Malam Kesenian
Andhita berjalan di sepanjang koridor sekolah dengan langkah gontai. Keyra menjajari langkahnya.
”Terus sekarang gimana Key? Apa kita batalin aja penampilan kita?” tanya Andhita.
”Elo mau nyerah begitu aja Dhit? Kita udah latihan lama. Kalau penampilan kita batal, semua teman sekelas kita pasti bakalan bertanya-tanya. Lo nggak mau kan masalah pertengkaran ini jadi nyebar luas?” kata Keyra.
Andhita membelalak. Tapi kata-kata Andhita ada benarnya juga. Dia mengeluh ”Kita bakalan malu banget Key kalau sampai batal tampil.”
Keyra mendesah. Besok malam kesenian, dan sejak keributan di rumah Andhita waktu itu, mereka sudah nggak pernah latihan lagi. Rendy bingung, tapi Andhita nggak mau ketemu sama cowok itu lagi. Hanya Keyra yang jadi penengah, dan terus terang itu membuatnya capek hati.
Andhita dan Keyra berjalan menuju ruang OSIS untuk bertemu dengan Adit dan membatalkan penampilan di malam kesenian.
Keyra berkata, “Jangan begitu Dhit. Melarikan diri dari persoalan bukan jalan keluar. Elo harus bisa menghadapinya. Kita harus tetap tampil besok apa pun yang terjadi.”
Langkah Andhita terhenti. ”Terus kalau Putri sama Tasha nggak mau tampil gimana? Nggak mungkin kan kita tampil berdua?”
Keyra mengeluh dan menatap tanah. Keningnya berkerut dan berpikir. ”Rendy pasti nggak ada masalah. Dia udah tahu semuanya.”
“Elo yang ngasih tau dia?” Tanya Andhita lemah.
”Iya, dia nyesel banget kenapa dia nggak ngasih tau semuanya dari semula. Tapi nggak bisa disalahkan sepenuhnya juga Dhit. Dia kan juga nggak bisa menolak perjodohan kalian.”
”Iya sih... ya udah deh, kalau Rendy mau mengiringi, kita tinggal tanya Putri dan Tasha. Mereka mau nggak bantuin kita tampil besok, walaupun gue tau pasti mereka masih marah banget sama gue.”
Langkah mereka sudah sampai di depan ruang OSIS dan tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Adit keluar. Melihat cowok itu, entah mengapa jantung Andhita nggak berdegup kencang seperti biasanya. Tapi ketika di belakang Adit muncul satu cowok lagi, Andhita merasa wajahnya panas. Rendy!
”Hai!” sapa Adit. ”Mau ketemu gue?”
”Ng...nggak.” kata Andhita menyenggol Keyra.
”Nggak kok Kak Adit. Kita cuma lewat.”
”Oh ya udah. Kebetulan gue juga mau ketemu Bu Mirna. Gue duluan ya.” kata Adit tersenyum pada Andhita.
”Hai.” sapa Rendy.
”Hai Ren.” Keyra yang menjawab.
”Gimana besok?” Tanya Rendy.
“Besok? Ng.. gimana ya?” Keyra balas nanya, wajahnya tampak bingung.
Rendy memandang Andhita yang menundukkan wajahnya. “Masih belum baikan sama Putri dan Tasha?” tanyanya.
Tiba-tiba Andhita berseru marah sambil menunjuk Rendy. “Ini semua tuh gara-gara lo!” dan Andhita berlari meninggalkan mereka.
Rendy menoleh pada Keyra. ”Kenapa dia? Kok sekarang gue kena damprat juga?”
Keyra cemberut. ”Elo emang punya salah. Akuin aja. Tapi sekarang bukan itu yang harus kita pikirkan. Kita harus memikirkan penampilan kita besok.”
”Maksud lo, besok kita jadi tampil apa nggak?”
Keyra mengangguk. ”Gue mau nelpon Putri dan Tasha. Gue mau nanya, apa mereka mau tampil demi Andhita besok. Sebab semua orang udah pada tau kami akan tampil. Kalau nggak jadi kan bakalan ngundang pertanyaan orang, dan lo tau sendiri kan yang namanya gosip.”
Rendy mengangguk. Dia menyerahkan handphone-nya pada Keyra. ”Nih, pake HP gue aja.”
Keyra mengambil HP Rendy dan memencet nomor Putri. “Halo…Putri?”
***
Malamnya Andhita menerima telepon dari Keyra. Keyra bilang Putri mau tampil, dan Tasha setelah dipaksa mau juga, begitu juga Rendy. Tapi Tasha dan Putri menolak untuk latihan lagi. Apa boleh buat, pikir Andhita. Daripada mereka nggak tampil sama sekali.
Tok, tok, tok! Tiba-tiba pintu kamar Andhita diketuk.
”Andhita, ini Mama! Kamu udah tidur belum?”
Andhita membuka pintu. ”Belum Ma..ada apa?” betapa kagetnya Andhita ketika melihat Rendy berdiri di belakang mamanya. Buru-buru dia menutupi dadanya yang walau dibalut piyama putih bercorak beruang cokelat tapi tidak mengenakan bra di baliknya.
”Rendy! Ngapain lo ke sini?” tanya Andhita sambil menutup setengah pintu dan menyisakan celah kecil buat kepalanya. Tubuhnya disembunyikan di balik pintu.
”Dhit, Rendy mau ketemu kamu. Katanya kalian lagi bertengkar ya? Kasian dia, sampai nggak bisa tidur gara-gara pertengkaran kalian.” kata Mama. Dia menoleh Rendy. ”Yuk Ren, kita tunggu di bawah aja. Biar Andhita ganti baju dulu.”
”Iya Tante.” jawab Rendy cengengesan lalu berjalan mendului langkah mama Andhita.
Beberapa menit kemudian Andhita turun ke ruang tamu, sudah mengenakan celana pendek dan tank top putih.
”Kenapa?” tanyanya ketus sambil duduk di hadapan Rendy. Dia melirik cowok itu, yang malam ini tampak ganteng dengan kaus lengan panjang hitam dan jins belel. Rendy melepas topi yang dipakainya, lalu menaruhnya di meja.
”Sori ya malam-malam ngeganggu.”
”Tuh tau ngeganggu. Gue baru mau tidur tadi.” Kata Andhita ketus.
“Tidur jam segini? Kayak bayi aja.”
Andhita melotot. Tuh kan. Cowok ini emang patut diberi pelajaran. Kerjanya cuma cari gara-gara aja! ”Terserah. Cepetan, mau ngomong apaan?!”
”Gue...” Rendy terlihat agak sulit mengutarakan apa yang ingin dikatakannya. Berulang kali dia menelan ludah dan nggak melanjutkan kalimat yang sudah dimulainya. Andhita mengangkat alis dengan tatapan bertanya.
”Kita keluar aja yuk! Gue nggak bebas ngomong di sini kalau bonyok lo ngeliatin terus.” bisiknya. Andhita menoleh ke belakang dan melihat Mama dan Papa sedang duduk di meja makan sambil memandang mereka berdua. Pantas saja!
Dia bangkit berdiri. ”Ya udah. Duduk di teras aj yuk.” ajaknya. Dia menoleh papa-mamanya. ”Papa sama Mama kan biasanya nonton TV jam segini, jadi jangan ganggu Andhita ya? Andhita mau ngomong serius nih sama Rendy.”
Mama meringis, Papa menyeringai lebar. Dengan patuh mereka masuk ke ruang keluarga dan menonton TV di sana.
Di teras, Rendy juga tak kunjung bicara.
“Katanya tadi mau ngomong?” Tanya Andhita nggak sabar.
“Dhit, elo tahu nggak kalau wajah lo tuh mirip banget sama seseorang yang pernah gue kenal?”
“Siapa?”
“Cewek yang ada di foto itu…”
Andhita ingat. Cewek di foto itu memang berambut panjang, mirip dengannya.
“Oh, cewek yang pernah gue tanyain?”
Rendy mengangguk.
“Grey?” Tanya Andhita. Saat bertanya seperti itu, tanpa sadar wajahnya memerah.
”Iya. Dia sahabat gue waktu gue di surabaya dulu. Elo tau kenapa gue gak nolak waktu Papa ngajak gue pindah ke Jakarta?”
“Karena dia?” tebak Andhita.
Rendy mengangguk.
“Dia...ninggalin lo?” Tanya Andhita hati-hati.
Rendy mengangguk lagi.
”Elo nggak nolak pindah ke Jakarta, karena dia ninggali lo? Gue kok jadi nggak ngerti gini ya?” Tanya Andhita bingung.
“Dia bukan ninggalin gue gitu aja. Tapi dia meninggal dunia, karena leukemia.”
”Me...meninggal?”
”Iya. Dan gue sangat terpukul. Tadinya kita cuma sahabat biasa. Tapi perasaan gue ke dia beda. Gue sayang banget sama dia. Tapi waktu gue menyatakan perasaan gue, dia ngasih tau ke gue kalau dia udah di vonis dokter kalau hidupnya tinggal enam bulan lagi.”
Andhita terdiam. “Jadi, enam bulan setelahnya dia meninggal?”
“Nggak. Tiga bulan lebih cepat dari yang diperkirakan.”
Mereka diam dalam keheningan. Melihat air mata menggenangi mata Rendy, Andhita jadi kasihan dan bersimpati. Dia menglurkan tangan dan menggenggam tangan cowok itu.
“Elo pasti sedih banget ya ditinggal sama orang yang paling lo sayang?”
Rendy mengangguk. “Sebelum meninggal, dia bilang dia cinta sama gue. Gue sampai nggak masuk sekolah selama sebulan setelah kejadian itu. Akhirnya bokap gue memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan mencari suasana baru.”
Andhita mengangguk mengerti.
”Lalu beberapa bulan yang lalu, bokap gue menunjukkan satu foto ke gue. Rambutnya panjang, matanya bulat, dan cantik. Papa bilang itu foto anaknya Om Heru.”
“Foto… gue?”
“Iya. Mereka bilang kalau cewek itu udah dijodohin sama gue. Dan gue merasa seperti mendapat kesempatan kedua. Kesempatan untuk mengenal Grey kedua kalinya. Kesempatan untuk bersama dia lagi dan bisa mencintainya.”
Andhita merasa tubuhnya kaku. Dia tahu, dia mulai menyukai Rendy, bahkan mulai mencintainya dan berharap perasaan Rendy sama dengannya. Tapi setelah mendengar Rendy hanya tertarik dengan semua kemiripan Grey padanya. Andhita jadi sedih.
“Jadi lo selama ini membayangkan kalau gue ini Grey?” tanya Andhita perlahan.
”Tadinya begitu. Tapi... sejak gue mencoba untuk mengenal elo lebih dekat, gue sadar elo sama sekali bukan Grey yang gue kenal. Semakin gue cari kemiripan kalian. Semakin banyak perbedaan yang gue dapat.”
Andhita merasa hatinya sangat sakit. Ternyata begini dangkalnya perasaan Rendy padanya. Bahkan mungkin sekarang cowok itu menyesal mengenal Andhita.
”Elo nyesel...dijodohin sama gue?”
”Perjodohan itu...sebenarnya gue sama sekali nggak dipaksa. Orangtua gue bukan orangtua yang kolot dan memaksakan kehendak. Begitu juga dengan orangtua lo. Mereka sepakat untuk memperkenalkan kita, bukan untuk memaksa. Hanya saja, siapa tahu anak mereka berjodoh...”
”Jadi selama ini elo menyesal?”
Rendy mengangguk, membuat Andhita semakin sakit.
”Gue menyesal…menganggap lo sebagai Grey.”
Andhita menunduk saja, tidak mengatakan apa-apa. Dia kahabisan kata-kata.
”Terus gue sadar bahwa perasaan gue terhadap Grey nggak sama dengan perasaan gue ke lo. Perasaan gue terhadap Grey sangat kuat, karena kita udah bersahabat lama. Tapi perasaan gue ke elo...”
”Elo nggak punya perasaan apa-apa kan?”
”Sebaliknya. Gue jatuh cinta sama lo. Gue jatuh cinta sama semua perbedaan yang lo punya. Gue mencintai lo, bukan Grey. Gue mencintai lo sejak gue ketemu sama lo.”
Gemerisik dedaunan yang tertiup angin tidak sedahsyat gemuruh di dada Andhita yang sedang bersorak kegirangan.
Rendy memandang Andhita. ”Sebenarnya, gue mau nunggu samapi lo luluh sama gue. Tapi gue nggak pernah bisa ngerti perasaan lo ke gue, soalnya elo selalu ketus dan nggak bersahabat. Jadi malam ini juga, gue mau denger dari mulut lo, gimana perasaan lo yang sebenarnya ke gue. Dan kalau pun perasaan kita nggak sama, gue bersedia mengundurkan diri dari perjodohan ini.”
”Mengundurkan diri?” tanya Andhita bingung.
Rendy mengangguk. “Gue nggak mau berlindung lagi di balik perjodohan kita. Selama ini, dengan menjadi cowok yang dijodohkan sama lo, gue punya kans lebih besar buat ngedapetin lo. Bisa ngedate sama lo, pokoknya bisa lebih sering sama lo. Tapi gue udah capek Dhit. Gua nggak bisa mendam perasaan gue lebih lama lagi. Kalau lo emang lebih suka sama Adit…”
“Adit?”
“Iya. Elo terus terang aja sama gue. Tenang aja, nanti gue yang bilang sama orangtua gue sama orangtua lo juga. Nggak usah takut, gue nggak akan mengambil kesempatan lagi.”
”Tapi Ren, gue nggak ada perasaan apa-apa sama Adit. Dia tuh cuma kayak idola buat gue. Tapi untuk jadi pacarnya...” Andhita mengangkat bahu, ”Kayaknya nggak deh. Gue benar-benar nggak punya kesamaan sama dia. Dan kalau gue lagi sama dia, gue malah mikirin cowok lain...”
Rendy kaget. ”Masih ada cowok lain lagi?”
Andhita tersenyum. “Entah kenapa, kalau gue lagi sama dia, yang kebayang dipikiran gue cuma elo…”
Rendy melongo, lalu tersenyum. “Jadi…”
Andhita mengangguk. Dan malam pun menyaksikan senyum mereka.
***
Keesokan harinya, malam kesenian berlangsung. Tapi yang mengisi acara malam kesenian bisa langsung ke Taman Ismail Marzuki dan mempersiapkan diri di sana. Andhita dan Keyra dudu di bangku penonton sambil melihat gladi resik drama sekolah. Putri nggak datang. Dia bilang akan ke salon dulu untuk menata rambut, yang menurut Andhita hanya alasan untuk menghindarinya. Sedangkan Tasha hari ini ikut ulangan susulan, jadi nanti sore dia baru datang. Rendy, selain menjadi penanggung jawab asambel, ternyta dia juga bermain keyboard pengiring drama, jadi dia sibuk. Tinggal Andhita dan Keyra yang merasa bosan karena harus menunggu, sambil menonton geladi resik.
”Jadi... elo sama Rendy udah jadian?” tanya Keyra.
”Iah. Dia bilang dia cinta gue, dan gue juga udah gak bisa bohongin perasaan gue lagi kalau gue sayang sama dia. Jadi kita berdua memutuskan untuk jadian.”
”Pacaran aja? Atau sampai nikah?”
”Nggak lah. gue juga nggak kepikiran nikah dulu. Itu kan urusan nanti. Lagian, perjodohan ini kan buat ngikat persahabatan bokap nyokap gue sama Rendy. Tapi kalau orangtua gue sih emang maunya punya mantu kayak Rendy.” kata Andhita.
Keyra memandang wajah senang sahabatnya. Andhita memang lagi kasmaran.
“Bagus deh, gue ikut senang sama hubungan lo sama Rendy. Tapi, kita harus nyelesaikan masalah sama Tasha dan Putri dulu. Baru hubungan lo ini bisa tenang.”
Wajah Andhita dan Keyra berubah mendung. “Gue nggak tau gimana caranya memulihkan kondisi ini, tapi gue juga nggak bisa nyingkirin Rendy begitu aja dari kehidupan gue. Lagi pula belum tentu itu bisa bikin hubungan gue sama Putri dan Tasha membaik.”
“Eit..gue juga nggak nyuruh begitu.” Sela Keyra.
“Gini aja. Malam ini, setelah kita tampil, gimana kalau kita berempat ngomongin masalah ini? Kita keluarin semua unek-unek yang ada di hati kita. Gue juga mau minta maaf sama Tasha dan Putri.” usul Andhita.
”Good idea. Kita coba aja.”
***
Sudah sejak lama Andhita, Keyra, Putri, dan Tasha merancang baju yang akan mereka pakai untuk malam kesenian ini. Yang merancang Tasha, si pemalu yang jago ngedesain. Yang menjahit mamanya Tasha yang memang penjahit ternama. Kainnya mereka beli sama-sama. Pilihan mereka jatuh pada bahan sutra tipis yang jatuh dengan indahnya di tubuh mereka. Warnanya beda-beda. Andhita dapat warna pink, Tasha warna biru, Putri warna ungu muda, dan Keyra wara cokelat muda. Modelnya asimetris dengan satu bahu terbuka dan satu bahu lagi bertali tipis. Bahan itu dibuat tiga tumpuk dengan potongan miring sampai ke mata kaki. Lalu selendang dari bahan yang sama dibelitkan tipis ke leher mereka.
Baju itu sudah jadi beberapa hari yang lalu, sebelum insiden pertengkaran mereka. Bajunya sangat bagus sehingga Andhita sayang untuk memakainya. Empat warna dengan model yang sama menunjukkan kekompakan mereka. Tapi kini... dia nggak tahu ke mana rasa saling memiliki itu pergi. Apa cuma gara-gara cinta mereka harus begini? Apa yang harus dilakukannya? Bagaimana dia seharusnya mengambil sikap? Andhita menghela napas sedih. Dia menempelkan gaun itu ke tubuhnya dan mematut dirinya di depan kaca. Gaun yang bagus. Tasha hebat, pikirnya. Kelak sahabatnya itu harus mencari uang dari rancangannya yang hebat.
”Duh, modelnya ribet amat sih?” Keyra yang keluar dari ruang ganti menggerutu. Dia berjalan kaku dalam balutan gaun cokelatnya. Andhita menoleh dan tersenyum.
”Elo cantik Key.” katanya.
Keyra mendengus sedikit bangga. “Nggak salah Dhit? Badan gue jadi kayak lontong dibalut ketat gini. Jalan aja susah.”
Andhita menghampiri sahabatnya dan mengulurkan tangan untuk membetulkanlapisan tipis yang terlipat. ”Elo harus sering pakai gaun dong, Key! Gimana jadinya kalau lo nanti nikah? Pakai baju pengantin, nanti nggak bisa jalan dong?”
Keyra terbahak. ”Ngaco! Gue nggak ada rencana kawin sekarang.” dia menatap Andhita. ”Elo tuh yang harusnya punya rencana kawin. Calonnya kan udah ada.”
Wajah Andhita memerah. ”Jangan ngebayangin yang nggak-nggak ah. Hubungan gue sama dia kan cuma pacaran biasa.”
Ada suara terdengar dari belakang mereka.
”Hubungan pacaran yang ngorbanin teman?” mereka berdua menoleh dan melihat Putri sudah berdiri di belakang mereka dengan wajah dingin.
”Put...elo baru datang?” tanya Andhita salah tingkah.
”Gue bukan tipe orang yang suka ingkar janji.” kata Putri datar. ”Apalagi mengkhianati teman.” tambahnya.
Keyra melihat suasana mulai panas dan berusaha menengahi. ”Elo mau ganti baju sekarang Put? Udah jam enam nih. Satu jam lagi acara dimulai. Kita tampil duluan lho!” dia melihat rambut Putri sudah tertata rapi dan dihiasi bunga-bunga kecil berwarna ungu. Wajahnya juga sudah di-makeup tipis. Sedangkan Andhita dan Keyra di makeup oleh tim penata rias dari sponsor kosmetik lokal buat malam kesenian mereka. Lumayan juga, walau mereka harus menghapus sedikit karena ketebalan. Andhita bahkan merombak tata rias wajahnya karena dia membawa alat makeup sendiri dari rumah. Biasa, Andhita kan memang suka dandan.
”Nggak usah, lo duluan aja. Gue yang datang belakangan biar ganti baju belakangan.”
Semua kata-kata Putri berbau sindiran. Andhita yang ingin menjawab disenggol Keyra. Keyra menunjuk kamar ganti dengan dagunya, menyuruh Andhita cepat-cepat ganti baju sebelum terjadi pertengkaran. Andhita menurut.
Sepeninggal Andhita, Keyra bertanya pada Putri. “Tasha mana?”
Putri mengeluarkan cermin kecil dari dalam tasnya, lalu memerhatikan wajahnya. Dia menghapus sedikit noda hitam di sudut matanya dengan tisu.
”Gue nggak bareng dia.”
”Eh Put...gue mau ngomongin sesuatu.” Kata Keyra.
“Kalau elo mau ngomongin Andhita, lebih baik nggak usah. Gue udah muak sama dia.”
”Put, sebenarnya Andhita tuh udah jadian sama Rendy.” kata Keyra pelan.
Putri menoleh dan tangannya yang memegang tisu terhenti di udara. ”Begitu?” katanya beberapa saat kemudian dengan ekspresi kecewa.
”Iya, Rendy calon tunangannya. Seberapa besar perasaan lo ke Rendy, cowok itu udah suka sama Andhita sejak awal. Jadi...”
Putri membuang muka. ”Udah deh, nggak usah diomongin lagi. Gue udah tau itu pasti akan terjadi, tapi gue masih sakit hati. Kalau lo minta gue memaafkan Andhita, gue perlu waktu...”
Keyra mendekati Putri. ”Put, elo kan tau kita udah sobatan sejak kecil. Jangan gara-gara masalah cowok kita jadi berantem gini. Andhita nggak salah-salah banget. Dia juga baru tau kalau Rendy itu tunangannya baru-baru ini. Keterlambatan dia ngasih tau kita memang ekhilafan, tapi...namanya juga manusia. Wajar aja kalau kadang-kadang melakukan kesalahan.”
Putri termenung. ”Key, sebenarnya gue juga nggak suka bertengkar kayak gini. Sikap gue begini karena cemburu. Udah setahun ini, sejak gue putus dan ngejomblo, belum pernah ada cowok lagi yang ‘kena’ di hati gue selain Rendy. Dan setelah gue tau kalau ternyata dia udah dijodohin sama Andhita, gue kecewa.”
Putri mulai terisak. Keyra buru-buru mencari tisu, takut riasan wajah Putri luntur.
”Gue ingin memberanikan diri mengutarakan perasaan gue sama Rendy setelah malam ini. Sekarang gue...”
”Put, Rendy udah jadi milik Andhita.”
“Gue tau.”
“Sekarang relakan aja dia jadi pacarnya Andhita. Gue percaya kok lo tuh berjiwa besar.”
Putri memeluk Keyra erat. “Emang, gue juga nyesel kenapa cinta bisa ngebuat gue jadi lemah gini.”
Keyra melapaskan pelukan Putrid an berkata pelan. ”Makanya, gue paling sebel ngeliat orang jatuh cinta...”
***
Jam tujuh kurang lima belas menit, tempat duduk hampir penuh seluruhnya, tapi Tasha belum kelihatan batang hidungnya. Putri sudah tidak berkata pedas lagi pada Andhita, tapi cewek itu memilih diam. Begitu juga dengan Andhita, nggak tahu mau ngomong apa. Mereka bertiga menunggu di ruang rias dengan hati cemas. Bagaimana kalau Tasha nggak datang? Cewek itu pegang suara satu. Dulu saja waktu Putri mengambil alih suara satu, suara mereka jadi nggak karuan. Soalnya Putri sudah terbiasa menyanyikan suara tiga.
Tiba-tiba kepala Rendy muncul di balik pintu ruang rias yang dibukanya. ”Sudah siap belum?”
Cowok itu masuk, dan Andhita merasa wajahnya memanas. Rendy tampak keren dalam setelan jas hitam. Baru kali ini Andhita melihat cowok itu dalam pakaian formal. Keyra menoleh pada Putri yang membuang muka ke arah lain.
”Sudah, tinggal nunggu Tasha.” jawab Keyra.
Rendy melirik jam tangannya. “Jam tujuh kurang sepuluh menit. Waktu pembukaan acara kita harus tampil. Apa perlu gue kasih tau Adit agar penampilan kalian diundur aja?”
Keyra yang nggak tahu harus menjawab apa menyenggol Putri. Putri menjawab, ”Diundur aja deh, jadi sesudah drama. Terus, kalau tasha belum datang juga, biar si Fitri anak kelas satu yang tampil duluan, setelah itu baru kita. Sekitar tujuh empat lima.”
Andhita kagum. Rupanya walaupun Putri nggak mengikuti geladi resik, dia tahu persis urutan acaranya.
Rendy mengangguk. ”Oke deh. Oh ya, ngomong-ngomong, kostum kalian bagus. Kalian kelihatan cantik pakai gaun itu.” Kemudian Rendy berlalu dari situ.
Sepeninggal Rendy, Putri mendekatkan tubuhnya pada Keyra dan bergumam, ”Kalau gue belum tau, gue pasti langsung terpengaruh ucapan Rendy tadi.” Keyra hanya tertawa kecil mendengarnya.
”Tasha!” tiba-tiba andhita berseru.
Putrid an Keyra menoleh ke pintu. Tasha berdiri di sana, masih dengan baju sekolah dan tas sekolah. Wajahnya masih belum dirias dan tampaknya dia belum mandi.
Putri langsung bengkit berdiri. “Kok lo belum ganti baju sih? Ayo cepat ganti baju dan cuci muka. Biar Andhita yang dandanin.!” Putri kembali ke asal.
“Nggak usah, biar gue dandan sendiri.” Kata Tasha sambil meletakkan tas sekolahnya di meja rias dan mengeluarkan bungkusan dari dalamnya, lalu menyiapkan gaunnya yang berwarna biru.
“Gimana sih Sha, elo nggak niat ya?” omel Keyra. Dia menutup hidungnya. ”Lo belum mandi lagi! Bau tau!”
”Emangnya gue kelihatan ada niat?” kata Tasha dan menghilang ke kamar ganti.
Andhita menunduk. Tasha masih marah. Putri sudah mendingan, walau masih marah padanya. Kalau begini terus, rencana Andhita dan Keyra untuk berkumpul sehabis tampil nanti dan membicarakan masalah mereka rasanya nggak mungkin terlaksana.
Lima menit kemudian. Tasha keluar dari kama ganti. Wajahnya sudah bersih dan dia sudah mengenakan bedak dan lipstik. Dia menghampiri cermin dan menyisir rambut.
”Apa kita mau latihan dulu sebentar sebelum tampil?” tanya Keyra dengan suara bergetar. Kayaknya dia grogi. Mendadak Andhita sadar, sebentar lagi mereka tampil di depan ratusan siswa SMU Pramita plus kerabat dan keluarga mereka. Dia tiba-tiba merasa demam panggung dan kepalanya pusing.
“Nggak usah Key.” Jawab Tasha tenang. “Apa yang akan terjadi, ya terjadi. Yang penting kita berempat tampil kan?”
Putri menatap Keyra. Sekarang dia sadar betapa menyebalkannya sikapnya barusan. Soalnya Tasha juga menyebalkan sih. Dia angkat suara. ”Kalau gue, tetap mau latihan.”
Setelah sepakat, akhirnya Keyra, Putri, dan Andhita menyatukan suara. Mereka latihan tanpa Tasha. Soalnya mereka nggak mau tampil malu-maluin, setidaknya demi sekolah mereka.
***
Setengah jam kemudian, mereka berempat sudah bersembunyi di balik tirai panggung. Acara drama baru saja selesai. Putri mengintip. ”Gile! Penontonnya penuh banget! Nggak ada kursi kosong.”
”Mana? Mana? Nyokab gue keliatan nggak?” ujar Keyra.
”Duh, gimana dong? Gue demam panggung nih.” Ujar Andhita.
“Teman-teman SMU Pramita, setelah ini kita akan mendengarkan persembahan lagu dari Fitri kelas 1 C, dilanjutkan dengan lagu A Whole New World yang akan dibawakan oleh vokal grup dari kelas dua.” tutur MC.
”Habis ini kita. Masing-masing berdoa deh, biar nggak tampil malu-maluin.” kata Putri dengan suara bergetar.
Ketika Andhita menoleh ke belakang, wajahnya berubah pucat. Tasha yang tadi berdiri di belakangnya sudah tidak ada. Kemana Tasha?
***
Koridor ruang belakang kosong. Ruang rias kosong. Andhita, Putri, Keyra, dan Rendy membuka ruang demi ruang untuk mencari Tasha. Nihil. Tasha nggak ada di mana-mana. Dalam kepanikannya Andhita mulai terisak.
”Semuanya gara-gara gue. Tasha pasti nggak mau nyanyi gara-gara benci sama gue..”katanya.
”Udah, nggak ada gunanya nyalahin diri sendiri. Sekarang yang penting kita bisa nemuin Tasha, dan ngebawa dia ke panggung secepatnya.” kata Putri.
”Keburu nggak ya? Fitri pasti udah selesai.” ujar Keyra.
”Masih keburu kok. Gue udah nyuruh MC memulai modern dance duluan. Kita bisa nyanyi setelahnya.” Kata Rendy nyantai.
“Kalau kita nggak berhasil nemuin Tasha…”gumam Andhita. Dia berhenti mendadak sehingga ketiga orang di belakangnya saling mendesak ingin mendengarkan kelanjutan ucapannya. ”Atau kita batal tampil aja?” lanjut Andhita. ”Kita nggak usah tampil deh. Kita berempat kan tampil demi kekompakan kita. Sekarang, semua itu sudah hilang, buat apa ngisi acara seolah kelihatan harmonis di atas panggung, tapi kenyataannya nggak sama sekali.” ujarnya dramatis. Suaranya meninggi dan matanya berkaca-kaca.
”Dan ini semua gara-gara lo Ren! Gue udah menduga, kalau hubungan ini nggak bakalan berhasil, tapi malah bikin ricuh! Gue nggak bisa nerusin hubungan ini. Gue lebih milih kehilangan lo, daripada gue kehilangan sahabat gue. Gue nggak mao persahabatan gue hancur!” serunya pada Rendy.
”Andhita!” seru Keyra.
“Dhit, jangan begitu,” sela Putri. Dia tampak nggak enak hati.
Rendy tercenung. “Jadi, menurut lo ini semua gara-gara gue, gitu? Kalian bertengkar gara-gara gue?”
“Gue kan udah pernah cerita sama lo Ren.” Ujar Keyra. “Kan gue bilang Putri dan Tasha itu, mereka…”
“Key!” cegah Putri.
Keyra nggak peduli dan tetap melanjutkan kata-katanya, ”Mereka jatuh cinta sama lo!” seru Keyra.
”Gue...” Rendy tidak bisa berkata apa-apa. Tampaknya dia baru benar-benar menyadari situasi ini.
”Dan lo udah bikin persahabatan gue ancur!” kata Andhita.
“Sori Dhit,” kata Rendy pelan. ”Tapi gue nggak bermaksud begitu...”
”Sekarang gimana?” tanya Keyra putus asa.
Tapi Rendy langsung menyela, ”Gue bisa jelasin semuanya. Gue emang salah. Sejak pertama bertemu Andhita di sekolah, gue udah jatuh hati sama dia. Tapi gue ngeliat sikap dia biasa aja sama gue. Bahkan dia selalu ketus sama gue. Jadi gue tanpa sadar telah mencoba untuk membuat Andhita cemburu. Ya caranya… gue nggak pernah menolak untuk dekat dengan Tasha dan Putri. Tapi…gue nggak nyangka kalau mereka benar-benar serius.”
“Cukup! Jangan lo terusin lagi Ren!” sela Putri dingin.
Sesosok cewek muncul di hadapan mereka. “Ya, jangan diterusin. Elo nggak cuma ngebuat Gue dan Putri sedih. Tapi juga Andhita. Dia udah bersikeras nahan perasaannya selama ini.”
”Tasha!” seru yang lainnya hampir berbarengan.
”Elo udah memanfaatkan gue Ren. Apa lo tau, kalau jadi tempat curhat itu sama sekali nggak enak? Elo cerita tentang perjodohan itu sama gue, tapi elo nggak pernah bilang kalau elo suka sama Andhita. Itu membuat gue berpikir, gue masih ada kesempatan buat ngadapetin lo. Lo jahat Ren! Itu sama aja lo mempermainkan perasaan orang.”
Andhita kaget. Tasha tau tentang perjodohan ini sejak dulu? Kenapa dia nggak langsung membicarakan hal ini dengannya?
“Tasha, sori ya sebelumnya. Gue sama sekali nggak bermaksud mempermainkan elo.” tegas Rendy. ”Elo begitu baik sama gue dan perhatian lo membuat gue merasa elo adalah teman yang tepat untuk curhat. Tapi begitu elo nempelin pengumuman kalau Andhita sudah dijodohin, gue berusaha untuk menjauh karena gue sendiri pun nggak ngerti kenapa lo ngelakuin hal itu.”
Jadi...Tasha yang menempel semua pengumuman misterius itu? Semua mata memandang Tasha.
Tasha menunduk malu. ”Iya, emang gue yang menulis semuanya. Tujuan gue cuma satu, gue mau Andhita mundur dari perjodohan itu. Sori banget, Dhit... tapi waktu itu pikiran gue lagi kacau. Dan sekarang, setelah gue tahu kalau Rendy cuma suka sama lo...”
Andhita mendekati Tasha dan memeluk sahabatnya. Tasha menangis.
”Sha, semua itu nggak ada artinya bagi gue. Percaya deh. Gue nggak mau kehilangan lo semua. Gue juga udah mutusin, gue milih lo bertiga, gue nggak akan meneruskan hubungan gue sama Rendy...”
Tanpa sepengetahuan Andhita, wajah Rendy langsung pucat. Cowok itu kaget luar biasa mendengar ucapan Andhita.
“Dhit, udah dong!” sela Putri. Andhita melapaskan pelukannya dari Tasha dan menoleh ke Putri. ”Elo dan Rendy itu pasangan serasi.” lanjut Putri. ”Tadinya gue emang naksir sama Rendy, tapi setelah apa yang dia katakan barusan gue juga baru sadar, mungkin gue-nya aja yang berlebihan. Menganggap semua perhatian Rendy itu beneran ke gue. Manusia kan bisa melakukan kesalahan. Apalagi soal cinta.” Putri mendekati Andhita dan merangkulnya. ”Apapun yang terjadi, kita tetap sahabat kan?” katanya.
”Semua hubungan, pasti ada masalahnya. Sama aja kayak pohon, semakin tinggi pohon itu, semakin kencang angin yang menerpa. Setelah melalui masalah ini, malah akan membuat persahabatan kita makin erat.” Keyra pun mendekat dan memeluk ketiga sahabatnya.
Rendy memandang empat cewek di depannya dan perlahan menjauhi mereka. Dia akan beritahu MC kalau mereka sudah siap untuk tampil.
***
Lampu dimatikan, beberapa murid yang iseng berteriak-teriak. Tapi begitu mereka berempat menyebar di panggung dengan sorotan empat lampu besar yang masing-masing terfokus ke mereka, semua penonton terdiam. Alunan denting piano Rendy membuka intros syahdu. Suara mereka pun mengalun. Andhita, Tasha, Keyra, dan Putri menyanyi di depan mikrofon mereka masing-masing.
I can show you the world, shinning, shimmering, splendid
Tell me princess now when did you last let your heart decide
I can open your eyes, take you wonder by wonder
Over side ways and under on a magic carpet ride
A whole new world, a new fantastic point of view
No one to tell us no or where to go or say we're only dreaming
A whole new world, a dazzling place I never knew
But when I way up here, it's crystal clear
That now I'm in a whole new world with you
Unbelievable sight, indescribable feeling, soaring, tumbling, free wheeling
Through an endless diamond sky
A whole new world (don't you dare close your eyes)
A hundred thousand things to see (hold your breath it gets better)
I like a shooting start, I've come so far
I can't go back to where I used to be
I'll chase them anywhere
There's time to spare, let me share
This whole new world with you
Tepuk tangan riuh terdengar. Keempat sahabat itu mendekati pusat panggung dan berangkulan. Lampu sorot mengikuti mereka hingga menjadi satu titik. Mereka adalah satu. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka.
Tapi...bagaimana dengan hubungan Andhita dan Rendy? Apa Andhita harus mengorbankan perasaannya demi persahabatan?
***
”Andhita! Andhita! Tunggu!” panggil Rendy sambil menarik tangan Andhita.
Andhita menepis tangan Rendy, ”Sori Ren. Hubungan kita nggak bisa diterusin lagi.”
Rendy memegang pundak Andhita dan menarik tubuh cewek itu hingga berhadapan dengannya. ”Dhit, elo yakin akan mengorbankan perasaan lo sendiri demi Tasha dan Putri?”
Andhita terdiam, lalu mengangguk. ”Ren... sori banget… gue nggak bisa mengkhianati mereka...”
”Terus, gimana dengan gue? Elo nggak nimbang perasaan gue?” nada suara Rendy meninggi.
“Gue yakin elo bisa ngedapetin cewek yang lebih baik dari gue dengan gampang.” Adnhita cepat-cepat meninggalkan Rendy yang berdiri mematung.
“Ini semua sulit buat gue Dhit.” Kata Rendy berbisik. Dia benar-benar bingung. Apa semua ini harus berakhir begini saja?
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar