Kamis, 10 Juni 2010

Lovable (part 12) END

Akhir Perjodohan

Sudah beberapa hari ini Andhita mengurung diri di kamar. Mamanya bingung apa yang terjadi pada anaknya. Sedangkan Papa hanya bisa mengangkat bahu. Jadi, dengan bakat detektifnya, Mama mencari tahu. Dia membuat bubur ketan hitam kesukaan Andhita dan mengantarkannya ke kamar anak gadisnya.
”Sayang...belakangan ini Mama perhatikan kamu kok lesu banget sih. Ni Mama buatin kamu bubur ketan hitam kesukaan kamu.”
”Makasih ya Ma.” jawab Andhita dan mencoba bubur buatan mamanya. ”Hmmm...enak.”
”Oh ya Dhit, kok akhir-akhir ini Rendy nggak pernah ke sini lagi ya? Terus, setiap kali dia telapon, kamu juga nggak mau terima. Kamu lagi berantem sama dia?”
”Hmm..nggak kok Ma. Kita lagi instrospeksi diri aja. Kita lagi mikirin mau dibawa kemana sebenarnya hubungan ini.”
”Maksud kamu...kamu putus sama Rendy?”
Andhita menjawab ngasal, ”Mungkin. Siapa tau aku sama Rendy cuma terpengaruh perasaan. Siapa tau kita nggak saling suka, cuma nggak enak aja sama orangtua masing-masing, akhirnya kita malah maksain perasaan kita. Padahal sebenarnya kita nggak mau...”
”Siapa tahu siapa tahu... Gimana sih sebenarnya? Kamu ngerasa terpaksa karena dijodohin sama Rendy?”
”Mungkin Ma. Andhita juga nggak tau. Andhita minta maaf ya Ma, Andhita nggak bisa menuhin keinginan Mama sama Papa.”
”Nggak apa-apa kok sayang. Mau gimana lagi, kan perasaan seseorang itu kan nggak bisa dipaksain.”
”Kenapa nggak dari dulu aja sih Ma ngomong kayak gitu?”
Mama tertawa.
***
Andhita memasuki ruang OSIS dan mencari-cari seseorang. Adit ada di pojok ruangan, sedang menuliskan sesuatu di meja. Andhita buru-buru menghampirinya.
”Kak Adit, ini laporan pertanggungjawaban dari Putri. Semuanya udah ditulis di situ. Biaya kostum, fotokopi partitur, dan lainnya.” kata Andhita sambil menyodorkan lembaran kertas yang terjilid rapi.
Adit mengangkat wajahnya dan tersenyum pada Andhita. ”Oh, cepat juga ya. Makasih ya Dhit...”
Andhita tersenyum dan melangkahkan kakinya hendak keluar.
”Andhita! Tunggu!”
Langkah Andhita terhenti. Adit menghampirinya.
”Gue punya dua tiket gratisan buat nonton di Kelapa Gading 21. gue juga belum tau sih film apa yang lagi main. Tapi gue mau ngajak lo. Ada waktu nggak Sabtu ini?” Tanya Adit.
Andhita kaget. Dia senang akhirnya Adit mengajaknya kencan. Waktu itu dia yang duluan ngajak, dan hasilnya kurang memuaskan. Sebenarnya inilah yang diinginkan Andhita dari dulu, tapi...
”Maaf Kak Adit. Lain kali aja ya? Aku lagi nggak boleh keluar rumah sama Mama.” Andhita berbohong.
Adit tampak kecewa. ”Kalau minggu siang, bisa?”
Andhita menggeleng dengan mimik menyesal. Adit tak lagi memaksa.
”Ya udah. Tapi nanti kalau lo tiba-tiba berubah pikiran, hubungin gue ya. Tiket ini nggak bakalan gue pake. Gue simpan buat kita berdua.”
Andhita tersenyum manis dan keluar meninggalkan ruangan OSIS.
***
Seminggu sejak malam kesenian udah berlalu, dan wajah Andhita nggak bisa seceria dulu lagi. Hubungannya dengan sahabat-sahabatnya kembali seperti dulu, tapi hubungannya dengan Rendy nggak. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam hidupnya, tapi dia nggak mau menemukan yang hilang itu. Dia bahkan nggak mau cari tahu dan mencoba, karena dia tahu apa yang hilang itu, yaitu kebersamaannya dengan Rendy, cowok yang benar-benar mengisi hatinya.
Bahkan saat Adit mengajaknya ngedate, Andhita menolaknya. Karena Andhita sadar kalau perasaannya ke Adit itu memang hanya suka biasa. Dia hanya mencintai Rendy.
”Andhita! Bengong kok sambil jalan? Kesambet baru tau rasa lo!” Putri menyambutnya di gerbang sekolah.
Andhita hanya tertawa.
”Udah diserahin?” tanya Putri.
”Udah beres. Tasha sama Keyra mana?”
“Tuh, lagi beli batagor. Kita ke sana yuk! Hari ini kita main ke rumah gue aja. Nyokab gue hari ini masak enak. Dia ngundang lo bertiga maen ke rumah gue. Kan lumayan lama gak maen lagi sejak direnovasi kemarin.” Ujar Putri.
