Saingan Baru
Jadi ternyata Andhita itu ada hati sama Adit, pikir Rendy. Apa sih kelebihannya Adit dibanding cowok lain? Pendiam, jadi ketua OSIS cuma karena nggak ada calon lain yang lebih baik. Tampangnya sebenarnya pas-pasan, tapi kalau lagi diam malah kelihatan ganteng. Jadi karena Adit itu pendiam, jadi ya...kelihatan ganteng terus deh. Rendy kesal sendiri.
Andhita, Andhita, Andhita! Cewek itu benar-benar menyita seluruh pikirannya. Kenapa ya? Sebelumnya dia nggak pernah begini. Apa karena Andhita mirip Grey? Tapi mereka beda kok. Grey kalem, Andhita jarang kalem. Grey lembut, Andhita nggak pernah lembut sama sekali sama dia. Grey baik, Andhita juga baik sih. Tapi...perasaan manusia memang aneh. Kita nggak akan pernah bisa menduga apa yang bisa terjadi pada diri kita sendiri. Seperti ada sesuatu di dalam diri kita yang siap meledak kapan saja, tanpa dapat kita kendalikan.
”Halo, Rendy!” tegur Tasha. Rendy menoleh dan tersenyum pada cewek iu.
“Mau ke perpustakaan juga Sha?” tanya Rendy.
”Iah. Abisnya takut bukunya kehabisan. Maklum, di kelas kita kan banyak yang rajin. Mereka juga pasti nyari buku tentang makalah sosial yang disuruh Ibu Ema. Mending kita duluan deh. Elo sekelompok sama gue kan? Apa lo mau nyari buku juga?”
Rendy mengangkat dua buku perpustakaan yang dipinjamnya, ”Kalo gue sih biasa, pinjem buku buat dibaca sendiri aja. Lagian ini mesti dibalikin. Kalau sampe kena denda kan nggak enak juga.”
”Kalau begitu bareng deh!” kata Tasha senang. Mereka pun pergi ke perpustakaan bersama.
”Ren! Cewek-cewek di kelas kita kan banyak yang ngedeketin lo. Gimana perasaan lo ke mereka? Apa ada yang elo suka?”tanya Tasha saat memilih buku bagian sosial.
”Suka apanya nih? Suka dideketin apa suka sama orangnya?”
”Ah, elo kan tahu maksud gue...”
Rendy tertawa. Pertama kali bertemu Tasha, dia pikir cewek ini pendiam. Tapi seiring berjalannya waktu, ternyata Tasha cukup bawel dan enak diajak ngobrol. ”Ehm... gue belom kepikir ke arah sana tuh. Gue masih senang ngejomblo. Oh ya, kalau elo, Putri, Keyra, dan Andhita, apa masih pada jomblo juga? Atau ada yang udah punya pacar?”
”Kita berempat masih jojoba kok.”
”Apa tuh jojoba?”
”Jomblo-jomblo bahagia!”
Rendy tertawa renyah. ”Ada-ada aja. Oh ya, kalau Andhita gimana? Gue dengar dia lagi suka sama seorang cowok.”
”Maksud lo...Adit? ehm... kayaknya dia cuma iseng kok. Kalau Andhita beneran suka, kenapa dia nggak gencar ngedeketin Adit? Kalau menurut gue sih Adit itu cuma semacam idola buat Andhita. Kayak fans gitu lah.”
”Jadi maksud lo...sebenarnya kalau Andhita serius ngdeketin, dia bakalan ngedapetin Adit, begitu?”
”Kenapa nggak? Secara fisik, meraka cocok kok.” Tasha tertawa. ”Elo suka ya sama Andhita? Kok ngomongin dia terus sih?”
”Oke, kita ngomongin yang lain deh.”
”Nah, gitu dong!”
***
Di saat yang sama dan tempat yang berbeda, Keyra sedang berjalan bersama Andhita. ”Eh Dhit, pernah kepikir nggak buat bilang terus terang sama Adit kalau lo suka sama dia?”
”Apa?” seru Andhita. ”Nggak ah! Gila lo! Gue cuma suka ngeliat mukanya doang, bukan berarti gue mau nembak dia. Kalau ditolak gimana? Malu ah!”
Keyra bertanya serius, ”Tapi elo kan udah lama banget suka sama dia. Apa salahnya kalau elo mencoba buat peruntungan lo? Siapa tahu berhasil.”
Andhita nggak sadar Keyra membimbing langkah mereka menuju kelas Adit. Soalnya dari tadi Andhita ngeikutin Keyra terus. Saat di depan kelas Adit, Keyra menyodorkan dua lembar tiket pertunjukkan balet di TIM pada Andhita. ”Nih, mumpung sekarang kita udah di depan kelasnya Adit, lo tawarin deh tiket nonton ini ke dia. Kebetulan gue punya dua. Abang gue yang ngasih ke gue. Pacarnya sakit, jadi dari pada mubazir mending dikasih ke gue katanya. Lagi pula gue nggak suka balet, jadi siapa tahu tiket ini bisa lebih bermanfaat buat lo.”
Andhita mengambil tiket itu ragu-ragu. “Kenapa lo ngasih ini ke gue?”
”Sebenarnya pilihan gue kalau nggak dikasih ke elo, ya Putri, atau Tasha. Tapi belakangan ini gue liat tampang lo tuh BT terus. Gue rasa elo agak sedih soalnya orangtua lo ngejodohin lo sama orang yang nggak lo suka. Sekarang saatnya elo ngebuktiin apa rasa suka lo sama Adit itu main-main apa beneran. Soalnya kalau begini terus, kan kasian elonya juga. Nanti elo jadi terpaksa kawin sama orang yang nggak pernah lo suka sama sekali, padahal sampai sekarang lo sendiri nggak tahu siapa yang lo suka.”
Andhita masih ragu-ragu, tapi Keyra mendorongnya masuk ke kelas Adit. Untung saat itu cuma ada beberapa orang di kelasnya Adit. Andhita nekat menghampiri Adit yang sedang menulis sesuatu di mejanya.
”Kak Adit, aku mau ngomong sesuatu.” katanya grogi.
Adit mengangkat wajahnya. Dan begitu melihat Andhita, dia tersenyum. ”Eh, Andhita. Kenapa?”
“Aku… aku punya dua tiket nonton balet. Apa Kakak mau pergi nonton sama aku?” tanya Andhita takut-takut.
Adit tampak terkejut. Dia berpikir sesaat, lalu mengambil tiket itu dari tangan Andhita. ”Buat besok ya? Kayaknya gue nggak sibuk. Oke, kita ketemuan dimana?”
Andhita tersenyum gembira. Dia berkata, ”Kita janjian di sekolah aja. Terus naik taksi ke sana. Gimana?”
”Oke kalau begitu. Sampai besok ya?”
Andhita pun keluar kelas dengan hati berdebar-debar. Berhasil! Adit mau pergi dengannya! Ini berkat Keyra. Keyra benar-benar sobat setia yang perlu di acungkan jempol.
“Gimana? Gimana?” Tanya Keyra nggak sabar ketika Andhita udah di luar kelas.
Andhita membentuk lingkaran dengan telunjuk dan jempol kanannya. “Berhasil!”
Mereka pun berlalu dari kelas Adit dengan gembira.
***
Sore harinya, saat latihan di rumah Putri, Keyra menceritakan hal itu pada Tasha dan Putri.
”Apa? Andhita akhirnya ngedate sama Adit?” tanya Putri kaget. Sebagai sahabat Andhita, dia juga turut senang mendengarnya. Saat itu Andhita dan Rendy belum datang, jadi mereka bertiga ngerunpi dulu.
Namun saat Rendy datang, tanpa disadari mereka bertiga, cowok itu mendengar pembicaraan Putri, Keyra, dan Tasha. Tiba-tiba Rendy mendapati bahwa perasaanya kali ini jadi nggak karuan mendengar hal itu. Andhita... bakalan ngedate sama Adit? Dengan cowok lain? Meskipun di antara mereka belum ada komitmen apa-apa, mestinya Andhita nggak berbuat hal itu tanpa konfirmasi dengannya lebih dulu, kan? Ini sama saja dengan ”bermain api”.
”Mereka bakalan nonton balet besok sore? Wah, romantis banget! Tapi... gimana tuh sama cowok yang dijodohin sama Andhita?” tanya Tasha.
”Ah, dia nggak bakal tahu!” kata Keyra. ”Gue sih udah ngebayangin, orangnya pasti jelek, atau sifatnya yang nyebelin. Kalau nggak, kenapa muka Andhita selalu aja muram kalau lagi cerita tentang cowok itu? Kasihan dia, mudah-mudahan acara ngedatenya dengan Adit bisa berhasil.”
“Lo baik juga Key. Lain kali elo deh yang ngatur kencan gue sama orang yang gue suka.” ujar Tasha penuh harap.
“Elo kan suka sama Rendy, ngomong aja sendiri!” ujar Keyra blak-blakan.
Rendy merasa udah saatnya dia memberitahukan kedatangannya. ”Ehm... Ehm... kalian lagi ngomongin apa sih? Kok serius banget?”
Tepat di saat itu, Andhita juga tiba datang dengan ngos-ngosan. ”Sori semuanya, gue terlambat.”
”Nggak apa-apa, kita juga belum mulai kok.” kata Rendy dengan wajah dingin. ”Lagian, telat atau nggak kan menandakan kadar loyalitas kita pada latihan ini. Kalau ada hal lain yang lebih penting, nggak datang juga nggak apa-apa.”
Andhita tersinggung. Kekesalannya pada malam saat dia diturunin di jalan masih terbawa sampai sekarang. Dia tidak akan menanggapi omongan cowok itu. Dia udah cukup muak dengan semua yang dialaminya dengan cowok sok ini. Kalau bukan karena kepentingan latihan, dia nggak mau ketemu lagi sama Rendy.
”Bahkan gue rasa, kalaupun latihan hari ini nggak ada lo, bakalan berjalan dengan baik juga.” lanjut Rendy lagi.
Andhita benar-benar kesal dengan semua ocehan Rendy. “Lho, kok jadi lo yang sewot gini sih? Yang lain baik-baik aja. Gue kan cuma telat lima belas menit. Itu kan biasa. Kayak lo nggak pernah telat aja! Kalau emang elo ngerasa kehadiran gue benar-benar nggak penting, gue pulang!” Andhita langsung pergi keluar dari ruang latihan.
Putri langsung menahannya. ”Andhita, Andhita! Sabar dong. Kok sekarang elo jadi gampang tersinggung sih?”
Rendy menambahkan, ”Mungkin prioritas dia udah berubah. Banyak hal lain yang jauh lebih penting, jadi sedikit-sedikit tersinggung. Mungkin itu alasan dia doang supaya dia bisa pulang terus nggak ikut latihan!”
Andhita mendekati Rendy dengan wajah gusar. Air matanya sudah mengembang di pelupuk matanya. “Terus terang aja, gue juga males ikut latihan ini! Terlebih sejak lo datang dalam kehidupan gue, gue nggak pernah merasa tenang! Mungkin elo benar. Kehadiran lo malah membuat gue terpaksa buat datang. Elo terus-menerus nyindir gue, ngatain gue, bilang kalau suara gue fals lah, gue nggak loyal lah, nggak punya prioritas. Siapa sih yang bisa tahan?!” katanya miris. Air matanya pun mengalir ke pipi. ”Lo udah buat gue nangis dua kali, sebelumnya nggak ada yang pernah ngelakuin hal itu. Gue benci sama lo!!”
Yang lain bingung kenapa Andhita tiba-tiba meledak seperti itu, tak terkecuali Rendy. Andhita langsung meninggalkan rumah Putri dan keluar. Rendy langsung mengejarnya.
”Andhita! Tunggu!” serunya sambil berlari keluar. Putri, Tasha, dan Keyra berpandangan.
”Gimana nih? Kita ikut ngejar nggak?” tanya Putri.
”Nggak usah. Mereka berdua pasti punya masalah sendiri. Biar aja mereka menyelesaikan masalah mereka berdua dulu.” kata Tasha.
”Masalah apa Sha? Emangnya elo tahu sesuatu?” tanya Keyra.
Tasha mengangkat bahu. ”Nggak. Gue cuma ngerasa aja, sebaiknya biarin mereka bicara empat mata dulu.”
Di luar, Rendy berhasil mengejar Andhita dan menarik tangannya. Andhita mengelak, tapi Rendy tetap menahan tangannya erat. “Dhit, Andhita! Tunggu dulu! Gue emang salah banget sama lo, dari mulai malam gue nurunin lo di jalan, gue minta maaf, tapi lo jangan kayak gini dong! Bukannya lo nggak mau masalah pribadi kita diketahui orang lain?”
Andhita masih berusaha melepaskan genggaman tangan Rendy dan menatapnya dingin. ”Lepasin tangan gue! Sakit!”
”Kalau elo janji bersikap dewasa dan nggak lari kayak tadi. Gue lepasin.” kata Rendy.
Andhita berhenti menarik tangannya, karena genggaman Rendy memang kuat. Dia memalingkan mukanya dan mengangguk pelan. Rendy melepaskan cekalannya pada tangan Andhita. ”Oke. Gue minta maaf atas semua yang gue lakuin ke lo. Gue memang terlalu berlebihan. Gue memang cukup tempramen kalau lagi terlibat dalam suatu masalah. Gue selalu mengharapkan hasil yang bagus dan perfeksionis dalam hal apapun. Gue janji sama lo, gue akan mengubah sikap jelek gue. Tapi gue juga mau lo janji satu hal sama gue.”
”Apa?”
”Tentang hubungan kita. Kita kan udah sepakat buat pura-pura saling suka dan menerima perjodohan ini, jadi gue minta... nggak ada pihak ketiga dalam hubungan kita sebelum masalahnya selesai.”
Andhita terdiam memikirkan semua perkataan Rendy. Rendy berjanji akan merubah sikapnya untuk mendapat maafnya. Tapi saratnya barusan. Nggak ada pihak ketiga? Tapi... besok kan dia bakalan ngedate sama Adit dan nggak mungkin dia ngebatalin sekarang. Akhirnya dengan telunjuk dan jari tengah terkait di belakang tubuhnya, Andhita berkata, ”Oke, gue janji.”
Rendy mengusap air mata di pipi Andhita dan menggandeng tangannya masuk kembali ke rumah Putri. Perasaan Andhita bercampur aduk. Entah apa yang mereka berdua rasakan saat itu.
***
Esok harinya, setelah bel pulang berbunyi, Andhita berganti pakaian di kamar mandi sekolah dan menaruh seragamnya di loker. Dia sudah bilang sama Mama akan nonton balet, tapi dia nggak bilang kalau mau nontonnya sana Adit. Dia juga udah bilang bakalan pulang malaman.
Andhita memakai kaus ketat dan rok jeans model kasual, entah cocok apa nggak dipakai buat nonton pertunjukan balet. Tapi aneh juga, kali ini Andhita nggak terlalu memilih-milih baju.
Pukul tiga dia datang ke kantin, tempat yang dijanjikan Adit kemarin.
Kantin sekolah sudah sepi, penjualnya juga udah nggak ada. Hanya ada beberapa pasang siswa yang sedang pacaran dan belum pulang kalau belum di usir satpam. Adit udah menunggu di sana dengan senyum manisnya yang biasa. Dengan perasaan bersalah, Andhita mengakui bahwa Adit sangat tampan hari ini.
”Hei, aku nggak telat kan?” ujar Andhita.
”Nggak, gue juga baru nyampe. Kita berangkat sekarang aja ya? Nanti terlambat. Oh ya, kebetulah gue bawa mobil hari ini, jadi kita nggak usah naik taksi.”
Andhita mengangguk. Dia dan Adit menuju parkiran dan langsung berangkat ke TIM. Di mobil, Adit diam saja. Dia hanya memandang jalanan di depannya. Andhita sendiripun sepertinya enggan untuk berbicara.
“Ehm… Dhit, lo sering nonton pertunjukkan balet?” akhirnya dia membuka pembicaraan juga.
“Belum pernah. Ini baru pertama kali.” jawabnya.
”Gue juga belum. Tapi gue rasa gue bakalan suka.” Katanya, kemudian diam lagi.
“Emangnya, Kak Adit kalau jalan sama pacar, kemana aja?”
”Pacar? Gue belum punya pacar.” Dan Adit diam lagi.
Ah, kalau begini capek juga Andhita. Adit terlalu banyak diam. Akhirnya dia pun hanya menatap pemandangan di sepanjang jalan seolah itu sangat menarik. Tiba-tiba dia teringat pada Rendy. Kalau cowok itu ada di sebelahnya, pasti mereka udah bicara apa saja. Paling tidak mereka akan bertengkar mulut. Entah mengapa Andhita jadi merindukan saat-saat bersama cowok itu. Seandainya Rendy ada di sebelahnya, pasti akan lebih menyenangkan. Aneh! Dengan sebal Andhita menghela napas keras-keras dan mengalihkan pikirannya pada hal-hal lalin, selain Rendy tentunya.
Tiket pertunjukkan balet yang diberika Keyra adalah pertunjukkan balet lokal. Pertunjukkannya menceritakan tentang cerita rakyat Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari tanpa dialog. Hanya emosi dari gerakan yang ditampilkan. Sangat bagus dan indah. Selama pertunjukkan, Adit hanya menikmati apa yang ditontonnya. Jarang sekali dia bicara. Andhita merasa kencannya sangat hambar.
”Ceritanya bagus ya?” ujar Andhita saat pertunjukkan selesai dan mereka berjejal-jejal dengan penonton lain yang aka meninggalkan ruangan.
”Ya. Apalagi waktu Jaka Tarub ditinggal Nawangwulang ke kahyangan. Sedih juga.” kata Adit.
”Iya, juga waktu...” ucapan Andhita terputus saat dia melihat sosok yang dikenalnya, yang beberapa menit lalu sangat dirindukannya. Tepat di barisan sebelahnya, seorang cowok yang berjalan mesra dengan seorang cewek. Mereka tertawa-tawa sambil mengantri keluar. Entah siapa cewek itu, yang pasti cowok itu...Rendy!
”Kenapa Dhit?” tanya Adit melihat Andhita tiba-tiba berhenti.
”Ngg..gak! nggak ada apa-apa.” jawab Andhita dengan wajah pucat. Dalam hati dia gelisah. Sialan Rendy! Cowok brengsek! Rendy jelek! Katanya nggak boleh ada pihak ketiga sebelum masalah perjodohan ini selesai. Tapi apa buktinya? Andhita ingin sekali menghampirinya dan menangkap basah cowok itu. Tapi lalu dia sadar bahwa dia pun melakukan hal yang sama.
Tiba-tiba Adit bertanya, ”Kok elo pucat Dhit? Elo sakit ya?” cowok itu memegang dahi Andhita dan merangkulnya.
“Nggak…nggak..aku nggak apa-apa kok.” Jawab Andhita cepat.
“Oh ya udah…” Adit pun melepaskan rangkulannya.
Di Barisan lain, Rendy tertawa pada cewek di sebelahnya, “Dia ngeliat kita Hel? Elo yakin?”
Rachel, sepupu Rendy, sengaja mendekatkan tubuhnya ke Rendy dan menjawab, ”Pasti. Tapi kayaknya dia cuma kaget aja ngeliat lo. Mukanya sih emang pucat, tadi cowok itu ngerangkul dia. Elo yakin dia nggak punya perasaan apa-apa sama lo?”
Rendy mengangkat bahu. ”Tau deh. Kalau iya, kenapa dia jalan sama cowok lain?”
Rachel tertawa, ”Mungkin dia masih meragukan perasaannya aja kali sama lo Ren!”
Rendy mengangkat bahunya lagi, lalu mengajak Rachel berlalu dari gedung itu. Sangat diyakininya, kalau perasaannya cemburu melihat kedekatan Andhita dan Adit.
***
Terus terang saja, semenjak Rendy masuk ke kehidupan Andhita, kehidupan gadis itu tidak pernah sama lagi. Tidak pernah Andhita begitu meresahkan masalah bertemu dengan seseorang di sekolah, teristimewa orang itu harus sering ditemuinya karena suatu keadaan. Dia benar-benar frustasi karena harus latihan bersama Rendy, karena itu sedapat mungkin di waktu lain dia menghindar dari cowok itu.
Rasanya sangat aneh mendapati cowok yang dijodohkan dengannya adalah Rendy yang dikenalnya di sekolah. Masalahnya, Andhita belum bisa menerimanya. Mungkin kalau orang lain yang dijodohkan dengannya, dia tidak akan sepusing ini memikirkan masalahnya.
Entah bagaimana perasaannya saat ini. Campur aduk nggak karuan. Apalagi sekarang dia bakalan lebih sering lagi bertemu dengan Rendy, soalnya malam kesenian tinggal dua minggu lagi. Jadi otomatis latihan akan lebih intensif. Dan terlebih lagi, Rendy memutuskan latihan ditambah dua hari. Praktis dari Senin sampai Kamis berturut-turut bakalan ketemu Rendy terus.
Apalagi Mama sama Papa juga selalu bertanya tentang Rendy. Gimana sikap Rendy? Gimana dia di sekolah? Apa kalian sekarang pacaran? Uh, nyebelin banget! Andhita terpaksa mengatupkan mulutnya rapat-rapat atau mengalihkan pembicaraan kalau mereka nanya begitu. Daripada salah ngomong.
Satu hal yang mengejutkan lagi, Rendy sekarang sangat populer di sekolah. Apalagi setelah Tasha memberitahukan bahwa Rendy menjadi kandidat ketua OSIS untuk menggantikan Adit. Sekarang Andhita juga baru sadar kalau teman-teman sekelasnya sering membicarakannya cowok itu, entah kagum pada permainan bolanya, musiknya, orangnya, atau kegantengannya... nggak tahu deh. Dan ada lagi! Ternyata Putri dan Tasha sama-sama naksir Rendy! Oh no!
Sebelumnya Andhita sama sekali nggak tahu. Dia nyesel karena lupa memerhatikan teman-temannya karena teralu sibuk dengan masalahnya sendiri. Dia tahu dari Keyra ketika mereka mau latihan menyanyi di aula sekolah.
”Tasha mana?”
”Nggak datang. Marahan sama Putri.”
”Kenapa? Kok bisa marahan?”
”Gara-gara Rendy.” jawab Keyra.
Mereka duduk berdua di bangku aula menunggu latihan dimulai, sementara Putri sedang menjelaskan tambahan bagian partitur untuk improvisasi piano pada Rendy.
“Hah? Gara-gara Rendy?” Tanya Andhita kaget, walaupun sedang berbicara Keyra, sesekali tatapan Andhita tertuju pada Rendy dan Putri. Posisi cowok itu benar-benar dekat dengan Putri dan entah mengapa itu membuat hati Andhita kebat-kebit.
Keyra mendekatkan bibirnya ke telinga Andhita dan berbisik, “Putri sama Tasha sama-sama suka Rendy! Tasha kan udah lama kenal Rendy, dan sejak awal kita semua udah pada tahu dia kayaknya naksir cwok itu.”
”Terus?” tanya Andhita penasaran.
”Tasha nggak suka Putri selalu dekat-dekat Rendy. Apalagi Rendy selalu datang ke rumah Putri lebih awal kalau kita latihan.”
”Oh ya?”
”Bahkan katanya mereka sering makan bareng di kantin!”
Andhita tersentak kaget. ”Masa?”
”Iya. Gue rasa Rendy emang ular kepala dua. Gue juga pernah ngeliat dia ke perpustakaan bareng sama Tasha. Mereka kayaknya sedang ngobrolin sesuatu dengan serius.”
”Oh ya? Kapan?”
Keyra mengerutkan keningnya. ”Kira-kira... beberapa hari yang lalu deh.”
”Oh ya? Terus sebenarnya Rendy senangnya sama siapa? Putri apa Tasha?”
”Dengar dulu cerita gue!” sergah Keyra. Andhita terdiam. Keyra melanjutkan, “Gue sih nggak peduli Rendy sukanya sama siapa. Yang gue kuatirin itu ya persahabatan kita. Tasha dan Putri saling cemburu. Ternyata Tasha sering mergokin Putri makan bareng di kantin sama Rendy. Nah, Tasha juga ngelabrak Putri supaya Putri nggak mendekati Rendy. Tapi Putri malah nantangin dan bilang gini, ’kalau gue suka sama cowok itu, emangnya kenapa?’ Tasha langsung marah dan nggak mau datang latihan hari ini.”
“Lo tahu dari siapa Tasha ngelabrak Putri?” tanya Andhita.
”Gue denger sendiri tadi siang, di WC, waktu kita bertiga ketemu.”
Andhita berusaha mencerna informasi yang disampaikan Keyra. Rendy ular berkepala dua? Mendekati kedua temannya sekaligus. Dan Andhita tiba-tiba merasa perutnya sakit saat dia mengingat cewek yang pergi dengan Rendy saat menonton pertunjukkan balet.
Andhita tidak bisa berkata apa-apa lagi mendengar semua cerita Keyra. Padahal Putri yang dia kenal itu selalu berpikir rasional, harusnya bisa ngalah dong sama Tasha yang memang cenderung sensitif dan melankolis. Dia nggak bisa ngebayangin kalau sampai teman-temannya tahu kalau cowok yang dijodohin dengannya adalah Rendy. Apa jadinya nanti?
“Hmm..Key.. kayaknya si Rendy udah nggak jomblo deh.” Kata Andhita.
“Maksud lo, dia udah punya pacar?” tanya Keyra.
“Yaa.. nggak tahu juga sih. Jadi gini waktu gue nonton balet sama Adit, gue ngeliat Rendy jalan sama cewek. Gue sih nggak sempet nyamperin dia. Abis rame banget sih.”
“Oh ya? Kok lo nggak cerita ke gue pas gue Tanya gimana ngedate lo sama Adit? Lo cuma bilang nggak asik, tapi nggak bilang ketemu sama Rendy di sana.”
“Yah… gue pikir kan itu nggak begitu penting, lagian kan itu bukan urusan gue.”
“Iya juga sih, tapi sekarang jadi urusan kita, soalnya Rendy bisa ngerusak persahabatan kita berempat. Yaudah, pokoknya kita harus ngasih tahu ke Tasha dan Putri kalau Rendy itu playboy kelas kakap!” maki Keyra.
“Key…sebenarnya…Rendy itu…hmm..nggak jadi deh. Bingung jadinya. Kita mulai aja yuk latihannya. Urusan ini kita omongin nanti lagi.” Andhita merasa bukan ini saat yang tepat.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar