Andhita menggeleng. “Nggak usah. Gue udah baikan kok. Yuk naik yang lain lagi!” Andhita menarik tangan Rendy.
”Lo yakin?” Rendy agak sangsi.
”Suer!” jawab Andhita.
Dasar cewek keras kepala! Pikir Rendy.
Dan benar saja, begitu turun dari Halilintar, Andhita muntah lagi untuk kedua kalinya. Karena tadi isi perutnya sudah terkuras, jadi yang keluar kini nggak banyak. Tapi kemudian perutnya terasa sakit dan lemah. Dia sedikit sulit bernapas. Tapi dia nggak bilang sama Rendy. Kemudian Rendy membelikannya Antimo.
”Kok lo beliin gue Antimo?” Andhita bingung.
“Ya iyalah… anggap aja lo mabok kendaraan. Udah deh, minum aja! Dan abis ini, kita pulang. Nggak ada main-main lagi.” Kata Rendy prihatin.
Kali ini Andhita menurut. Dia mengangguk. Mereka keluar dan menuju mobil. Rendy menuju pantai untuk mencari pintu keluar.
”Elo baik-baik aja kan? Apa perlu gue anterin ke dokter sekarang?”
”Nggak. Gue cuma masuk angin. Mungkin gara-gara gue nggak sarapan tadi pagi.”
“Jadi tadi pagi lo nggak sarapan? Kenapa lo nggak bilang? Tau gitu kan kita bisa nyari makanan dulu tadi.” ujar Rendy.
”Yaudah lah. Gue udah baikan juga. Eh Ren, stop dulu dong sebentar. Gue mau liat laut dulu.”
Rendy menurut, dan menghentikan mobilnya di pinggir pantai. Sayangnya tepi lautnya udah dibeton dan diberi pagar batu pengaman untuk mencegah erosi pantai.
“Bagus ya? Gue udah lama nggak liat laut.” Andhita membuka kaca mobil. Menghirup udara segar. Hampir saja asmanya kambuh tadi. Dia nggak mau merepotkan Rendy, makanya dia nggak bilang. Rendy menyalakan radio yang kebetulan memutar lagu slow yang lembut.
Tak lama kemudian, mungkin karena pengaruh Antimo dan hembusan sepoi-sepoi angin laut, Andhita terkantuk-kantuk dan tertidur pulas di bangku.
Rendy memandang wajah Andhita yang terlihat manis dan polos. Andhita, gue pikir lo cukup keras hati dan kuat melakukan apa aja. Ternyata elo juga cewek biasa yang bisa sakit juga. Tapi sayang, benar-benar susah buat naklukin lo, kata Rendy dalam hati.
Rendy tak tahan untuk tidak menyentuh Andhita. Perlahan jemarinya terangkat dan menyusuri pipi gadis itu. ”Dhit, jangan sakit. Cepat sembuh ya...” kata Rendy tulus. Kemudian dia menjalankan mobilnya pulang ke rumah Andhita.
***
Andhita terbangun di tempat tidurnya. Perasaan dia tadi lagi melihat laut, kok sekarang udah ada di rumah? Dia bertanya-tanya dalam hati. Mamanya memasuki kamarnya.
”Udah bangun Dhit? Tidurnya lama juga ya!”
”Sekarang jam berapa Ma?” tanya Andhita.
”Hampir jam lima sore. Tadi pas pulang, Rendy yang menggendong kamu masuk, dan kamu sama sekali nggak bangun. Dia bilang katanya kamu masuk angin gara-gara tadi pagi nggak sarapan. Kamu masih nggak enak badan? Kita ke dokter aja ya? Mama tuh tadi takut asma kamu kambuh lagi.” kata Mama.
Andhita menggeleng. ”Nggak usah Ma. Aku udah nggak apa-apa kok. Tapi Ma... tadi kata Mama... aku digendong Rendy?”
”Iah. Dia tuh baik banget ya? Perhatian banget sama kamu, juga…”
Andhita nggak mendengar kata-kata Mama selanjutnya karena dia sudah memegang pipinya yang terasa panas.
“Andhita, kamu dengerin kata-kata Mama nggak sih?”
Andhita menoleh kaget. ”Apa Ma?”
”Kalau menurut Mama, Rendy itu pasti suka sama kamu.”
Andhita membaringkan tubuhnya lagi dan menarik selimut hingga menutupi wajahnya. ”Aku nggak mau dengar Ma, aku mau istirahat lagi.”
”Apa? Tidur lagi? Kamu tuh udah hampir tidur empat jam lebih!”
Di bawah selimut, Andhita merasa jantungnya berdebar cepat. Kenapa? Kenapa Rendy baik padanya? Kalau saja cowok itu bisa lebih cuek dan menyebalkan seperti biasa, tentunya Andhita nggak akan sulit untuk tetap bertahan pada sikapnya semula, yaitu membenci Rendy.
***
Waktu berlalu cepat, tanpa terasa malam kesenian tinggal seminggu lagi. Putri memutuskan untuk mengadakan latihan intensif setiap hari dan waktu latihan diperpanjang. Karena di malam kesenian nanti mereka masing-masing akan memegang mikrofon, dan setiap kesalahan akan terdengar jelas. Maka semua setuju latihan tiap Selasa dan Kamis di aula, sisanya di rumah Putri karena di hari lain aula dipakai pendukung acara lain. Tapi sayangnya, mendadak rumah Putri harus direnovasi. Jadi mereka nggak bisa latihan di sana. Saat ini mereka baru selesai latihan di aula.
”Gimana dong? Benar-benar nggak bisa dipakai Put?” Tanya Keyra.
Tasha diam saja. Dia sudah ikut latihan lagi, tapi sekarang jadi lebih pendiam dan tidak pernah bicara lagi sama Putri. Dan kalau ingin bicara, dia pasti pakai perantara siapa saja. Misalnya waktu itu Tasha bertanya, ”Hei, kenapa kita nggak latihan tiap hari aja?” lalu Putri menjawab, tapi matanya tertuju pada Keyra, ”Boleh juga latihan tiap hari ya Key?” ya, begitulah.
”Ya, benar-benar nggak bisa. Soalnya emang ruangan latihan yang lagi direnovasi. Kalau dipaksain, nanti malah latihan kita keganggu, soalnya bakalan berisik pasti. Lagian bakalan banyak banget debunya. Inget, Andhita kan ada asma, dia udah lama nggak kambuh, jangan sampai kambuh lagi.” ujar Putri.
”Gue aja lupa kalau gue punya asma. Hehehe...” Andhita hanya nyengir. Dia juga baru ingat lagi kalau dia punya asma. Sejak lulus SMP, penyakit asmanya udah jarang banget kambuh. Waktu dia pergi ke Dufan bareng Rendy, dia takut akan kambuh, untungnya nggak. Soalnya, kalau asmanya kambuh, bukan ventolin lagi yang dia butuhin, tapi tabung oksigen. Soalnya dulu asmanya parah banget. Tapi berkat terapi yang dilakukannya, dia hampir nggak pernah ngerasa sesak lagi.
”Kalau begitu latihan di rumah gue aja.” kata Rendy.
”Hah? Nggak salah? Ke Sunter?” Tanya Andhita.
“Rumah Rendy di Sunter? Kok lo bisa tau Dhit?” Tanya Keyra.
“Ehmm…. Ya tau aja. Gue pernah nanya.” jawab Andhita gelagapan.
“Di sana ada piano?” Tanya Tasha penuh harap.
”Gue punya studio sendiri. Drum, gitar, sound system,mikrofon juga ada. Jadi kita bisa latihan pakai mic.” Kata Rendy.
“Yaudah, kalau begitu kita ke sana aja deh.” kata Putri.
Semuanya setuju. Apalagi Rendy janji, setelah selesai latihan mereka bakalan diantar pulang ke rumah masing-masing.
***
Kini, saat Andhita menjejakkan kakinya di rumah Rendy, terasa agak berbeda. Rumah itu terlhat lebih mewah dari kedatangannya yang pertama. Mungkin karena waktu pertama kali ke sana dia lebih menguatirkan pertemuannya dengan cowok yang akan dijodohkan dengannya ketimbang memerhatikan rumah. Pertemuan kedua, tidak terlalu ada kesan mendalam karena Rendy telahmenyita seluruh perhatian Andhita dengan sikap nyolotnya. Tapi ketika mobil Rendy berhenti di depan rumah, Andhita merasa kuatir. Gimana kalau keluarganya Rendy membocorkan bahwa Andhita sudah dijodohkan dengan cowok itu? Ngeri sekali Andhita membayangkan ketiga temannya akan sangat marah padanya. Padahal ini bukan salahnya. Toh ide tentang perjodohan ini bukan berasal darinya, melainkan dari kedua orang tua mereka, yang masih aja memikirkan perjodohan di zaman modern ini.
”Ren, gimana kalau nyokab lo ngebocorin kalau gue...” bisik Andhita ketika dia mendapat kesempatan berjalan di samping Rendy sementara yang lain sibuk mengagumi rumah Rendy yang megah dari luar pagar.
”Tenang aja. Rumah gue lagi nggak ada orang. Bebby lagi les, bonyok gue lagi di kantor.” Balas Rendy berbisik.
“Terus besok-besok gimana?”
“Gue bakalan konfirmasi dulu ke orang rumah gue supaya mereka nggak bakalan bilang apa-apa. Ntar malam gue bakalan cerita ke mereka.”
“Bagus deh.” Bisik Andhita lega. Setidaknya dia nggak bakalan dijutekin Putrid an Tasha untuk sementara waktu. Dan kalau bisa sampai kapan pun dia nggak akan bilang Rendy adalah cowok yang dijodohkan dengannya. Toh perjodohan mereka juga belum tentu berlanjut.
“Teman-teman, yuk masuk! Jangan malu-malu. Kita langsung ke lantai dua. Di sana ada studio pribadi gue.” seru Rendy pada semuanya.
Mulai lagi deh nyombongnya, pikir Andhita. Tapi lama-lama dia jadi biasa. Lagi pula kayaknya cuma gue yang mikir Rendy itu sombong. Yang lainnya kayaknya biasa aja tuh.
Mereka menuju lantai atas dan terkagum-kagum melihat tangganya saja dilapisi karpet merah seperti layaknya hotel berbintang. Dan seperti yang Rendy bilang, dia memang punya studio pribadi yang lengkap. Jadi dia memang bukan tukang ngecap.
“Ren, orangtua lo lagi nggak ada di rumah?” Tanya Putri sambil celingak celinguk.
“Nggak. Mereka lagi di kantor.” kata Rendy sambil memasang kabel mikrofon ke sound system.
”Yah, sayang ya...padahal gue mau kenalan sama mereka.” cetus Putri.
”Wah, hebat!” seruan kekaguman Tasha menyela ucapan Putri. ”Kita benar-benar latihan pakai mikrofon nih?”
Andhita melirik Rendy yang tersenyum bangga.
“Ya iyalah. Kalian kan belum coba nyanyi pakai mikrofon. Suara kalian bisa lebih ketauan kalau salah.” goda cowok itu.
”Wah, jangan begitu dong.” sela Keyra.
“Maksud gue, karena itu kita mesti latihan yang tekun, jangan sampai fals. Malu tau!” kata cowok itu.
Andhita memandang dinding studio yang penuh dengan foto Polaroid. Semuanya foto Rendy, baik sendiri atau bersama dengan teman-teman dan keluarganya. Andhita melihat foto Rendy bersama seorang cewek. Agak banyak sehingga Anhdita jadi curiga cewek itu punya hubungan istimewa dengan Rendy. Lagi pula kalau dilihat, pose mereka mesra juga.
“Ini siapa?” tanya Andhita penasaran. Rendy mengangkat wajahnya dan memandang arah yang ditunjukkan Andhita. Tiba-tiba wajahnya berubah dingin.
“Teman.”
Keyra ikut melihat foto itu. “Mesra banget. Pacar lo ya Ren? Apa karena rambutnya panjang ya, kok mukanya mirip Andhita?”
Tiba-tiba Rendy menghampiri dinding dan menurunkan semua foto polaroid yang ada di situ.
”Sebenarnya udah lama gue pengen ganti dekorasi. Tapi gue pasti selalu lupa. Mumpung lagi ingat, gue copot dulu aja deh.”
Andhita merasakan perasaan aneh yang timbul di hatinya. Sama seperti malam di mana saat dia diturunkan di jalan gara-gara Andhita bertanya soal Claire. Kalau cewek itu cuma teman, kenapa seemosional itu Rendy menanggapnya?
”Kayaknya bekas pacar.” bisik Putri pada Andhita yang ada di sampingnya. Andhita diam saja.
”Yuk, kita mulai latihan.” kata Rendy kembali ceria, seolah-ola tidak ada yang terjadi. ”Gue harap kalian suka pizza soalnya gue tadi udah nyuruh sopir gue buat beli pizza buat kita.”
”Asyik!!” teriak semuanya.
Mereka latihan lama juga, tanpa terasa satu jam sudah berlalu. Pizza sudah datang dan mereka menikmatinya bersama-sama.
”Lebih enak latihan di rumah Rendy ya? Bisa ditraktir pizza. Besok apa lagi nih Ren?” kata Keyra. ”Daripada di rumah Putri, ngambil minum aja mesti sendiri.”
”Oh, gitu ya?” ujar Putri pura-pura marah.
”Tapi menurut gue, lagi kita ini masih kurang bagus. Tapi apanya ya?” sela Andhita.
Tasha yang pendiam langsung menyela, ”Gue rasa kita kurang pengahayatan. Menyanyi tanpa menghayati lagu kan sama aja kayak robot.”
”Benar!” tukas Rendy. ”Kalian harus bisa lebih mengahayati lagu ini. Percuma aja nyanyi lagu bagus tapi kalian asal nyanyinya.”
”Abis mau gimana lagi? Bukannya kita udah cukup bagus? Nggak fals? Gimana kita bisa ngebedain yang pakai pengahayatan dengan yang nggak?” tanya Keyra.
Rendy berkata serius. ”Pernah seseorang berkata sama gue kalau dia selalu menyanyi dengan hati. Itu sebabnya kalau dia nyanyi lagu sedih, dia bisa menangis. Kalau dia menyanyi lagu gembira, semangatnya bisa bangkit. Dia...” tiba-tiba wajah Rendy berubah dingin kembali.
”Apa...elo sedang ngomongin cewek yang di foto tadi?” Tanya Keyra terus terang. Putri langsung menyikut Keyra. Keyra meringis kesakitan.
”Ehm...gue nggak mau membicarakannya.” kata Rendy bangkit berdiri lalu pura-pura membersihkan kardus pizza yang berserakan.
Andhita juga jadi penasaran, kenapa sikap Rendy jadi begitu. Dia lalu berusaha mencairkan suasana yang beku karena sikap rendy barusan. ”Begini aja. Kita nyoba di rumah masing-masing nyanyiin lagu A Whole New World. Di kamar tidur kek, di kamar mandi kek. Pokoknya itu jadi PR buat kita, gimana caranya supaya kita bisa menghayati lagu itu. Latihan besok kita evaluasi lagi.”
“Bagus, gue setuju. Selama kita bisa memperbaiki kualitas nyanyian kita, gue setuju kita mengadakan obervasi semacam itu.” Kata Putri.
Rendy tersenyum. “Gue senang kalian menaruh minat yang cukup besar terhadap musik. Di dunia ini, selain musik dan olahraga, nggak ada hal lain yang benar-benar gue sukai.”
“Termasuk cewek?” pancing Keyra.
“Yup!” sahut Rendy yakin.
Andhita mencibir tak percaya.
***

Lovable (part 8)

Saingan Baru

Jadi ternyata Andhita itu ada hati sama Adit, pikir Rendy. Apa sih kelebihannya Adit dibanding cowok lain? Pendiam, jadi ketua OSIS cuma karena nggak ada calon lain yang lebih baik. Tampangnya sebenarnya pas-pasan, tapi kalau lagi diam malah kelihatan ganteng. Jadi karena Adit itu pendiam, jadi ya...kelihatan ganteng terus deh. Rendy kesal sendiri.
Andhita, Andhita, Andhita! Cewek itu benar-benar menyita seluruh pikirannya. Kenapa ya? Sebelumnya dia nggak pernah begini. Apa karena Andhita mirip Grey? Tapi mereka beda kok. Grey kalem, Andhita jarang kalem. Grey lembut, Andhita nggak pernah lembut sama sekali sama dia. Grey baik, Andhita juga baik sih. Tapi...perasaan manusia memang aneh. Kita nggak akan pernah bisa menduga apa yang bisa terjadi pada diri kita sendiri. Seperti ada sesuatu di dalam diri kita yang siap meledak kapan saja, tanpa dapat kita kendalikan.
”Halo, Rendy!” tegur Tasha. Rendy menoleh dan tersenyum pada cewek iu.
“Mau ke perpustakaan juga Sha?” tanya Rendy.
”Iah. Abisnya takut bukunya kehabisan. Maklum, di kelas kita kan banyak yang rajin. Mereka juga pasti nyari buku tentang makalah sosial yang disuruh Ibu Ema. Mending kita duluan deh. Elo sekelompok sama gue kan? Apa lo mau nyari buku juga?”
Rendy mengangkat dua buku perpustakaan yang dipinjamnya, ”Kalo gue sih biasa, pinjem buku buat dibaca sendiri aja. Lagian ini mesti dibalikin. Kalau sampe kena denda kan nggak enak juga.”
”Kalau begitu bareng deh!” kata Tasha senang. Mereka pun pergi ke perpustakaan bersama.
”Ren! Cewek-cewek di kelas kita kan banyak yang ngedeketin lo. Gimana perasaan lo ke mereka? Apa ada yang elo suka?”tanya Tasha saat memilih buku bagian sosial.
”Suka apanya nih? Suka dideketin apa suka sama orangnya?”
”Ah, elo kan tahu maksud gue...”
Rendy tertawa. Pertama kali bertemu Tasha, dia pikir cewek ini pendiam. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata Tasha cukup bawel dan enak diajak ngobrol. ”Ehm... gue belom kepikir ke arah sana tuh. Gue masih senang ngejomblo. Oh ya, kalau elo, Putri, Keyra, dan Andhita, apa masih pada jomblo juga? Atau ada yang udah punya pacar?”
”Kita berempat masih jojoba kok.”
”Apa tuh jojoba?”
”Jomblo-jomblo bahagia!”
Rendy tertawa renyah. ”Ada-ada aja. Oh ya, kalau Andhita gimana? Gue dengar dia lagi suka sama seorang cowok.”
”Maksud lo...Adit? ehm... kayaknya dia cuma iseng kok. Kalau Andhita beneran suka, kenapa dia nggak gencar ngedeketin Adit? Kalau menurut gue sih Adit itu cuma semacam idola buat Andhita. Kayak fans gitu lah.”
”Jadi maksud lo...sebenarnya kalau Andhita serius ngdeketin, dia bakalan ngedapetin Adit, begitu?”
”Kenapa nggak? Secara fisik, meraka cocok kok.” Tasha tertawa. ”Elo suka ya sama Andhita? Kok ngomongin dia terus sih?”
”Oke, kita ngomongin yang lain deh.”
”Nah, gitu dong!”
***
Di saat yang sama dan tempat yang berbeda, Keyra sedang berjalan bersama Andhita. ”Eh Dhit, pernah kepikir nggak buat bilang terus terang sama Adit kalau lo suka sama dia?”
”Apa?” seru Andhita. ”Nggak ah! Gila lo! Gue cuma suka ngeliat mukanya doang, bukan berarti gue mau nembak dia. Kalau ditolak gimana? Malu ah!”
Keyra bertanya serius, ”Tapi elo kan udah lama banget suka sama dia. Apa salahnya kalau elo mencoba buat peruntungan lo? Siapa tahu berhasil.”
Andhita nggak sadar Keyra membimbing langkah mereka menuju kelas Adit. Soalnya dari tadi Andhita ngeikutin Keyra terus. Saat di depan kelas Adit, Keyra menyodorkan dua lembar tiket pertunjukkan balet di TIM pada Andhita. ”Nih, mumpung sekarang kita udah di depan kelasnya Adit, lo tawarin deh tiket nonton ini ke dia. Kebetulan gue punya dua. Abang gue yang ngasih ke gue. Pacarnya sakit, jadi dari pada mubazir mending dikasih ke gue katanya. Lagi pula gue nggak suka balet, jadi siapa tahu tiket ini bisa lebih bermanfaat buat lo.”
Andhita mengambil tiket itu ragu-ragu. “Kenapa lo ngasih ini ke gue?”
”Sebenarnya pilihan gue kalau nggak dikasih ke elo, ya Putri, atau Tasha. Tapi belakangan ini gue liat tampang lo tuh BT terus. Gue rasa elo agak sedih soalnya orangtua lo ngejodohin lo sama orang yang nggak lo suka. Sekarang saatnya elo ngebuktiin apa rasa suka lo sama Adit itu main-main apa beneran. Soalnya kalau begini terus, kan kasian elonya juga. Nanti elo jadi terpaksa kawin sama orang yang nggak pernah lo suka sama sekali, padahal sampai sekarang lo sendiri nggak tahu siapa yang lo suka.”
Andhita masih ragu-ragu, tapi Keyra mendorongnya masuk ke kelas Adit. Untung saat itu cuma ada beberapa orang di kelasnya Adit. Andhita nekat menghampiri Adit yang sedang menulis sesuatu di mejanya.
”Kak Adit, aku mau ngomong sesuatu.” katanya grogi.
Adit mengangkat wajahnya. Dan begitu melihat Andhita, dia tersenyum. ”Eh, Andhita. Kenapa?”
“Aku… aku punya dua tiket nonton balet. Apa Kakak mau pergi nonton sama aku?” tanya Andhita takut-takut.
Adit tampak terkejut. Dia berpikir sesaat, lalu mengambil tiket itu dari tangan Andhita. ”Buat besok ya? Kayaknya gue nggak sibuk. Oke, kita ketemuan dimana?”
Andhita tersenyum gembira. Dia berkata, ”Kita janjian di sekolah aja. Terus naik taksi ke sana. Gimana?”
”Oke kalau begitu. Sampai besok ya?”
Andhita pun keluar kelas dengan hati berdebar-debar. Berhasil! Adit mau pergi dengannya! Ini berkat Keyra. Keyra benar-benar sobat setia yang perlu di acungkan jempol.
“Gimana? Gimana?” Tanya Keyra nggak sabar ketika Andhita udah di luar kelas.
Andhita membentuk lingkaran dengan telunjuk dan jempol kanannya. “Berhasil!”
Mereka pun berlalu dari kelas Adit dengan gembira.
***
Sore harinya, saat latihan di rumah Putri, Keyra menceritakan hal itu pada Tasha dan Putri.
”Apa? Andhita akhirnya ngedate sama Adit?” tanya Putri kaget. Sebagai sahabat Andhita, dia juga turut senang mendengarnya. Saat itu Andhita dan Rendy belum datang, jadi mereka bertiga ngerunpi dulu.
Namun saat Rendy datang, tanpa disadari mereka bertiga, cowok itu mendengar pembicaraan Putri, Keyra, dan Tasha. Tiba-tiba Rendy mendapati bahwa perasaanya kali ini jadi nggak karuan mendengar hal itu. Andhita... bakalan ngedate sama Adit? Dengan cowok lain? Meskipun di antara mereka belum ada komitmen apa-apa, mestinya Andhita nggak berbuat hal itu tanpa konfirmasi dengannya lebih dulu, kan? Ini sama saja dengan ”bermain api”.
”Mereka bakalan nonton balet besok sore? Wah, romantis banget! Tapi... gimana tuh sama cowok yang dijodohin sama Andhita?” tanya Tasha.
”Ah, dia nggak bakal tahu!” kata Keyra. ”Gue sih udah ngebayangin, orangnya pasti jelek, atau sifatnya yang nyebelin. Kalau nggak, kenapa muka Andhita selalu aja muram kalau lagi cerita tentang cowok itu? Kasihan dia, mudah-mudahan acara ngedatenya dengan Adit bisa berhasil.”
“Lo baik juga Key. Lain kali elo deh yang ngatur kencan gue sama orang yang gue suka.” ujar Tasha penuh harap.
“Elo kan suka sama Rendy, ngomong aja sendiri!” ujar Keyra blak-blakan.
Rendy merasa udah saatnya dia memberitahukan kedatangannya. ”Ehm... Ehm... kalian lagi ngomongin apa sih? Kok serius banget?”
Tepat di saat itu, Andhita juga tiba datang dengan ngos-ngosan. ”Sori semuanya, gue terlambat.”
”Nggak apa-apa, kita juga belum mulai kok.” kata Rendy dengan wajah dingin. ”Lagian, telat atau nggak kan menandakan kadar loyalitas kita pada latihan ini. Kalau ada hal lain yang lebih penting, nggak datang juga nggak apa-apa.”
Andhita tersinggung. Kekesalannya pada malam saat dia diturunin di jalan masih terbawa sampai sekarang. Dia tidak akan menanggapi omongan cowok itu. Dia udah cukup muak dengan semua yang dialaminya dengan cowok sok ini. Kalau bukan karena kepentingan latihan, dia nggak mau ketemu lagi sama Rendy.
”Bahkan gue rasa, kalaupun latihan hari ini nggak ada lo, bakalan berjalan dengan baik juga.” lanjut Rendy lagi.
Andhita benar-benar kesal dengan semua ocehan Rendy. “Lho, kok jadi lo yang sewot gini sih? Yang lain baik-baik aja. Gue kan cuma telat lima belas menit. Itu kan biasa. Kayak lo nggak pernah telat aja! Kalau emang elo ngerasa kehadiran gue benar-benar nggak penting, gue pulang!” Andhita langsung pergi keluar dari ruang latihan.
Putri langsung menahannya. ”Andhita, Andhita! Sabar dong. Kok sekarang elo jadi gampang tersinggung sih?”
Rendy menambahkan, ”Mungkin prioritas dia udah berubah. Banyak hal lain yang jauh lebih penting, jadi sedikit-sedikit tersinggung. Mungkin itu alasan dia doang supaya dia bisa pulang terus nggak ikut latihan!”
Andhita mendekati Rendy dengan wajah gusar. Air matanya sudah mengembang di pelupuk matanya. “Terus terang aja, gue juga males ikut latihan ini! Terlebih sejak lo datang dalam kehidupan gue, gue nggak pernah merasa tenang! Mungkin elo benar. Kehadiran lo malah membuat gue terpaksa buat datang. Elo terus-menerus nyindir gue, ngatain gue, bilang kalau suara gue fals lah, gue nggak loyal lah, nggak punya prioritas. Siapa sih yang bisa tahan?!” katanya miris. Air matanya pun mengalir ke pipi. ”Lo udah buat gue nangis dua kali, sebelumnya nggak ada yang pernah ngelakuin hal itu. Gue benci sama lo!!”
Yang lain bingung kenapa Andhita tiba-tiba meledak seperti itu, tak terkecuali Rendy. Andhita langsung meninggalkan rumah Putri dan keluar. Rendy langsung mengejarnya.
”Andhita! Tunggu!” serunya sambil berlari keluar. Putri, Tasha, dan Keyra berpandangan.
”Gimana nih? Kita ikut ngejar nggak?” tanya Putri.
”Nggak usah. Mereka berdua pasti punya masalah sendiri. Biar aja mereka menyelesaikan masalah mereka berdua dulu.” kata Tasha.
”Masalah apa Sha? Emangnya elo tahu sesuatu?” tanya Keyra.
Tasha mengangkat bahu. ”Nggak. Gue cuma ngerasa aja, sebaiknya biarin mereka bicara empat mata dulu.”
Di luar, Rendy berhasil mengejar Andhita dan menarik tangannya. Andhita mengelak, tapi Rendy tetap menahan tangannya erat. “Dhit, Andhita! Tunggu dulu! Gue emang salah banget sama lo, dari mulai malam gue nurunin lo di jalan, gue minta maaf, tapi lo jangan kayak gini dong! Bukannya lo nggak mau masalah pribadi kita diketahui orang lain?”
Andhita masih berusaha melepaskan genggaman tangan Rendy dan menatapnya dingin. ”Lepasin tangan gue! Sakit!”
”Kalau elo janji bersikap dewasa dan nggak lari kayak tadi. Gue lepasin.” kata Rendy.
Andhita berhenti menarik tangannya, karena genggaman Rendy memang kuat. Dia memalingkan mukanya dan mengangguk pelan. Rendy melepaskan cekalannya pada tangan Andhita. ”Oke. Gue minta maaf atas semua yang gue lakuin ke lo. Gue memang terlalu berlebihan. Gue memang cukup tempramen kalau lagi terlibat dalam suatu masalah. Gue selalu mengharapkan hasil yang bagus dan perfeksionis dalam hal apapun. Gue janji sama lo, gue akan mengubah sikap jelek gue. Tapi gue juga mau lo janji satu hal sama gue.”
”Apa?”
”Tentang hubungan kita. Kita kan udah sepakat buat pura-pura saling suka dan menerima perjodohan ini, jadi gue minta... nggak ada pihak ketiga dalam hubungan kita sebelum masalahnya selesai.”
Andhita terdiam memikirkan semua perkataan Rendy. Rendy berjanji akan merubah sikapnya untuk mendapat maafnya. Tapi saratnya barusan. Nggak ada pihak ketiga? Tapi... besok kan dia bakalan ngedate sama Adit dan nggak mungkin dia ngebatalin sekarang. Akhirnya dengan telunjuk dan jari tengah terkait di belakang tubuhnya, Andhita berkata, ”Oke, gue janji.”
Rendy mengusap air mata di pipi Andhita dan menggandeng tangannya masuk kembali ke rumah Putri. Perasaan Andhita bercampur aduk. Entah apa yang mereka berdua rasakan saat itu.
***
Esok harinya, setelah bel pulang berbunyi, Andhita berganti pakaian di kamar mandi sekolah dan menaruh seragamnya di loker. Dia sudah bilang sama Mama akan nonton balet, tapi dia nggak bilang kalau mau nontonnya sana Adit. Dia juga udah bilang bakalan pulang malaman.
Andhita memakai kaus ketat dan rok jeans model kasual, entah cocok apa nggak dipakai buat nonton pertunjukan balet. Tapi aneh juga, kali ini Andhita nggak terlalu memilih-milih baju.
Pukul tiga dia datang ke kantin, tempat yang dijanjikan Adit kemarin.
Kantin sekolah sudah sepi, penjualnya juga udah nggak ada. Hanya ada beberapa pasang siswa yang sedang pacaran dan belum pulang kalau belum di usir satpam. Adit udah menunggu di sana dengan senyum manisnya yang biasa. Dengan perasaan bersalah, Andhita mengakui bahwa Adit sangat tampan hari ini.
”Hei, aku nggak telat kan?” ujar Andhita.
”Nggak, gue juga baru nyampe. Kita berangkat sekarang aja ya? Nanti terlambat. Oh ya, kebetulah gue bawa mobil hari ini, jadi kita nggak usah naik taksi.”
Andhita mengangguk. Dia dan Adit menuju parkiran dan langsung berangkat ke TIM. Di mobil, Adit diam saja. Dia hanya memandang jalanan di depannya. Andhita sendiripun sepertinya enggan untuk berbicara.
“Ehm… Dhit, lo sering nonton pertunjukkan balet?” akhirnya dia membuka pembicaraan juga.
“Belum pernah. Ini baru pertama kali.” jawabnya.
”Gue juga belum. Tapi gue rasa gue bakalan suka.” Katanya, kemudian diam lagi.
“Emangnya, Kak Adit kalau jalan sama pacar, kemana aja?”
”Pacar? Gue belum punya pacar.” Dan Adit diam lagi.
Ah, kalau begini capek juga Andhita. Adit terlalu banyak diam. Akhirnya dia pun hanya menatap pemandangan di sepanjang jalan seolah itu sangat menarik. Tiba-tiba dia teringat pada Rendy. Kalau cowok itu ada di sebelahnya, pasti mereka udah bicara apa saja. Paling tidak mereka akan bertengkar mulut. Entah mengapa Andhita jadi merindukan saat-saat bersama cowok itu. Seandainya Rendy ada di sebelahnya, pasti akan lebih menyenangkan. Aneh! Dengan sebal Andhita menghela napas keras-keras dan mengalihkan pikirannya pada hal-hal lalin, selain Rendy tentunya.
Tiket pertunjukkan balet yang diberika Keyra adalah pertunjukkan balet lokal. Pertunjukkannya menceritakan tentang cerita rakyat Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari tanpa dialog. Hanya emosi dari gerakan yang ditampilkan. Sangat bagus dan indah. Selama pertunjukkan, Adit hanya menikmati apa yang ditontonnya. Jarang sekali dia bicara. Andhita merasa kencannya sangat hambar.
”Ceritanya bagus ya?” ujar Andhita saat pertunjukkan selesai dan mereka berjejal-jejal dengan penonton lain yang aka meninggalkan ruangan.
”Ya. Apalagi waktu Jaka Tarub ditinggal Nawangwulang ke kahyangan. Sedih juga.” kata Adit.
”Iya, juga waktu...” ucapan Andhita terputus saat dia melihat sosok yang dikenalnya, yang beberapa menit lalu sangat dirindukannya. Tepat di barisan sebelahnya, seorang cowok yang berjalan mesra dengan seorang cewek. Mereka tertawa-tawa sambil mengantri keluar. Entah siapa cewek itu, yang pasti cowok itu...Rendy!
”Kenapa Dhit?” tanya Adit melihat Andhita tiba-tiba berhenti.
”Ngg..gak! nggak ada apa-apa.” jawab Andhita dengan wajah pucat. Dalam hati dia gelisah. Sialan Rendy! Cowok brengsek! Rendy jelek! Katanya nggak boleh ada pihak ketiga sebelum masalah perjodohan ini selesai. Tapi apa buktinya? Andhita ingin sekali menghampirinya dan menangkap basah cowok itu. Tapi lalu dia sadar bahwa dia pun melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba Adit bertanya, ”Kok elo pucat Dhit? Elo sakit ya?” cowok itu memegang dahi Andhita dan merangkulnya.
“Nggak…nggak..aku nggak apa-apa kok.” Jawab Andhita cepat.
“Oh ya udah…” Adit pun melepaskan rangkulannya.
Di Barisan lain, Rendy tertawa pada cewek di sebelahnya, “Dia ngeliat kita Hel? Elo yakin?”
Rachel, sepupu Rendy, sengaja mendekatkan tubuhnya ke Rendy dan menjawab, ”Pasti. Tapi kayaknya dia cuma kaget aja ngeliat lo. Mukanya sih emang pucat, tadi cowok itu ngerangkul dia. Elo yakin dia nggak punya perasaan apa-apa sama lo?”
Rendy mengangkat bahu. ”Tau deh. Kalau iya, kenapa dia jalan sama cowok lain?”
Rachel tertawa, ”Mungkin dia masih meragukan perasaannya aja kali sama lo Ren!”
Rendy mengangkat bahunya lagi, lalu mengajak Rachel berlalu dari gedung itu. Sangat diyakininya, kalau perasaannya cemburu melihat kedekatan Andhita dan Adit.
***
Terus terang saja, semenjak Rendy masuk ke kehidupan Andhita, kehidupan gadis itu tidak pernah sama lagi. Tidak pernah Andhita begitu meresahkan masalah bertemu dengan seseorang di sekolah, teristimewa orang itu harus sering ditemuinya karena suatu keadaan. Dia benar-benar frustasi karena harus latihan bersama Rendy, karena itu sedapat mungkin di waktu lain dia menghindar dari cowok itu.
Rasanya sangat aneh mendapati cowok yang dijodohkan dengannya adalah Rendy yang dikenalnya di sekolah. Masalahnya, Andhita belum bisa menerimanya. Mungkin kalau orang lain yang dijodohkan dengannya, dia tidak akan sepusing ini memikirkan masalahnya.
Entah bagaimana perasaannya saat ini. Campur aduk nggak karuan. Apalagi sekarang dia bakalan lebih sering lagi bertemu dengan Rendy, soalnya malam kesenian tinggal dua minggu lagi. Jadi otomatis latihan akan lebih intensif. Dan terlebih lagi, Rendy memutuskan latihan ditambah dua hari. Praktis dari Senin sampai Kamis berturut-turut bakalan ketemu Rendy terus.
Apalagi Mama sama Papa juga selalu bertanya tentang Rendy. Gimana sikap Rendy? Gimana dia di sekolah? Apa kalian sekarang pacaran? Uh, nyebelin banget! Andhita terpaksa mengatupkan mulutnya rapat-rapat atau mengalihkan pembicaraan kalau mereka nanya begitu. Daripada salah ngomong.
Satu hal yang mengejutkan lagi, Rendy sekarang sangat populer di sekolah. Apalagi setelah Tasha memberitahukan bahwa Rendy menjadi kandidat ketua OSIS untuk menggantikan Adit. Sekarang Andhita juga baru sadar kalau teman-teman sekelasnya sering membicarakannya cowok itu, entah kagum pada permainan bolanya, musiknya, orangnya, atau kegantengannya... nggak tahu deh. Dan ada lagi! Ternyata Putri dan Tasha sama-sama naksir Rendy! Oh no!
Sebelumnya Andhita sama sekali nggak tahu. Dia nyesel karena lupa memerhatikan teman-temannya karena teralu sibuk dengan masalahnya sendiri. Dia tahu dari Keyra ketika mereka mau latihan menyanyi di aula sekolah.
”Tasha mana?”
”Nggak datang. Marahan sama Putri.”
”Kenapa? Kok bisa marahan?”
”Gara-gara Rendy.” jawab Keyra.
Mereka duduk berdua di bangku aula menunggu latihan dimulai, sementara Putri sedang menjelaskan tambahan bagian partitur untuk improvisasi piano pada Rendy.
“Hah? Gara-gara Rendy?” Tanya Andhita kaget, walaupun sedang berbicara Keyra, sesekali tatapan Andhita tertuju pada Rendy dan Putri. Posisi cowok itu benar-benar dekat dengan Putri dan entah mengapa itu membuat hati Andhita kebat-kebit.
Keyra mendekatkan bibirnya ke telinga Andhita dan berbisik, “Putri sama Tasha sama-sama suka Rendy! Tasha kan udah lama kenal Rendy, dan sejak awal kita semua udah pada tahu dia kayaknya naksir cwok itu.”
”Terus?” tanya Andhita penasaran.
”Tasha nggak suka Putri selalu dekat-dekat Rendy. Apalagi Rendy selalu datang ke rumah Putri lebih awal kalau kita latihan.”
”Oh ya?”
”Bahkan katanya mereka sering makan bareng di kantin!”
Andhita tersentak kaget. ”Masa?”
”Iya. Gue rasa Rendy emang ular kepala dua. Gue juga pernah ngeliat dia ke perpustakaan bareng sama Tasha. Mereka kayaknya sedang ngobrolin sesuatu dengan serius.”
”Oh ya? Kapan?”
Keyra mengerutkan keningnya. ”Kira-kira... beberapa hari yang lalu deh.”
”Oh ya? Terus sebenarnya Rendy senangnya sama siapa? Putri apa Tasha?”
”Dengar dulu cerita gue!” sergah Keyra. Andhita terdiam. Keyra melanjutkan, “Gue sih nggak peduli Rendy sukanya sama siapa. Yang gue kuatirin itu ya persahabatan kita. Tasha dan Putri saling cemburu. Ternyata Tasha sering mergokin Putri makan bareng di kantin sama Rendy. Nah, Tasha juga ngelabrak Putri supaya Putri nggak mendekati Rendy. Tapi Putri malah nantangin dan bilang gini, ’kalau gue suka sama cowok itu, emangnya kenapa?’ Tasha langsung marah dan nggak mau datang latihan hari ini.”
“Lo tahu dari siapa Tasha ngelabrak Putri?” tanya Andhita.
”Gue denger sendiri tadi siang, di WC, waktu kita bertiga ketemu.”
Andhita berusaha mencerna informasi yang disampaikan Keyra. Rendy ular berkepala dua? Mendekati kedua temannya sekaligus. Dan Andhita tiba-tiba merasa perutnya sakit saat dia mengingat cewek yang pergi dengan Rendy saat menonton pertunjukkan balet.
Andhita tidak bisa berkata apa-apa lagi mendengar semua cerita Keyra. Padahal Putri yang dia kenal itu selalu berpikir rasional, harusnya bisa ngalah dong sama Tasha yang memang cenderung sensitif dan melankolis. Dia nggak bisa ngebayangin kalau sampai teman-temannya tahu kalau cowok yang dijodohin dengannya adalah Rendy. Apa jadinya nanti?
“Hmm..Key.. kayaknya si Rendy udah nggak jomblo deh.” Kata Andhita.
“Maksud lo, dia udah punya pacar?” tanya Keyra.
“Yaa.. nggak tahu juga sih. Jadi gini waktu gue nonton balet sama Adit, gue ngeliat Rendy jalan sama cewek. Gue sih nggak sempet nyamperin dia. Abis rame banget sih.”
“Oh ya? Kok lo nggak cerita ke gue pas gue Tanya gimana ngedate lo sama Adit? Lo cuma bilang nggak asik, tapi nggak bilang ketemu sama Rendy di sana.”
“Yah… gue pikir kan itu nggak begitu penting, lagian kan itu bukan urusan gue.”
“Iya juga sih, tapi sekarang jadi urusan kita, soalnya Rendy bisa ngerusak persahabatan kita berempat. Yaudah, pokoknya kita harus ngasih tahu ke Tasha dan Putri kalau Rendy itu playboy kelas kakap!” maki Keyra.
“Key…sebenarnya…Rendy itu…hmm..nggak jadi deh. Bingung jadinya. Kita mulai aja yuk latihannya. Urusan ini kita omongin nanti lagi.” Andhita merasa bukan ini saat yang tepat.
***