Andhita hanya tersenyum kecil. Mereka menghampiri Tasha dan Keyra, terus ikut beli batagor.
”Eh, tau nggak. Adit tadi ngajak gue ngedate lho.” Kata Andhita tiba-tiba.
Keyra membelalak. “Apa? Dia ngajak lo ngedate? Itu baru namanya berita baru!”
“Berarti dia tuh emang ada hati sama lo Dhit!” ujar Tasha.
”Harusnya gue yang nyerahin laporan itu. Siapa tau aja gue yang diajakin ngedate sama dia.” cetus Putri. ”Hehehe... nggak deh Dhit, bercanda!”
“Nggak apa-apa. Lagi pula, gue nolak ajakan dia kok.” jawab Andhita.
Kali ini ketiga temannya berhenti berjalan dan menatap Andhita bingung.
”Hah? Elo tolak? Serius? Kenapa? Bukannya ini yang elo harapkan? Elo kan udah suka sama dia udah lama.” tanya Keyra beruntutan.
”Apaan sih lo? Nanya nyerocos gtu.” canda Andhita.
“Lo masih nggak bisa ngelupain Rendy kan?” tanya Putri.
”Eit, gue nggak mau ngomongin soal ini lagi. Ok!” jawab Andhita dingin.
“Sori. Terus, kenapa lo nolak ajakan Adit?” tanya Putri lagi.
”Gue lagi nggak mood aja.” Kata Andhita.
Ketiga sahabatnya nggak membicarakan Rendy lagi. Mereka mengerti perasaan Andhita sekarang.
***
Rendy memandang makanan di depannya tanpa selera sedikit pun. Mama dan papanya menatapnya serius, tapi dia tidak memerhatikan.
”Ren... kamu lagi ada masalah? Kok dari tadi ngelamun terus sih? Kalau ada masalah, cerita aja ke Mama...”
Rendy mengangkat wajahnya. Dia melihat Mama, Papa, dan Bebby menatapnya, padahal harusnya mereka sedang makan malam.
”Aku lagi nggak laper Ma. Tapi…aku gado perkedel aja deh.” katanya pura-pura ceria sambil menusuk sepotong perkedel dengan garpu.
“Kamu lagi berantem sama Andhita?” tuduh Papanya langsung.
”Kemarin aku ketemu sama Kak Andhita di sekolah. Tapi dari jauh kayaknya dia ngindar, nggak tau kenapa.” kata Bebby.
”Benar, kalian lagi bertengkar?”
Rendy bangkit berdiri dari kursinya. “Aku baik-baik aja. Aku nggak ada masalah sama Andhita. Aku udah kenyang, ke kamar dulu ya Pa, Ma.”
”Kak Rendy, semua masalah itu pasti ada penyelesaiannya. Jangan putus asa ya. Semangat Kak. Jia you!” teriak Bebby menyemangati kakaknya.
Rendy hanya tersenyum sambil mengacak-acak rambut Bebby. ”Makasih ya jelek.”
Di kamarnya Rendy memencet nomor telepon seseorang. “Halo, gimana?” dia diam sejenak mendengarkan dengan serius. “Jadi semuanya beres nih? Menurut lo, ini bakal berhasil, atau malah memperparah keadaan?” terdengar jawaban serius dari seberang. Lalu Rendy berkata lagi. “Semoga rencana kali ini berhasil.” Rendy memutuskan sambungan.
***
Andhita sedang baca novel di kamarnya. Dia suka banget baca novel teenlit.
“Andhita! Telapon!” teriak Mama.
“Iya, iya!” balas Andhita sambil mengangkat telepon pararel di kamarnya. ”Halo!”
”Dhit! Kita semua lagi ada di Kelapa Gading nih! Mau nonton! Ditraktir sama Putri. Elo ke sini sekarang ya! Nggak pake lama. Kita udah beliin tiketnya. Setengah jam lagi mulai!” seru Keyra di telepon.
Hari ini memang hari minggu, jadi Andhita nganggur, tapi dia belum dandan dan lagi malas banget keluar rumah. Mana waktunya cuma setengah jam.
”Duh, males ah... lo ngasih kabarnya mendadak banget sih. Udah lah, nonton bertiga aja. Lain kali aja ngajak gue-nya.” Ujar Andhita nggak antusias.
”Gue nggak mau tau! Pokoknya lo harus datang ke sini dalam waktu setengah jam. Ketemu depan pintu bioskop ya. Cepet ya!” klik. Telepon ditutup.
Andhita sebal. Dia belum siap-siap. Terpaksa deh dia buru-buru ke kamar mandi dan ganti baju seadanya. Dia hanya memakai kaus ketat dengan jeans pendeknya. Kemudian dia mengambil syal untuk dililitkan di lehernya. Lalu dia menguncir rambutnya dan bedakan tipis. Andhita pun berangkat.
sampai di depan pintu bioskop, ada yang mencolek pundaknya.
“Hai Dhit!”
“Kak Adit!” Andhita kaget. Kok bisa ya Adit ada di sini? Lalu di belakangnya ada ketiga temannya yang tersenyum menyebalkan menghampiri mereka.
Andhita tersenyum manis pada Adit. Tapi dalam hati, Dasar Keyra! Kok dia nggak bilang-bilang kalau bakalan sama Adit di sini?
”Halo Dhit!” sapa Keyra sambil mesem-mesem.
”Hai Key, Sha, Put!” Andhita mendekati ketiga temannya dan berbisik pelan, ”Heh, kalian tuh ngerjain gue ya? Katanya Putri yang traktir kita nonton?”
Keyra menyeringai, ”Sori Dhit! Abis Kak Adit mau nonton bareng sama kita kalau elo juga ikut, jadi terpaksa deh gue boong biar elo datang.”
”Keterlaluan deh lo! Kalau tau gini, gue nggak bakalan datang!”
”Hayolah Dhit... jangan ngerusak kebahagiaan kita dong. Jarang-jarang kan kita bisa nonton gratis?” sahut Putri.
”Ada apa sih?” tanya Adit sambil mendekati mereka.
”Nggak kok Kak!” kata Keyra.
Ding dong ding dong! Terdengar suara pemberitahuan bahwa pintu teater dua telah dibuka. Keyra menyerahkan selembar tiket pada Andhita. “Nih Dhit, tiket lo. Pegang sendiri ya. Lo masuk duluan gih! Gue sama Tasha mao beli makanan dulu. Putri sama Adit mau beli minum di bawah.”
Andhita bengong. ”Gue masuk sendirian? Barengan aja deh…”
“Nggak usah Dhit. Gue nggak lama kok! Lo masuk duluan aja. Cariin bangku kita sekalian.” kata Putri.
Terpaksa Andhita menurut. Ditambah lagi dia memang lagi suntuk banget. Mending dia masuk aja, jadi di dalam dia bisa langsung tidur selama film main, dan habis selesai nonton dia mau langsung cabut!
Andhita masuk ke studio dua yang sudah gelap, karena iklan sudah diputar. Dia mencocokkan nomor tiket dengan tempat duduk yang ada.
“D 10..” gumamnya. Tapi ada seseorang yang duduk di situ.
“Pak, Pak… maaf. Ini tempat duduk saya. Kayaknya bapak salah tempat.” Kata Andhita.
“Emangnya gue kelihatan kayak bapak-bapak?” orang itu balas bertanya. Dari suaranya Andhita sangat mengenalnya.
Andhita kaget melihat siapa dia. ”Rendy?! Kok lo ada di sini?” pekiknya.
”Sssttt...!” bisik Rendy sambil menempelkan telunjuknya di bibir. Andhita menoleh ke belakang, rupanya banyak yang memerhatikan mereka. Buru-buru dia duduk di samping Rendy dan menatap layar di depan.
“Ngapain elo di sini?” bisik Andhita.
”Nonton lah! elo sendiri ngapain?”
”Ya sama!”
Ih! Nyebelin banget! Dengus Andhita dalam hati. Dan Andhita baru sadar kalau dia lagi dikerjain teman-temannya, termasuk Adit.
”Elo yang mengatur semua ini?” Tanya Andhita marah.
“Iah.” Jawab Rendy santai.
“Jadi mereka berempat nggak nonton?”
”Nggak. Cuma kita berdua doang. Hmm..nonton juga sih, tapi di teater satu, dan Keyra udah pesan sama gue, abis nonton gue nganterin lo pulang. Nggak usah nungguin dia katanya. Soalnya dia tau lo pasti bakalan marah besar.”
Andhita hanya mendengus dan diam.
“Sori Dhit…Cuma ini satu-satunya cara supaya gue bisa ketemu sama lo. Sejak malam kesenian, lo selalu menghindar dari gue dan nggak mau ngomong sama gue. Bahkan gue telepon ke rumah lo, lo nggak mau nerima. Gue mau menyelesaikan masalah ini Dhit! Please, jangan menghindar!”
“Masalah? Bagi gue ini bukan masalah.” Ujar Andhita dingin.
“Dhit..gue sayang sama lo. Gue nggak bisa nahan perasaan gue lagi. Gue berantakan Dhit nggak ada lo!”
“Gue…” Andhita nggak bisa berkata apa-apa lagi.
”Karena Putri dan Tasha? Karena mereka lo begini ke gue? Mereka udah baik-baik aja Dhit. Mereka sendiri yang bilang sama gue. Gue nggak bisa ngelepas lo gitu aja Dhit. Gue sayang sama lo!” ujar Rendy sambil menggenggam tangan Andhita yang dingin.
Andhita berpaling menatap Rendy. Wajahnya menghangat. Andhita mencium singkat bibir Rendy dan tersenyum.
“Gue juga sayang sama lo.” Kata Andhita.
Rendy hanya ternganga. Dia nggak nyangka Andhita bakal melakukan hal itu.
”Kenapa? Kaget?” tanya Andhita.
Rendy langsung memeluk Andhita. Dan mencium lembut bibirnya. Kali ini lebih lama.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar