Rendy
Keesokan harinya, hari minggu, ketika berkumpul di kamar Putri, ketiga temannya langsung menghujaninya dengan berbagai pertanyaan.
”Gimana jodoh lo itu? Cakep nggak?” Tanya mereka.
Sejujurnya Andhita sama sekali nggak mau ngomongin masalah ini. Apalagi dia harus menutupi bahwa cowok itu adalah Rendy, dan itu berarti dia harus ngebohong sama teman-temannya. Kalau suatu saat ketiga temannya ini tahu, mereka pasti sakit hati dan merasa dibohongi.
”Biasa-biasa aja.” kata Andhita. ”Katanya kita mau latihan hari ini?” ujarnya mengalihkan pembicaraan.
”Biasa-biasanya kayak gimana? Kalau dibandingin sama Adit, cakepan mana?” cecar Keyra tak mau begitu saja dialihkan.
”Cakepan mana ya?” gumam Andhita. Dia lalu berpikir. Dari segi cakepnya sih beda-beda. Rendy cakep, Adit juga cakep. Tapi dia sama sekali nggak mau ngasih petunjuk supaya teman-temannya bisa tahu kalau cowok itu Rendy. “Cakepan Adit kali.”
Putri menyela, “Kalau sama Rendy?”
Bibir Andhita terkatup. Nah, kali ini susah jawabnya.
Tasha yang menjawab. ”Cakepan Rendy, kali. Kalo nggak, kok Andhita sama sekali nggak antusias?”
”Duh, udah deh, jangan ngomongin itu lagi.” keluh Andhita.
Keyra menyela, ”Kalau begitu, elo benar-benar nggak antusias Dhit. Pasti ada yang aneh sama cowok yang dijodohin sama lo itu. Apa dia punya kebiasaan jelek? Seperti ngupil atau bersendawa sembarangan? Atau dia punya kekurangan, seperti berketombe atau bau badan? Atau dia punya masalah dengan penampilan, kekurusan, kegendutan, jerawatan, atau kependekan? Atau dia suka ngiler terus nggak berhenti-henti kayak anak SLB?”
Andhita tersenyum. ”Nggak, sama sekali nggak. Ngaco lo ah!”
”Tapi muka lo kok nggak antusias banget, Dhit? Cerita dong, kenapa elo muram dan nggak semangat.” kata Putri.
Andhita akhirnya menyerah. ”Gue cuma nggak senang dengan calon tunangan gue itu. Rada sombong orangnya. Rasanya dia itu bukan tipe gue.”
Tasha menyela, “Kalau sifatnya udah nggak cocok sama lo, lebih baik perjodohan itu dibatalin aja. Soalnya kecocokan sifat itu kan lebih penting daripada penampilan fisik. Ya kan? Coba bayangin, setelah tiga puluh tahun menikah, kita akan jadi nenek-nenek, duami kita jadi kakek-kakek. Saat itu penampilan fisik kita sama sekali sudah hilang, tinggal sifat jelek doang. Benar nggak?”
Keyra mengangguk. ”Benar juga sih. Kasihan Andhita, jadi korban pemaksaan kehendak orangtua.”
Putri menepuk-nepuk bahu Andhita. ”Sabar ya.”
Andhita mengehmbuskan napas panjang dan mengangguk pelan. Sebenarnya sejak kemarin dia sudah mencoba untuk sabar.
***
Saat telepon berdering, Andhita yang mengangkat. Ternyata dari Tante Astrid. “Halo, Andhita?”
”Eh, halo, iah Tante? Apa kabar?” tanya Andhita malu-malu.
”Ehm, baik. Begini Dhit. Besok Tante mau ngajak kamu belanja di mal. Maksud tante sih sebenarnya mau beliin beberapa potong baju buat Rendy, tapi tante nggak tahu selera dia seperti apa. Jadi tante mau ngajak kamu.”
Andhita bengong. Hah? Mamanya aja nggak tahu, apalagi dia? Tapi akhirnya Andhita setuju belanja bareng, soalnya dia juga mau beli pakaian dalam dan kaus kaki untuk sekolah.
Keesokan harinya, Tante Astrid menjemput Andhita di sekolah dan mereka langsung menuju mal terdekat.
Sambil melihat orang yang berlalu lalang, Tante Astrid yang agak bawel terus mengajak Andhita mengobrol. “Menurut kamu, Rendy gimana Dhit?”
“Hmm.. baik Tante.” Jawab Andhita sambil melihat-lihat baju di rak gantungan.
”Maksud Tante, apa kalian saling suka?”
Andhita teringat dengan rencana Rendy untuk pura-pura saling suka, jadi dia mengangguk, ”Iya Tante.”
Wajah mama Rendy berseri-seri. ”Wah, bagus itu! Tante tidak menyangka perjodohan ini berhasil juga. Tante senang bisa mendapatkan calon menantu sebaik kamu. Kalau begitu Tante akan bilang sama Om, supaya cepat-cepat merencanakan tanggal pernikahan yang baik untuk kalian.”
“Eit, tunggu dulu Tante! Ap-apa maksudnya? Tentang pernikahan?” kata Andhita tergagap. Apa-apaan nih? Main nentuin tanggal nikahan aja, gerutu Andhita dalam hati.
Tante Astrid tertawa dan mencubit pipi Andhita. “Maksud Tante nggak sekarang, Andhita. Tanggal yang baik itu kan bisa kapan saja, nggak harus tahun ini. Bisa saja enam tahun lagi, tujuh tahun lagi, delapan tahun bahkan. Iya kan?”
Andhita tertawa hambar. Duh, kok makin ngawur gini sih?
Tante Astrid mengangkat sepotong celana dalam pria. “Menurut kamu lebih bagus mana Dhit? Yang biru apa yang hijau?”
Ya ampun! Baru kali ini Andhita belanja celana dalam cowok. Glek! Andhita menelan ludah sebelum menjawab. ”Yang biru kali, Tante.”
”Iya, ya. Tante pikir juga begitu. Kalau hijau nanti jadi kolor ijo.” kali ini Andhita tak sempat tertawa, dia hanya tersenyum masam. Tante Astrid ini benar-benar jayus deh. Tobat!
Selesai belanja, Tante Astrid mengajak Andhita mampir ke rumahnya untuk makan siang. ”Sebenarnya Tante mau ngajak kamu makan siang di mal, tapi Tante hari ini masak empal balado. Sayang kalau nggak ada yang makan. Kamu ikut makan siang di rumah Tante aja ya?”
Andhita terpaksa mengangguk. Terserah deh. Kayaknya dia nggak punya hak bicara, soalnya dari tadi Tante Astrid yang bicara terus. Mereka pun menuju rumah Rendy. Andhita cuma bisa berdoa semoga cowok rese itu nggak ada di rumahnya.
Tapi sayangnya doa Andhita tidak terkabul. Rendy justru baru pulang sekolah. Cowok itu kaget melihat Andhita ada di rumahnya. “Heh, ngapain lo di sini?” tanyanya.
Andhita nggak bisa ngejawab, wajahnya merona. Dia merasa nggak enak, seolah-olah dia datang sendiri untuk menjalin keakraban dengan keluarga Rendy. Dia kan datang atas undangan Tante Astrid.
Untung Tante Astrid menyela. “Wajar dong Andhita datang ke sini, dia kan pacar kamu. Nanyanya jangan begitu dong Ren. Kamu bisa bikin Andhita malu.” sebenarnya Andhita malah tambah malu kalau Tante Astrid ngomong begitu.
Bebby sudah pulang. Sekarang mereka berempat ngumpul di meja makan, sebab Papa Rendy belum pulang kantor. Andhita jadi teringat insiden waktu dia tersedak di sini beberapa hari yang lalu. Memalukan, semoga tidak terjadi lagi.
Saat Tante Astrid ke dapur, Andhita duduk di samping Rendy. Rendy berbisik. ”Ngapain elo ke sini?”
Andhita balas berbisik, ”Diajak sama nyokab lo. Emangnya elo pikir gue ngapain?”
”Gue pikir elo emang benar-benar niat sama perjodohan ini, terus mau pedekate sama keluarga gue. Auw!!” Rendy berteriak karena Andhita menendang tulang keringnya dari bawah meja.
Rasain! Dasar cowok nyebelin! GR amat sih! Bukannya dia juga yang bilang supaya Andhita pura-pura setuju dengan perjodohan ini?
“Kenapa kak?” Tanya Bebby bingung.
“Ngg..gak.”
Tante Astrid datang dari arah dapur sambil membawa sepiring empal balado, lalu begabung di meja makan. “Makan yang banyak ya, Dhit. Kamu itu masih kekurusan!”
Andhita hanya bisa meringis. Apa Tante Astrid nggak tahu kalau dia paling takut nambah berat badan walau cuma setengah kilo? Nambah dikit aja dia langsung panik dan diet ketat. Diet ketat ala Andhita itu adalah nggak makan nasi dan cuma minum seharian. Andhita memang sudah terkena sindrom takut BBM (Berat Badan Meningkat). Kayak selebriti terkenal yang dapurnya ngebul dari penampilan aja.
”Gimana hubungan kalian di sekolah? Apa teman-teman sudah pada tahu? Apa perlu Tante bikin pesta pertunangan dan mengundang semua teman-teman sekolah?”
Andhita langsung menyela, ”Nggak usah Tante! Ehm.. teman-teman udah pada tahu kok. Ya kan Ren?”
”Iya Ma. Lagian kalo dipestain kan nggak enak. Kayak besok kita berdua mau dikawini aja!” ujar Rendy sambil meneguk air putih.
”Lho, bukannya emang begitu?”
“Uhuk! Uhuk!” Rendy langsung tersedak dan terbatuk-batuk. Bebby yang melihat tingkah kakaknya hanya tertawa-tawa.
“Maksud Mama, pertunangan itu kan pada akhirnya menuju pernikahan. Entah enam tahun lagi, tujuh tahun lagi, tapi kan sudah serius.”
”Ma, nggak usah buru-buru. Aku dan Andhita kan masih sekolah, masih jauh ke urusan kawin.” gerutu Rendy kesal.
Andhita juga nggak mau kalah, “Iya, Tante... lagipula pertunangan itu kan mengikat kita satu sama lain, tapi ikatannya kan masih bisa terputus dengan berbagai macam hal yang mungkin saja bisa terjadi. Kalau Rendy ketemu cewek yang lebih baik dari aku, dia bisa aja kan memutuskan hubungan kita. Begitu juga sama aku, kalau aku ketemu cowok yang lebih baik dari Rendy...”
”Nggak mungkin ada.” gumam Rendy memotong pembicaraan Andhita. “Kalau pun ada, pasti susah banget nyarinya.”
Uh, sok banget! Gerutu Andhita dalam hati. Nggak mau kalah, Andhita kembali ngomong, “Tante… barangkali kalau aku ketemu sama cowok yang lebih dewasa, lebih pengertian, lebih pandai, lebih ganteng, lebih baik, dan lebih segala-galanya dari Rendy…” dia menarik napas panjang, “Aku bisa berubah pikiran. Iya kan?” katanya manis.
Rendy mengangguk-angguk. “Benar juga, Ma. Bisa aja kan kalau aku ketemu sama cewek yang lebih cantik, lebih feminin, lebih baik, lebih manis, lebih pandai, dan lebih segala-galanya dari Andhita...” Rendy juga menarik napas panjang, “Aku juga bisa berubah pikiran.”
Andhita melotot. ”Tentu saja cowok yang lebih baik dari Rendy itu masih banyak di dunia, Tante. Di sekolah aja bertebaran. Cuma karena aku memang setia, dan aku udah terlanjur memilih Rendy, yah... apa boleh buat.”
Rendy gak mau kalah. ”Cewek kayak Andhita kan dimana-mana juga banyak Ma. Rambut panjang, wajah biasa banget, tinggi langsing, yang pasti...rata-ratalah. Yang lebih baik dari Andhita itu banyak, tapi karena aku udah memilih Andhita dan aku juga tipe yang setia, ya apa boleh buat...”
Bebby cekikikan. Tante Astrid bingung. “Kalian berdua tuh ngomongin apa sih? Udah udah, makan aja. Kalau orang lain dengar, salah-salah bisa menyangka kalau kalian itu bukan tunangan, tapi musuh bebuyutan.kayak Om sama Tante waktu pacaran dulu.”
Andhita cemberut. Rendy buang muka. Empal balado Tante Astrid yang sebenarnya enak malah mengganjal di tenggrokan dan gak ketelan. Untungnya Tante Astrid yang bawel ngoceh terus sehingga nggak sadar telah terjadi perang dingin antara Andhita dan Rendy.
Sehabis makan, Andhita duduk-duduk di ruang tamu bersama Bebby. Bebby yang bingung dengan hubungan Andhita dan kakaknya bertanya terus terang, “Kak, sebenarnya antara Kakak dan Kak Rendy itu ada hubungan apa sih? Aku kok bingung, sebentar kalian keliatan damai, tapi sebentar lagi kayak musuh bebuyutan.”
“Oh, nggak ada apa-apa kok.” elak Andhita.
“Terus terang aja nih. Apa kalian sebenarnya tidak menyetujui perjodohan ini?”
Sebenarnya sih sebelum Andhita mengetahui bahwa ternyata calonnya adalah Rendy, dia berniat untuk mencoba perjodohan ini. Lagian dia juga sedang tidak punya pacar. Kalau gebetan sih ada, tapi itu kan cuma iseng aja. Tapi setelah tahu kalau ternyata Rendy yang dijodohkan dengannya, dia malah malas mencoba hubungan apa pun. Soalnya Rendy itu tipe cowok rese, sombongnya minta ampun, dan egois. Jadi, setiap Andhita berdekatan dengannya, maunya marah terus.
“Aku sebenarnya udah kenal sama Rendy di sekolah. Tapi aku tuh nggak pernah tahu kalau yg dijodohkan sama aku itu ternyata dia. Dia ngiringin group vocal aku dan tiga temanku untuk tampil nyanyi di malam kesenian nanti. Terus terang aja, aku sebenarnya nggak begitu cocok sama dia. Dan hubungan kita juga nggak rukun-rukun banget. Begitu aku tahu dia yang akan dijodohkan sama aku, aku pengen nolak. Rendy juga mau nolak sih, tapi dia bilang, kalau nolak mentah-mentah nanti Tante Astrid malah bakalan lebih sering mempertemukan kita berdua. Jadi kita pakai cara ini, pura-pura saling suka. Tapi kamu juga udah liat sendiri kan? Kayaknya nggak terlalu berhasil.”
”Yah... sayang banget yah kalian nggak saling suka. Padahal aku suka banget sama Kak Andhita. Menurutku Kakak tipe cewek yang tepat buat ngedampingi Kak Rendy. Soalnya Kak Rendy jarang bisa berhubungan serius sama cewek, kecuali kalau cewek itu benar-benar bisa memahaminya, seperti Kak Grey...”
”Grey? Siapa tuh?”
Wajah Bebby memucat, seperti tanpa sadar membocorkan sesuatu yang semestinya tidak dikatakannya. ”Ng... bukan siapa-siapa kok. Nanti deh, kalau ada waktu aku bakalan cerita tentang dia. Tapi Kak Andhita jangan nanya langsung ya sama Kak Rendy. Nanti dia bisa ngamuk.”
Andhita jadi penasaran, siapa Grey itu? Apa mantan pacar Rendy? Jangan-jangan cewek itu nggak tahan sama sikap Rendy yang buruk lalu memutuskan hubungan, pikir Andhita sok tahu. Iya, pasti begitu. Rendy kan memang menyebalkan!
Selesai makan, Andhita pamit pulang. Tentu saja dia berharap diantar. Kalau mau naik taksi, sayang duitnya kan.
”Wah Dhit... kepala Tante agak pusing nih. Biar Rendy aja ya yang nganter kamu pulang?”
“Ren..Rendy?”
“Iya, hari ini nggak ada sopir karena lagi dipakai sama Om Seno. Rendy udah punya SIM kok, cuma Tante kadang-kadang nggak ngasih dia bawa mobil, takut kenapa-kenapa. Tapi hari ini bakalan jadi pengecualian deh. Lagi pula Kelapa Gading kan dekat dari sini.”
Beberapa saat kemudian, Andhita sudah berada di samping Rendy di mobil sedan milik Tante Astrid. Di luar, Tante Astrid dan Bebby melambaikan tangan padanya.
Setelah balas melambaikan tangan pada Tante Astrid dan Bebby, Andhita berkata pada Rendy, ”Mudah-mudahan kita nggak tabrakan ya?”
”Nggak sekalian nyumpahin biar jatoh ke kali Sunter. Kayak metromini beberapa tahun yang lalu.” ucap Rendy dengan wajah yang masam.
”Dalam hati gue berdoa terus nih... mudah-mudahan perjalanan gue aman-aman aja, walaupun disopirin sama seorang amatir.” sindir Andhita.
”Haha..! mudah-mudahan doa lo manjur deh, soalnya gue baru dapat SIM kemarin.”
”Apa?!!”
Mobil mulai melaju dengan lancar. Pasti Rendy bohong soal dia baru dapat SIM kemarin. Buktinya Andhita merasa cowok itu cukup jago bawa mobilnya.
“Kenapa sih elo tadi nyerang gue terus?” protes Andhita. ”Gue kan cuma nurutin kata-kata elo supaya kita pura-pura saling suka di depan nyokab lo. Nyokab lo ngajak gue, masa gue tolak?”
Rendy berkata dingin, ”Soalnya elo nggak konfirmasi lagi sih, jadi gue salah paham. Sori deh.”
”Elo kira gue ngedeketin nyokab lo karena gue suka sama lo, gitu? Jangan GR ya!” kata Andhita sama dinginnya. ”Oh ya, gue dengar elo pernah punya cewek, kenapa sekarang udah nggak lagi? Mungkin mantan lo itu udah enek kali yah sama sikap lo yang egois itu, jadi dia minta putus!”
Ciitt!! Tiba-tiba Rendy ngerem mendadak. Andhita kaget. Lalu dia melihat seekor kucing hitam menyebrang jalan di depan mobil Rendy.
“Kucing gila!!” seru Rendy.
Wajah Andhita langsung pucat. Rendy marah gara-gara kucing itu, apa gara-gara ucapannya yang keterlaluan barusan?
“Turun sekarang!” perintah Rendy tanpa menatap Andhita sedikit pun.
Andhita menatap Rendy nggak percaya. Dia turun dari mobil Rendy tanpa mengatakan apapun. Dia menyetop taksi yang kebetulan lewat di depannya. Entah mengapa rasanya dia ingin menangis sekeras-kerasnya. Dia nggak abis pikir Rendy bakalan ngelakuin hal seperti itu. Bahkan dia sampai kehabisan kata-kata.
Saat taksi yang ditumpanginya jalan, dia melihat ke belakang, dan mendapati mobil Rendy yang masih terpaku disitu. Dia kembali melihat ke depan. Pipinya terasa hangat. Dia menangis. Entah emosi apa yang dirasakannya.
***
Rendy berjalan ke kantin dengan pandangan kosong dan pikiran penuh. Belum pernah ada cewek yang begitu menyita perhatiannya seperti Andhita. Cewek itu benar-benar membuatnya penasaran. Selama ini banyak cewek yang suka padanya dan mengejar-ngejarnya terus. Andhita bukan tipe cewek seperti itu. Dia selalu ketus padanya. Apalagi dia menyinggung-nyinggung soal Grey tadi malam. Dari mana dia tahu soal Grey? Pasti Bebby. Adiknya itu emang nggak bisa jaga mulut.
Dari tadi pagi dia belum melihat Andhita sama sekali. Apa yang dia pikirkan sampai tadi malam senekat itu mengusir Andhita keluar dari mobilnya. Dia ingin sekali bertemu dengannya pagi ini. Ingin meminta maaf atas apa yang sudah dilakukannya. Tapi apa Andhita mau memaafkannya. Dia sangat menyesal, karena dia sadar perlakuannya sangat kasar.
Dash! Sebuah batu yang ada di lantai jadi sasaran tendangan sepatu Rendy. Sudah lama dia nggak ingat sama Grey. Kenapa dia sekarang membayangkan cewek itu lagi? Susah payah dia pindah ke Jakarta supaya bisa memulai lembaran baru lagi. Sekarang dia malah kembali ke titik awal, saat...
”Dorr!” suara orang yang mengagetkannya daribelakang membuat Rendy terlonjak. Hamper saja dia memaki-maki. Tapi dia menoleh dan melihat Putri, tersenyum manis ke arahnya. Rendy pun balas tersenyum.
”Halo Put! Ngagetin aja!”
”Hai juga. Abis gue liat elo jalan sambil bengong. Nanti kayak ayam tetangga gue lho. Kebanyakan bengong, eh malah mati besoknya. Kasihan kan makhluk-makhluk yang suka bengong?” melihat Rendy bengong lagi, Putri langsung menambahkan, “Nggak deh, bercanda! Lo kok jadi tambah bengong gitu sih?” Putri menumpangkan tangannya ke bahu Rendy, sok akrab, walau agak susah soalnya tinggi Rendy jauh di atas Putri. “Udah makan belom?”
“Kalau gue kearah kantin, ya berarti gue belom makan. Masa gue mau pipis di kantin.” Ujar rendy diplomatis.
“Oke, gue juga laper nih. Yuk, makan bareng aja.” Ujar Putri senang.
Putri memesan nasi goreng dan teh botol. Sementara Rendy membeli nasi campur dan es buah langganannya. Mereka duduk berdua di antara puluhan anak lainnya yang memenuhi kantin saat istirahat.
”Menurut lo, suara vocal group kita tuh udah bagus belom?” Tanya Putri membuka percakapan.
“Udah, cuma suara Andhita suka fals tuh. Tapi kalau banyak latihan, gue yakin itu bisa diatasi.” kata Rendy sambil mengangkat ayam gorengnya dan menggigitnya.
Putri tertawa. ”Ternyata elo suka mengkrititik Andhita juga. Tau nggak, gue pikir antara elo dan Andhita ada sesuatu. Soalnya kalian gontok-gontokan terus sih.”
”Nggak ada apa-apa kok,” kilah Rendy. ”Oh ya, gue pengen nanya. Andhita itu jutek juga ya? Sikap dia begitu sama semua cowok, apa sama gue doang ya? Dia udah punya pacar belom?”
”Andhita? Jutek? Nggak lagi. Dia tuh baik kok. Cuma gue emang bingung sih, kenapa dia bisa jutek sama lo. Pacar? Belom tuh kayaknya. Tapi kalau gebetan, kayaknya ada.”
“Siapa?”
“Kok lo penasaran banget sih? Jangan-jangan lo suka ya sama Andhita?”
”Siapa bilang?” kata Rendy sambil makan es buah dengan sok cuek. ”Gue cuma penasaran aja, apa ada cowok yang mau sama cewek jutek kayak dia?”
”Andhita tuh suka sama ketua OSIS yang namanya Adit, tapi nggak ada tanggapan apa-apa dari cowok itu. Abis, kalau Andhita-nya nggak terus terang, orangnya juga nggak bakal tahu kan?”
”Oh...begitu.” Rendy mengangguk-angguk. Dia kenal Adit. Cowok cakep, keren, dan pendiam. Rupanya Andhita suka tipe cowok yang kayak gitu.
“Iya. Kalau cowok yang suka sama andhita sih itu sebenarnya banyak, tapi nggak pernah ditanggapi sama dia. Kalau ada yang ngedeketin, Andhita langsung bilang dia cuma suka cowok itu jadi sahabatnya. Gitu deh. Jadi Andhita masih ngejomblo sampai sekarang. Belum pernah pacaran!”
Rendy bengong dan mengangguk-angguk.
Bel berbunyi, mereka udah selesai makan. Rendy dan Putri berjalan bareng menuju kelas masing-masing, tanpa mengetahui ada sepasang mata yang memerhatikan mereka.
***
Endingnya bikin penasaran
BalasHapus